,

Alasan Sakit, Sidang Putusan Terhadap Terdakwa Pembunuh Salim Kancil Ditunda

Sidang putusan kasus pembunuhan dengan terdakwa Hariyono dan Madesir di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (16/6/2016), ditunda seminggu oleh Majelis Hakim. Pernyataan Hariyono yang mengaku kurang sehat, membuat hakim menunda sidang tersebut.

Hariono yang merupakan Kepala Desa Selok Awar-awar mengaku sakit diabetes, yang saat itu mengatakan kadar gula darahnya mencapai 350 mg/dl. Hariyono dan Madesir dituntut hukuman penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum, atas pembunuhan berencana terhadap Salim Kancil, warga sekaligus aktivis lingkungan Selok Awar-awar, Lumajang.

Penundaan itu tentu saja membuat kecewa warga dan Tim Advokasi Salim Kancil, yang sejak pagi menunggu jalannya sidang. Tosan, salah satu korban yang selamat, mengaku kecewa berat. Pengakuan tidak sehat Haroyono, menurutnya hanya akal-akalan untuk memperpanjang proses hukum yang berlangsung.

“Ya gak masuk akal toh, itu kan sehat, bisa ngomong, bisa bicara, bisa jalan. Kalau orang sakit gak bisa jalan. Yang jelas, itu sakitnya sakit hati, sakit pikiran,” ujar Tosan.

Dodi Gazali, Jaksa Penuntut Umum mengatakan, meski pihaknya akan melakukan pengecekan kesehatan Hariyono, namun tetap menghormati putusan hakim. Meski ditunda, Dodi memastikan, pengunduran waktu itu tidak akan mengganggu masa penahanan hingga 1 Juli, sebagai batas akhir. “Kita ikuti apa yang dijelaskan hakim. Sesuai KUHAP, orang sakit tidak boleh ikut sidang.”

Aksi Walhi Jawa Timur dan Tim Advokasi Salim Kancil di depan PN Surabaya. Foto: Walhi Jatim
Aksi Walhi Jawa Timur dan Tim Advokasi Salim Kancil di depan PN Surabaya. Foto: Walhi Jatim

Anggota Tim Advokasi Salim Kancil, A’ak Abdullah Al-Kudus mengatakan, penundaan ini bukti penyelesaian hukum sengaja dibuat panjang. “Untuk penundaan ini, kami belum menemukan fakta khusus tentang kejanggalan, kami menduga saja. Kami pantau terus proses ini.”

A’ak menuturkan, selama proses persidangan dirinya melihat beberapa kejanggalan, seperti munculnya fakta persidangan yang tidak ditindaklanjuti oleh hakim dengan memanggil pihak yang disebut di persidangan.

“Misalkan siapa penerima pasir. Pembeli pasir dari Haryono tidak pernah diungkap utuh, padahal disebut di persidangan tapi tidak tergali,” lanjut A’ak yang juga aktivis lingkungan asal Lumajang.

A’ak menambahkan, kasus ini harusnya membuka mata semua pihak bahwa kerusakan pesisir selatan Jawa Timur, khususnya Lumajang sangat parah. Efeknya sudah di depan mata, seperti masuknya air laut hingga radius satu kilometer dari pantai saat banjir rob. “Faktanya sekarang di pesisir selatan Lumajang banjir rob, sawah Salim Kancil dan warga yang lain hilang, karena pesisir kita sudah rendah. Pemerintah tidak bisa bilang ini musibah yang harus dihadapi dengan sabar dan ikhlas. Tidak bisa seperti itu.”

Konsesi migas dan IUP di Jawa Timur. Sumber: Jatam

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Rere Christanto mengatakan, berlarutnya proses sidang menjadi indikaktor adanya kejanggalan proses hukum pembunuhan Salim Kancil. Sebelumnya, sidang tuntutan mengalami penundaan tiga kali.

“Baru beberapa menit sidang berlangsung, hakim menyatakan ditunda. Alasannya, terdakwa tidak sehat. Tidak jelas apakah hakim sudah memeriksa benar alasan itu dengan menanyakan surat dokter dan sebagainya.”

Walhi Jawa Timur kata Rere, akan melaporkan sejumlah kejanggalan yang didapati selama persidangan ke Komisi Yudisial atau Mahkamah Agung. Seperti, sidang yang berlarut, saksi tidak kompeten yang semua mengaku tidak tahu. “Kita berharap, persidangan bisa membuka keterlibatan pihak lain yang menerima aliran dana pertambangan pasir di Selok-Awar-awar maupun pesisir selatan Lumajang,” paparnya.

Sumber: Facebook Walhi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,