,

Seekor Harimau Sumatera Koleksi TMSBK Bukittinggi Mati. Kenapa?

Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) betina bernama Sandy, koleksi Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, ditemukan mati pada Minggu (11/01/2015) pagi di kandangnya.

Kematian Sandy membuat pilu pengelola TMSBK, karena harimau yang dikenal periang, suka bergelut dan suka memanjat pohon itu tiba-tiba sakit dan sempat dirawat (karantina) selama empat hari untuk dilakukan tindakan medis.

Padahal Sandy tidak memiliki catatan medis mengenai riwayat penyakit yang dideritanya. Semenjak didatangkan dari Kebun Binatang Taman Rimbo (KBTR) Jambi pada 1 Mei 2013, Sandy bersama satu harimau sumatera lainnya bernama Sean memang dikenal memiliki daya tahan tubuh yang kuat, nafsu makan yang sama ketika di KBTR Jambi. Pakannya pun bervariasi dari daging kambing, daging ayam dan daging sapi.

Dokter hewan sekaligus kepala seksi pakan dan kesehatan hewan di TMSBK Bukittinggi, drh. Effi Silvia, saat ditemui Mongabay di Bukittinggi (21/1), mengungkapkan keprihatinanya atas kematian Sandy, pasalnya dialah yang merawat Sandy secara intens semenjak didatangkan dari Jambi.

“Saya bersama kawan-kawan lainnya telah berbuat untuk kesembuhan Sandy. Kami bekerja dari pagi hingga larut malam, memperhatikan dan mempelajari perkembangan penyakit Sandy. Kami juga telah melakukan koordinasi dengan sejumlah dokter hewan lainnya yang bertugas di kebun binatang dan termasuk ahli, segala tindakan dan obat telah diberikan,” ucapnya.

Sebelum kematiannya, Sandy kehilangan nafsu makan mulai Kamis (08/01/ 2015).  Saat hujan, ia juga enggan masuk kandang kecilnya untuk berteduh, sebagaimana yang dilakukan Sean. Agar kesehatannya tidak menurun, Sandy dibius dan dibawa ke kandang kecilnya.

Pada Jumat (09/02/ 2015), nafasnya sesak, meski tidak kentara dan tidak mau makan. Akhirnya perawan memberikan makanan yang dihaluskan dan disuapkan ke Sandy, selain diberikan obat (setelah berkonsultasi dengan dokter hewan lainnya) berupa injeksi vitamin, penambahan stamina, antibiotik, obat penahan rasa sakit. Obat itu langsung memberikan reaksi, dengan Sandy mau untuk minum air.

Pada Sabtu (10/01/2015), Sandy makin sesak nafas terutama ketika beraktivitas. Tindakan medis pun dilakukan berupaobat sesak nafas.  Obat anti kembung juga diberikan, karena diduga gangguan pencernaan sehingga malas makan atau barangkali mengalami sariawan.

Sabtu malam, Sandy mengalami sesak nafas yang cukup tinggi, pertolongan medis pun dilakukan dengan cara memberikan obat sesak nafas dan obat perangsang untuk kencing. Kira-kira setelah 15 menit meminum obat itu, Sandy langsung kencing, kentut-kentut juga, sesak nafasnya berkurang, detak jantungnya menurun, dari 54 kali/menit, turun hingga 40 kali/menit.

Pada Minggu, (11/01/2015), Sandy sudah bisa duduk, namun menjelang jam 10.00, nafasnya kembali sesak hingga akhirnya mati. Pagi itu, pawang harimau berniat memberikan cairan gula merah pada Sandy agar staminanya meningkat. Hanya sebentar dia meninggalkan Sandy di kandangnya, sewaktu masuk kandang dan membawakan cairan gula merah yang sudah dimasak tersebut, dia terkejut melihat Sandy sudah dalam keadaan tidak bernafas.

Melihat kejadian itu, pawang harimau langsung memberitahukan kepada dokter hewan yang bertugas disana. Kemudian dilakukan visum (bedah bangkai) dan menemukan flek hitam di paru-paru dekat jantung serta cairan yang membalut jantung Sandy. Guna diketahui penyakitnya secara mendalam, beberapa organ tubuh Sandy dianalisis di Laboratorium Balai Veteriner yang berada di Baso, Kabupaten Agam. Kini, koleksi Harimau Sumatera di TMSBK hanya tinggal lima ekor yang terdiri dari dua jantan dan tiga betina.

