- Kejadian aneh tetapi nyata sering terjadi di negeri ini, seperti yang menimpa Ilham Mahmudi, pecinta lingkungan yang berjuang menjaga hutan lindung mangrove di Langkat agar tak jadi kebun sawit, malah kena jerat hukum. Beberapa tahun lalu, Samsul dan Samsir, juga alami hal serupa, para penjaga hutan mangrove malah berhadapan dengan hukum.
- Masyarakat Desa Kwala Langkat, melawan dan menolak penghancuran hutan mangrove apalagi di wilayah itu masuk status hutan lindung. Ilham Mahmudi melaporkan situasi ini ke aparat kepolisian yang akhirnya turun ke lokasi dan menyita satu eksavator yang tengah beraktivitas menghancurkan bakau-bakau di sana. Sayangnya, pemodal tak terjerat hukum hingga kini.
- Ali Nafiah, Wakil Direktur LBH Medan mengatakan, ada dugaan kriminalisasi bukan hanya pada Ilham tetapi masyarakat desa yang menolak kehadiran perusahaan perusak hutan mangrove. Intimidasi itu, untuk membungkam masyarakat atas perusakan hutan mangrove di Kuala Langkat.
- Kepolisian harus menjunjung tinggi aturan hukum dan tidak berpihak kepada pelaku ilegal. Ilham, patut dapat apresiasi dari penegak hukum karena membantu menjaga hutan lindung dari kerusakan, bukan malah dapat kriminalisasi seperti saat ini.
Kejadian aneh tetapi nyata sering terjadi di negeri ini, seperti yang menimpa Ilham Mahmudi, pecinta lingkungan yang berjuang menjaga hutan lindung mangrove di Langkat agar tak jadi kebun sawit, malah kena jerat hukum. Beberapa tahun lalu, Samsul dan Samsir, juga alami hal serupa, para penjaga hutan mangrove malah berhadapan dengan hukum.
Bagaimana ceritanya? Pada 18 April lalu, Ilham tengah santai di teras rumahnya di Dusun II, Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pria 40 tahun ini baru saja bertemu sejumlah warga dan berdiskusi soal bagaimana penyelamatan hutan mangrove yang tergerus jadi kebun sawit.
Suasana tenang di dusun itu. Sesekali warga melintas menggunakan sepeda motor atau berjalan kaki.
Warga desa itu menjuluki Ilham pejuang hutan mangrove. Bukan tanpa sebab, karena beberapa bulan terakhir dia acap kali bersuara keras dan protes terhadap para pelaku perambah hutan mangrove di Langkat termasuk di desanya. Tak jarang dia menghadang eksavator yang tengah menghancurkan bakau. Ada pihak-pihak yang menganggap lelaki ini ancaman karena dianggap mengganggu bisnis mereka.
Siang itu, ketika akan menutup pintu rumahnya, tiba-tiba masuk sejumlah lelaki berbadan tegap berpakaian preman. Di bagian luar dapur rumah juga terlihat empat orang berjaga. Nuzul, adik Ilham, yang sedang di dapur terkejut dengan kehadiran belasan lelaki tak dikenal. Suara keras sedikit membentak dan orang-orang itu langsung memegang tangan Ilham. Mereka mengaku anggota polisi.
Tanpa menunjukkan identitas apapun termasuk surat perintah penangkapan, para pria itu langsung membawa abangnya ke mobil.
Ilham sempat memberontak dan menolak masuk ke mobil, namun seorang pria langsung mendorong masuk paksa ke mobil melaju dengan sangat cepat.
“Abang saya dibawa tanpa ada penjelasan apapun oleh orang-orang yang mengaku dirinya sebagai polisi. Saat ditanya mana surat penangkapan mereka mengabaikan. Abang saya ditangkap seperti penjahat berbahaya,” katanya, penghujung April lalu.
Padahal, Ilham adalah orang yang memperjuangkan lingkungan termasuk menjaga hutan mangrove desa agar tak makin hancur.
Dia bersama dengan beberapa warga mencoba mengejar mobil yang membawa Ilham. Mobil lari cukup kencang.
Nuzul bercerita, di desa mereka ada jalur hutan mangrove masuk dalam status dilindungi oleh pemerintah. Sekitar 10 tahun lalu, kondisi hutan mangrove bagus sampai datang seorang pria berinisial BP mengklaim lahan seluas 100 hektar termasuk hutan mangrove itu miliknya. Dia mengklaim punya sertifikat.
Pria ini menghancurkan hutan mangrove kemudian mengganti dengan sawit, sekarang usia sawit-sawit yang ada di sana sekitar tujuh tahun.
Setelah bertahun-tahun menghancurkan hutan mangrove dengan ubah jadi kebun sawit, pria ini lalu menjual lahan secara eceran antara tiga sampai lima hektar. Sampai saat ini sudah ada 65 hektar hutan mangrove dijual kepada perseorangan.
Situasi itu, kata Nuzul, membuat Ilham gusar. Dia tak ingin hutan mangrove terus hancur.
