Ambil Alih Lahan buat Tambang Berkedok Bagi-bagi Duit, Warga Pulau Bangka Merasa Tertipu

Warga merasa tertipu, merekapun berbondong-bondong mengembalikan uang yang dibagi-bagikan pemerintah desa yang ternyata dana buat mengambil tanah adat mereka itu.

Senin (9/6/14), pemerintah Desa Kahuku membagi-bagikan uang pada warga desa. Ketidakjelasan peruntukan uang itu membuat warga curiga. Setelah ditelusuri, warga meyakini, uang dari PT Mikgro Metal Perdana (MMP) untuk membayar tanah adat. Merekapun, berbondong-bondong mengembalikan dana itu.

Merty Katulung, warga Desa Kahuku, mengatakan, bagi-bagi uang berlangsung sekitar pukul 7.00-10.00. Mulanya, warga desa tidak mengetahui peruntukan uang itu. Sekitar 40 keluarga berbondong-bondong menuju kantor Desa Kahuku. Tak ada sosialisasi. Hanya ada lembar tanda terima harus ditandatangani. “Warga mengambil uang itu. Satu keluarga mendapat Rp1 juta,” katanya pada Mongabay, Selasa (10/6/14).

Di kantor desa hadir hukum tua (kepala desa), bendahara desa dan kepala lingkungan III. “Anehnya, ada pegawai MMP di sana.”

Warga curiga ajang bagi-bagi uang punya hubungan dengan aktivitas pertambangan di Pulau Bangka. “Setelah ditelusuri uang itu untuk membayar tanah adat. Per keluarga dihitung 2,8 hektar.”

Mengetahui ini, mereka langsung mengumpulkan kembali uang-uang tadi, lalu sekitar 23 warga penolak tambang mengembalikan ke bendahara desa dan kepala lingkungan III.

Menurut Merty, masyarakat merasa dibohongi. Pemerintah desa dinilai melakukan praktik-praktik tidak transparan demi meloloskan tambang. “Ini pembohongan massal. Pemerintah harusnya terbuka. Bukannya membayar tanah adat tanpa sosialisasi.”

“Selain itu, tanah adat bukan tanah negara. Keputusan mengenai ini harusnya diatur masyarakat, bukan pemerintah. Keputusan harus datang dari bawah bukan dari atas.”

Maria Taramen, ketua Tunas Hijau, melihat, kejadian ini merupakan konspirasi pemerintah kabupaten hingga desa. “Lihat saja, eksekusi MA ditunda hingga 18 Juni 2014.”

Pemerintah, seharusnya melindungi hak masyarakat adat. Bukan melakukan praktik terselubung untuk meloloskan perusahaan tambang dengan menggusur tanah adat.

“Kalau masyarakat tidak mau terima, jangan tipu mereka. Masyarakat adat sudah lebih dulu ada sebelum negara ini terbentuk.”

Maria menyesalkan, pemerintah kabupaten bukan berupaya melindungi hak masyarkat adat, tetapi malah menjual pada perusahaan tambang.

Tepian laut yang mulai direklamasi buat pembangunan infrastruktur tambang MMP. Foto: Save Bangka Island

Warga Bangka adalah Komunitas Babontehu

Warga Bangka termasuk dalam komunitas adat Babontehu. Secara historis, komunitas ini tersebar di pulau-pulau bagian utara dan barat Ninahasa, seperti di Pulau Bangka dan Pulau Manado Tua.

Berdasarkan catatan Matulandi Supit, ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara, keseluruhan wilayah Bangka berstatus wilayah adat. Malahan, di Desa Lihunu terdapat hutan adat yang diakui pemerintah.

Masyarakat Babontehu memanfaatkan wilayah adat untuk berbagai kepentingan, seperti bidang pertanian dan pemanfaatan wilayah laut.

Dia meyakini, penolakan warga Desa Kahuku, berangkat dari kesalahan pemerintah desa dalam menjalankan kebijakan. Pemerintah desa dinilai tidak mengkomunikasikan peruntukan uang  itu hingga masyarakat merasa dibohongi.

Seharusnya, kata Matulandi, pemerintah desa mengkomunikasikan jelas pembayaran tanah adat itu. Komunitas adat,  harus diberi tahu dan ada penawaran soal pembelian tanah adat.

“Ada mekanisme dan tidak bisa dilakukan seenaknya. Penawaran tak bisa lisan, harus ada dokumen tertulis.”

Kejadian ini, mengindikasikan upaya penipuan kepada masyarakat adat secara sistematis. Ke depan, AMAN Sulut akan memetakan wilayah untuk memperkuat status masyarakat adat Babontehu di Pulau Bangka.

Warga Datangi PTUN Manado

Upaya  menuntut pemerintah eksekusi putusan MA terus dilakukan warga Bangka. Pekan lalu, sekitar 50 warga Bangka menghadiri undangan PTUN Manado yang diagendakan membahas permasalahan ini.

Jauh-jauh datang dari Pulau Bangka, mereka berniat meminta hakim eksekusi putusan MA. Sayangnya, bukan tidak bisa masuk ruang pertemuan, eksekusi putusan tidak muncul.

