,

22 Izin Usaha Pertambangan Bermasalah di Aceh Dicabut, Bagaimana Lainnya?

Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada Oktober 2014 telah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Aceh Nomor 11/INSTR/2014 mengenai Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara. Dalam ingub disebutkan, moratorium tambang akan dilaksanakan selama dua tahun, hingga Oktober 2016, terhitung sejak intruksi diterbitkan. Zaini juga melarang bupati dan walikota di Aceh memberikan izin usaha pertambangan (IUP) logam dan batubara. Mereka diminta mengevaluasi semua kegiatan pertambangan yang ada dan mencabut IUP yang tidak aktif.

Menindaklanjuti intruksi tersebut, sejumlah kabupaten/kota di Aceh telah mencabut 22 IUP perusahaan yang tidak aktif maupun yang tidak memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Said Ikhsan, membenarkan tentang pencabutan IUP tersebut. Menurutnya, secara rinci perusahaan itu berada di Kabupaten Nagan Raya (9), Aceh Jaya (7), Aceh Barat (4), Pidie (1), dan Kota Subussalam (1). “Pemerintah Aceh juga membentuk tim khusus dalam memantau pertambangan yang terdiri dari unsur pemerintah, pemerhati lingkungan, dan lembaga swadaya masyarakat,” jelasnya di Banda Aceh, Kamis (12/03/2015).

Menurut Said Ikhsan, saat ini masih terdapat 116 IUP. Target kedepan, hanya 80 IUP saja yang beroperasi. “Kami yakin, pemerintah kabupaten/kota akan terus mencabut izin perusahaan yang tidak aktif maupun tidak memberikan pendapatan untuk daerah,” ujarnya.

Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, menyambut baik pencabutan IUP bermasalah itu. Menurutnya, seluruh dinas teknis yang terlibat dalam ingub harus serius menjalankan kewajibannya. “Kami akan mengawal sejauh mana Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) bekerja,” ujarnya.

Meski begitu, Askhalani tetap wanti-wanti terkait 65 perusahaan tambang yang terindikasi masih berada di hutan lindung serta empat perusahaan yang masuk kawasan konservasi di Aceh. Fakta tersebut berdasarkan Surat Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Nomor S.702/VII-PKH/2014 tertanggal 10 Juli 2014. “Hasil analisis melalui overlay data izin bidang pertambangan dengan peta kawasan hutan di Aceh didapatkan empat perusahaan yang arealnya terindikasi di hutan konservasi (31.316,12 hektar) dan 65 perusahaan yang arealnya berada kawasan hutan lindung (399.959,76 hektar).”

Menurut Askhalani, dengan adanya 69 perusahaan tambang yang arealnya masuk dalam kawasan hutan lindung dan konservasi di Aceh, ini membuktikan, pemberian izin untuk pertambangan banyak masalah. “Kami menduga, banyak izin pertambangan di Aceh yang diberikan karena unsur politis atau karena terjadi suap,” ujarnya.

Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, juga mendesak Gubernur Aceh segera mencabut izin perusahaan tambang yang masuk dalam kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi tersebut. Berdasarkan data yang dikumpulkan Walhi Aceh, banyak perusahaan tambang yang tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan dari Kementerian Kehutanan yang kini menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“IUP perusahaan tambang itu harus segera dicabut, karena mereka melanggar aturan. Jika tidak dicabut, perusahaan tersebut tidak hanya merusak hutan Aceh, tapi juga melakukan kejahatan lingkungan,” ungkapnya.

Daftar 22 perusahaan tambang di Aceh yang IUP nya dicabut. Sumber: GeRAK Aceh
Daftar 22 perusahaan tambang di Aceh yang IUP nya dicabut. Sumber: GeRAK Aceh

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,