Ilham bersama dengan masyarakat desa melawan dan menolak penghancuran hutan mangrove apalagi di wilayah itu masuk status hutan lindung. Dia juga melaporkan situasi ini ke aparat kepolisian yang akhirnya turun ke lokasi dan menyita satu eksavator yang tengah beraktivitas menghancurkan bakau-bakau di sana.
Meski sudah ada tindakan dari Polda Sumut yang menyita alat berat di lokasi, namun aparat kepolisian di polda maupun polres belum menangkap aktor perusak hutan mangrove di desa itu.
Berbulan-bulan sang kakak bolak-balik ke Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, ke markas Polda Sumut berjarak tiga jam dengan sepeda motor.
Karena tak mendapatkan respon aparat agar mereka mengusut aktor pelaku perusakan hutan mangrove, Ilham berinisiatif merobohkan satu pondok ilegal dalam hutan lindung. Tempat itu jadi lokasi peristirahatan pekerja yang dibayar pengusaha untuk menghancurkan pohon-pohon bakau dan tanam dengan sawit.
Di sinilah, menurut Nuzul, awal ketidakadilan itu diterima kakaknya. Pemodal, BP melaporkan Ilham ke polisi karena menghancurkan pondoknya.
Tak butuh waktu lama bagi aparat Polres Langkat menangkap Ilham atas pengaduan pengusaha itu. Kondisi ini membuat Nuzul dan masyarakat kecewa dengan sikap kepolisian. Satu sisi, laporan warga soal perusakan hutan mangrove ada tindaklanjut, sedang saat pemodal lapor langsung polisi beraksi menangkap Ilham.
“Kakak saya Ilham bukan penjahat, dia adalah pejuang lingkungan yang mempertahankan mangrove dari kerusakan oleh tangan-tangan pengusaha ilegal. Bebaskan Ilham dan tangkap para pelaku yang merusak serta menjual lahan hutan lindung dan hutan mangrovenya,” kata Nuzul.
Keluarga mencari Ilham yang dibawa paksa sejumlah orang. Beberapa tempat coba ditelusuri namun jejak sang kakak tak ditemukan. Hampir putus asa, Nuzul berinisiatif mendatangi Polres Langkat, ternyata kakaknya berada dalam tahanan.
AKP Dedi Mirza, Kasat Reskrim Polres Langkat, dikonfirmasi 26 April lalu membenarkan penangkapan Ilham. Tindakan itu berdasarkan laporan perusakan bangunan di Kuala Langkat, Langkat, diduga oleh Ilham dan beberapa warga.
Setelah menjalani pemeriksaan, Ilham jadi tersangka dengan surat perintah penahanan selama 14 hari dititipkan di rutan Polres Langkat. Pejuang lingkungan ini diancam melanggar Pasal 170 KUHPidana.
Ketika ditanya mengapa tidak menunjukkan surat penangkapan, dia berdalih, surat itu diberikan sebelum satu kali 24 jam setelah penangkapan di kediaman Ilham.
Proses penangkapan sendiri dilakukan dengan cepat agar tidak ada gejolak di desa dari warga yang akan menolak penindakan hukum yang bisa berujung konflik. Dia beralasan, polisi mengantisipasi hal itu tidak terjadi.
“Benar, Ilham kita tangkap dan setelah pemeriksaan langsung ditetapkan sebagai tersangka, supaya mempermudah proses penyidikan, dia ditahan sementara dalam rutan Polres Langkat. Kita memperlakukan dengan baik dan masih mengembangkan kasus ini,” kata Dedi.
Dia mengatakan, penetapan tersangka ini dilakukan setelah ada dua alat bukti permulaan cukup yaitu, foto dan video serta keterangan saksi saat perusakan satu bangunan pelapor.
Ketika disinggung perusakan bangunan itu karena itu berdiri di kawasan hutan lindung, Dedi menyatakan, itu hanya pernyataan sepihak dari Ilham dan warga. Berdasarkan diskusi dengan kuasa hukum pelapor, kegiatan di lahan itu sudah berlangsung selama tahunan dan bukan hutan lindung.
“Kita masih mengumpulkan bukti lain dan mengembangkan kasus ini. Siapa saja yang melanggar pidana akan kita proses,” kata Dedi.
Dia membantah penyidik lamban dalam menangkap aktor utama perusak hutan mangrove di Kuala Langkat. Dia bilang, penyidik Polda Sumut sudah menangani dengan pengamanan satu eksavator di lokasi kejadian.
Dedi berdalih, pengungkapan kasus tidak instan. Sebelum penangkapan yang diduga merambah hutan mangrove, polisi perlu bukti kuat agar dalam peradilan pelaku tidak vonis bebas. Dia sesalkan, masyarakat tidak sabar hingga terjadi perusakan, masuk tindak pidana.
Soal isu penyidik mengintimidasi dan berpihak pada pengusaha, dia juga bantah. Dedi mengklaim kepolisian bekerja profesional melindungi masyarakat dan tak ada ancaman atau intervensi di wilayah itu.