Situasi ini, membuat warga naik darah. Mereka merasa dikelabui penegak hukum. Sebab, setahu warga, undangan PTUN Manado berkaitan dengan permasalahan tambang di Bangka. Situasi sempat memanas. Tak sedikit warga mengeluarkan umpatan. Namun, tak satupun pejabat hukum muncul menemui mereka.

Angelique Batuna, pemilik Murex Dive Resort, menilai, aparat penegak hukum berlagak tidak tahu permasalahan di Bangka. Warga malah disarankan menunggu keputusan bupati.

“Sekitar 50 warga datang jauh-jauh dari Bangka menanti niat penegak hikum untuk eksekusi, yang mereka dapatkan lain. Kalau PTUN Manado tidak punya taring, buat apa mereka ada?”

Padahal, sesuai peraturan, eksekusi putusan MA harus dilakukan dalam waktu 60 hari, sejak 28 Maret 2014. “Artinya, izin Bupati Minut sudah lama dibatalkan. Eh, mereka malah pura-pura tidak tahu,” kata Angelique.

Dia menyayangkan, sikap pejabat hukum terkesan membiarkan praktik-praktik pelanggaran hukum. “Sekarang Bangka sudah makin parah. MMP bilang sudah punya izin bikin dermaga.” 

Warga Desa Kahuku berbondong-bondong mengembalikan uang yang ternyata sebagai dana pengalihan lahan adat mereka. Warga merasa dibohongi karena pembagian uang tanpa penjelasan. Foto: Save Bangka Island
Warga Desa Kahuku berbondong-bondong mengembalikan uang                             yang ternyata sebagai dana pengalihan lahan adat mereka.                                     Warga merasa dibohongi karena pembagian uang tanpa penjelasan.                     Foto: Save Bangka Island

Sedang proses izin?

Permasalahan Bangka membuat pemerintah daerah memutar kepala buat mencari celah mengeluarkan izin baru bagi MMP.

“Gubernur Sulut, Sinyo  Harry Sarundajang, mengatakan izin pertambangan di Bangka berproses,” kata Jimmy Kumendong, Humas Sulut, kepada Mongabay.

Namun,  dia tidak menyatakan jelas, izin apa yang sedang diproses. Hanya, Amdal sedang dikaji. “Bila tidak memungkinkan beroperasi, ya, tidak bisa. Kalau mereka bisa penuhi, menurut Gubernur, ya, kita harus obyektif. Perusahaan tambang bisa beroperasi.”

Pernyataan aneh malah muncul dari kepolisian Wilson Damanik, Kabid Humas Polda Sulut. Dia justru mempertanyakan keabsahan putusan MA yang memenangkan tuntutan warga Bangka. “Apa putusan itu sudah mengacu UU? Kalau izin yang dikeluarkan bupati, jelas mengacu dari situ,” katanya.

Namun, dia mengatakan, kepolisian berupaya obyektif di lapangan. Penegak hukum, katanya, bekerja berdasarkan prosedur.

Mengenai larangan menyelam oleh perusahaan tambang, katanya, masih investigasi. “Sebenarnya, wisatawan harus difasilitasi. Namun, perlu diperhatikan dan diketahui bersama, apakah lokasi itu lokasi menyelam?” kata Wilson.

KLH Turun ke Bangka

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan siap bersinergi dengan masyarakat sipil mengusut dan menuntaskan kasus MMP di Pulau Bangka.

Basuki Widodo Sambodo, Asisten Deputi Bidang Pengaduan Sanksi Administrasi, Deputi V Penaatan Hukum Lingkungan, KLH, di Jakarta (3/6/14)  mengatakan, KLH sudah mengikuti pertemuan koordinasi di UKP4 dihadiri berbagai instansi pemerintah awal Juni ini. “Tim KLH sedang berada di lapangan untuk melihat langsung dan mengumpulkan berbagai data dan informasi,” katanya dalam diskusi bersama Koalisi.

Wahyu Nandang Herawan, dari YLBHI mengatakan, tindakan melawan hukum MMP dan Bupati Minut tidak bisa dibiarkan.  “Kami mempelajari kasus ini dan menemukan tidak hanya unsur-unsur pelanggaran administratif, juga pidana.”

Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009, katanya, Bupati Minut bisa dijerat hukum pidana karena telah melawan hukum dengan mengeluarkan IUP bertentangan dengan UU sebagaimana ditegaskan Putusan MA No. 291K/TUN/2013.

Pertemuan KLH dan Koalisi Penyelamatan Pulau Bangka juga menghasilkan beberapa rekomendasi penting. Antara lain, mendesak penghentian sementara kegiatan MMP di Bangka dan mempersiapkan langkah-langkah mempidanakan perusahaan dan Bupati Minut jika unsur pelanggaran pidana terpenuhi.

Tepian pantai di Pulau Bangka, yang mulai direklamasi. Mangrove ditebang. Batu-batu ditumpahkan ke laut. Foto: Save Bangka Island
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,