,

Opini: Tanggul Raksasa dan Banjir Jakarta

Beberapa kawasan langganan banjir di Jakarta,  seperti Kampung Melayu, mulai merasakan dampak rutin tahunan pekan ini. Musim berganti, seketika keluhan sebagian warga Jakarta, terkait panas terik matahari tidak terdengar lagi. Sepekan terakhir, musim hujan yang menjadi penanda bencana banjir akan menjumpai Jakarta– seiring timbul pertanyaan kesiapan pemerintah mengatasi masalah ini. Ya, banjir bukan barang asing bagi Jakarta. Pengalaman buruk banjir Jakarta 2013 yang melumpuhkan 80% wilayah ber-APBD terbesar di Indonesia ini.

Langkah berbasis mitigasi dan adaptasi pun ditempuh mulai 2013 hingga kini. Mulai normalisasi Kali Ciliwung, revitalisasi pintu air Manggarai hingga pembangunan tanggul besar di kawasan hilir Jakarta. Ia diharapkan memberikan perubahan kuantitas dan kualitas banjir tahun ini. Salah satu bentuk instrumen yang mendapatkan sorotan dan perdebatan dari berbagai kalangan adalah rencana pembangunan tanggul raksasa (giant sea wall) atau dikenal dengan nama National Coastal Integrated Capital Development (NCICD). Alasan pembenar pembangunan ini merupakan suatu keniscayaan, sebagai bentuk mitigasi Jakarta yang diperkirakan tenggelam dalam waktu dekat dan menghindari banjir rob.

Resistensi muncul dari berbagai kalangan. Kondisi ini, menyebabkan dilematis bagi pengambilan kebijakan strategis. Paling tidak,  ada beberapa hal harus dipertimbangkan Pemerintah Jakarta dalam evaluasi instrumen optimalisasi sekarang ini.

Optimalisasi Perencanaan

Dalam merancang kebijakan terutama terkait kegiatan proyeksi tata ruang, eksistensi sebuah kaidah rencana memiliki peran penting. Karena itu, secara konseptual RTRW mutlak buat proses partisipatif dalam menyamakan cara pandang dan mempersiapkan seluruh kebutuhan saat eksekusi siap dilakukan pada tataran masyarakat.

Tidak heran dalam struktur norma kegiatan penataan ruang masuk ranah hukum perencanaan (planning law). Hal ini relevan dipertanyakan kembali saat pembangunan tanggul raksasa dengan biaya lebih Rp500 triliun ini dilakukan dengan proses partisipatif prosedural semata hingga terkesan ada keraguan ilmiah. Kaidah ilmiah yang menitikberatkan dampak ekologis, ekonomis dan sosial wajib dilakukan. Terlebih, bagi bencana yang melewati ruang administratif, maka tahapan ini wajib komprehensif dengan mempertimbangkan dampak kawasan hulu hingga hilir.

Evakuasi korban banjir di Jakarta, pada Januari 2013. Pada masa banjir ini, sekitar lima warga Jakarta, tewas. Banjir bak menjadi agenda rutin Jakarta, dan perlu penanganan serius. Namun, apakah membangun tanggul raksasa dibarengi reklamasi pantai menjadi beberapa pulau buatan merupakan suatu jawaban? Foto: Greenpeace

Optimalisasi Koordinasi

Jika ditelisik lebih dalam, secara historis sebenarnya ada langkah normatif yang memberikan alas koordinasi pada tataran lintas administrasi. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpuncur. Beberapa strategi nyata wajib digunakan sebagai pedoman dalam peraturan ini.  Pertama, pengembangan kawasan berdasar keterpaduan antardaerah sebagai suatu kesatuan wilayah perencanaan. Kedua, pembangunan kawasan dapat menjamin keberlangsungan konservasi air tanah dan air permukaan serta menanggulangi banjir.Terakhir, pengembangan perekonomian wilayah produktif, efektif dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah.

Hal ini hendaknya menjadi alas koordinasi lintas administrasi. Bahkan, tegas dikatakan RTRW daerah yang tercakup dalam regulasi ini wajib berkoordinasi. Aturan ini juga memberikan afirmasi bahwa kebijakan penanggulangan banjir Jakarta tidak hanya memperhatikan batas administrasi wilayah daerah an sich. Lebih kepada interdependensi wilayah satu sama lain dalam melakukan langkah mitigasi terkait bencana banjir berbasis kondisi alam tanpa mengorbankan salah satu pemerintah daerah.

Lapangan parkir Gandhi Memorial International School tergenang. Pada Kamis(17/1/13), aktivitas belajar mengajar terganggu. Bahkan, pihak sekolah menyarankan, jika hujan tetap turun, siswa diperbolehkan tidak sekolah. Foto: Norman Harsono

Optimalisasi Regulasi

Potret regulasi lintas wilayah administratif itu sebenarnya memberikan ruang optimal sebagai opsi bahwa meletakkan urgensi tanggul raksasa sesuai porsi kaidah ilmiah dan yuridis. Seringkali kebijakan dan kemauan dari pemerintah menjadi kendala sendiri, misal,  dalam optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD).

Terlebih kerangka otonomi daerah seringkali dipahami dalam konteks parsial yaitu memberikan keuntungan semaksimal mungkin bagi pemerintah daerah terlepas dari kepentingan daerah lain. Ini terlihat nyata, misal, dalam UU Penataan Ruang memberikan kewenangan penuh kepada pemda menyusun RTRW tanpa mengedepankan koordinasi– sebagaimana diatur dalam PP Jabodetabekpuncur. Akibatnya, tidak jarang kebijakan Pemerintah Jakarta, misal,  berbanding terbalik dengan kawasan hulu.

Kondisi ini, dalam praktik menciptakan contradictio in terminis dan memberikan ketidakpastian pada tataran aplikasi. Dalam struktur norma tentu UU berkedudukan lebih tinggi, terlebih pada tataran lokal akan berdampak nyata pada kepentingan lokal. Salah satu opsi bisa dilakukan Pusat dengan mempercepat aturan turunan terkait ekoregion– merupakan mandat normatif Pasal 11 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Akselerasi konsep ekoregion ini akan menjadi pijakan dasar dari inventarisasi lingkungan hidup dengan mempertimbangkan bentang alam dan terlepas dari produk kepentingan lokal. Ini wajib menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan kebijakan daerah hingga nasional.

Dengan optimalisasi ketiga langkah itu akan menghasilkan: dalam kondisi apapun,  kebijakan mengatasi banjir Jakarta mesti menggunakan instrumen utama yang mengedepankan kaidah ilmiah dan evaluasi berbagai opsi. Dengan harapan, hasil akhir bisa memberikan potret nyata,  apakah berujung solusi atau kontradiksi.

* Deni Brampenulis adalah Doktor Hukum Lingkungan Universitas Indonesia dan Pengajar Hukum Penataan Ruang Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara. Tulisan ini adalah opini penulis.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,