Dia bilang, kuasa hukum pelapor siap untuk mediasi terhadap Ilham dan masyarakat desa dengan catatan tidak melakukan tindakan pidana di lahan mereka. Dia mempersilakan kalau pelapor dan terlapor mediasi.
“Untuk kasus perambahan hutan mangrove di Kuala Langkat, penanganan oleh penyidik Polda Sumut. Kami di Polres Langkat menangani perkara perusakan bangunan dengan tersangka Ilham,” katanya.
Nuzul melakukan berbagai cara agar Ilham dibebaskan. Pada 22 April dia bersama empat orang perwakilan masyarakat mendatangi Kantor LBH Medan meminta perlindungan hukum. Sejumlah warga juga menceritakan dugaan-dugaan teror mereka alami dari sejumlah oknum aparat dampak penolakan kalau hutan mangrove dirusak.
Ali Nafiah, Wakil Direktur LBH Medan mengatakan, ada dugaan kriminalisasi bukan hanya pada Ilham tetapi masyarakat desa yang menolak kehadiran perusahaan perusak hutan mangrove.
Intimidasi itu, katanya, untuk membungkam masyarakat atas perusakan hutan mangrove di Kuala Langkat.
Ada dua pengusaha di sana, berinisial PS, perpanjangan tangan dari pemodal, SAR melakukan intimidasi diduga melibatkan oknum aparat kepolisian.
Berdasarkan informasi dari masyarakat desa, apabila Ilham ingin lepas harus membuat pernyataan tidak akan mempersoalkan aktivitas perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan lindung desa mereka. Juga, tidak mengulangi perbuatan kritikan-kritikan terhadap pengusaha sawit ilegal itu.
Dia mendesak, kepolisian menjunjung tinggi aturan hukum dan tidak berpihak kepada pelaku ilegal. Ilham, patut dapat apresiasi dari penegak hukum karena membantu menjaga hutan lindung dari kerusakan, bukan malah dapat kriminalisasi seperti saat ini.
“LBH Medan membantu masyarakat menjadi korban kriminalisasi dan menganggap mereka sebagai korban,” kata Ali.
Quadi Azam, Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (SIKAP) pada 24 April menyatakan masyarakat berupaya melindungi hutan ataupun ekosistem.
Seharusnya, penyidik berpikir sedikit cerdas soal alasan mengapa masyarakat merusak pondok ilegal dalam hutan lindung, bukan malah menangkap dan memenjarakan seperti dialami Ilham.
Upaya masyarakat bersama-sama merobohkan pondok itu bukan merusak hutan negara. Seharusnya, kata Quadi, penyidik menarik garis lurus untuk kasus ini dan berani mengambil tindakan penangkapan terhadap sejumlah oknum pengusaha ilegal yang bermain di sana.
“Apa yang dilakukan Ilham dan masyarakat di sana bukan untuk merebut lahan atau menguasai tanah melainkan ingin melindungi agar kerusakan hutan tidak lebih luas,” katanya.
Di dalam Undang-undang lingkungan, UU konservasi lainnya, semua pihak wajib berkontribusi untuk menjaga dan melindungi ekosistem sekitar, termasuk hutan lindung.
Kalau eksistensi masyarakat dalam regulasi ini dianggap penyidik kepolisian ilegal, sama saja mereka tak mengindahkan regulasi.
“Sama saja tidak mengakui Undang-undang lingkungan, tentu akan berimplikasi dengan komitmen negara Indonesia dalam pertemuan ajang internasional menjaga lingkungan guna mengantisipasi perubahan iklim.”
Lantas siapa yang bermain di kawasan hutan mangrove Kuala Langkat? Mongabay mencoba menemui beberapa orang di kabupaten paling ujung Sumut berbatasan dengan Aceh ini. Dari temuan lapangan, pemain utama berinisial BS. Dia pemain lama dalam bisnis ini. Dia klaim punya sertifikat hingga bisa bersihkan hutan mangrove lalu ubah jadi sawit.
Dia tidak sendiri, ada seorang pria inisial Ol, bertugas sebagai penyedia alat berat dan kebutuhan lapangan lain. Ada nama Jam, dan BP dan pria inilah yang membuat laporan polisi terhadap Ilham.
Benarkah BP memiliki sertifikat alas hak di lahan hutan lindung? Mongabay mencoba mengkonfirmasi ke Badan Pertanahan Langkat. Tidak ada satupun bersedia memberikan penjelasan terkait soal ini. Begitu juga Kantor Badan Pertanahan Sumatera Utara.
Hingga 26 April belum ada pihak yang membenarkan temuan indikasi kepemilikan sertifikat atas nama BP di hutan lindung. Sikap kompak tutup mulut juga terjadi di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) kabupaten dan provinsi.
******
Samsul dan Samsir, Para Penjaga Hutan Mangrove Langkat Malah Terjerat Hukum