Kondisi Sean, seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), setelah kematian Sandy, koleksi Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Foto : Rico Coubout
Kondisi Sean, seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), setelah kematian Sandy, koleksi Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Foto : Rico Coubout

Pasca kematian Sandy, Sean mengalami stress dan nafsu makannya hilang. Namun setelah diberi obat, nafsu makan Sean kembali meningkat. Sean kemudian dipindahkan ke kandang lainnya.

BKSDA Selidiki Kematian

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sumbar, Muhammad Zaidi, pada Selasa (20/1) mengatakan pihaknya telah menerima laporan mengenai kematian Sandy tersebut.

BKSDA Sumbar kemudian turun meninjau serta meminta keterangan lebih lanjut mengenai kematian Sandy pada Jum’at (16/1). Dari keterangan pihak TMSBK diketahui bahwa beberapa hari sebelum kematian, hewan tersebut tidak mau makan. Pihak pengelola TMSBK telah melakukan koordinasi dengan berbagai dokter hewan di berbagai kebun binatang di Indonesia guna mendapatkan informasi penanganan terhadap kondisi yang dialami hewan tersebut. Semua tindakan telah dilakukan termasuk dengan pemberian obat serta vitamin, namun tetap saja tidak membuahkan hasil hingga akhirnya hewan diambang kepunahan itu mati.

Sebagai instansi yang berwenang melakukan pengawasan, BKSDA Sumbar telah melaporkan kasus kematian satwa dilindungi itu kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Untuk sementara waktu BKSDA Sumbar masih menunggu perintah dari pusat guna melakukan tindakan selanjutnya guna memastikan penyebab kematian harimau ini. Pihaknya akan melibatkan ahli dan berbagai pihak lainnya guna menganalisa penyebab kematiannya harimau itu.

“Akan dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolan Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan. Mulai dari evaluasi kelayakan kandang, pakan, kompetensi dokter hewan, tenaga lapangan dan hal-hal yang dirasa perlu lainnya,” ucapnya.

Evaluasi ini akan melibatkan Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Persatuan Kebun Binatang, BKSDA Sumbar, akademisi dari perguruan tinggi negeri di Sumbar. Tim akan bekerja maksimal dilapangan dan hasilnya akan segera diumumkan secara terbuka. Masyarakat akan mendapatkan informasi yang utuh mengenai penyebab kematian hewan yang hampir punah ini.

Zaidi mengatakan jika ternyata ditemukan kelalaian dalam pemeliharaan dan pengelolaannya, TMSBK dapat diberikan sanksi berupa peringatan keras, penghentian pelayanan dan pencabutan izin.

Peradangan Pada Jantung

Sementara itu drh. Wisnu Wardana, ahli penyakit hewan, saat dihubungi Mongabay (20/1) menduga kematian Sandy karena mengidap penyakit perikarditis, yaitu peradangan pada lapisan pelindung jantung. Dia diinformasikan kematian Sandy dari BKSDA Sumbar dan berbagai sumber lainnya.

Penyakit Perikarditis merupakan penyakit yang sering dialami satwa sebangsa kucing, termasuk harimau maupun singa. Perikarditis disebabkan oleh virus Feline panleukopenia dan Feline rhinotracheitis

Virus Feline panleukopenia masuk melalui mulut dan hidung menuju tenggorokan, kemudian menginfeksi serta mengancurkan sel-sel yang aktif melakukan pembelahan seperti sel-sel pada sumsum tulang, jaringan limfoid, epitel usus, cerebellum dan retina, serta sel-sel pada anakan. Virus ini akan menekan produksi sel darah putih di sumsum tulang Di saluran usus, virus ini menyebabkan ulcer yang memicu terjadinya diare, dehidrasi, dan infeksi oleh bakteri. Sebagian besar kasus kematian terjadi akibat dehidrasi dan infeksi bakteri yang parah.

Sedangkan virus Feline rhinotracheitis menyebabkan infeksi pernapasan atau paru atas kucing, sehingga penyakit ini disebut juga flu kucing, kucing coryza, dan pneumonia kucing. Flu kucing ini sering ditemukan di seluruh dunia.

“Saya diundang untuk melakukan evaluasi terkait dengan penyebab kematian harimau di Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Kota Bukittinggi itu,” ucapnya.

Dari kematian Sandy, sudah seharusnya pengawasan terhadap pakan satwa ditingkatkan. Pengunjung juga dilaarang untuk memberikan makanan kepada semua satwa, karena dikhawatirkan membawa penyakit yang berujung kematian.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,