Usai Kongres V di Sumatera Utara dan terpilih kepengurusan baru, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu (22/3/17). Dalam pertemuan itu, Presiden kembali menegaskan komitmen memberikan pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat. Beragam hal terkait komitmen dibicarakan, dari pembentukan Satgas Masyarakat Adat, wilayah adat, sampai dan UU yang kini dibahas di DPR.
Presiden menegaskan, pemerintah akan terus mendorong Rancangan UU Masyarakat Adat selesai pembahasan di DPR. Keberadaan UU, katanya, diharapkan bisa jadi payung hukum dalam pengakuan dan perlindungan hak dan jadi jembatan melancarkan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat adat.
“RUU ini inisiatif DPR. Saya sudah sampaikan, pemerintah terus mendorong segera selesaikan. Saya dengar sudah masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional-red) 2017,” kata Presiden, dalam pertemuan itu dikutip dari Setkab. go.id.
Presiden juga menegaskan komitmen pembentukan Satgas Masyarakat Adat. Presiden mengintruksikan, kalau satgas memang diperlukan bentuk segera. Presiden menyatakan, satgas ini bisa membantu berbagi hal termasuk urusan-urusan verifikasi wilayah dan hutan adat guna mempercepat proses pengakuan.
Selain itu, Presiden juga menekankan percepatan menyerahkan hutan kepada masyarakat adat hingga mereka punya hak kelola untuk menunjang kehidupan.
Saat ini, katanya, hutan sosial masih dalam proses ada 590.000 hektar. “Saya sudah perintahkan kepada kementerian, makin cepat dibagikan makin baik. Saya tahu karena itu hak-hak dari masyarakat adat. Kalau itu kita berikan ke masyarakat adat saya yakin hutan itu akan lebih lestari, lebih terjaga, lebih terpelihara. Saya melihat sendiri di lapangan,” katanya.
Dia meminta masyarakat adat memberikan waktu kepada pemerintah guna mempercepat proses itu. “Saya kemarin juga masih protes ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kok diberinya (pengakuan hutan adat-red) sedikit sekali yang Desember kemarin. Alasannya apa? Memang di situ ada masalah-masalah regulasi yang harus diikuti kementerian. Tapi percayalah, saya akan terus mendorong ini.”
Jokowi menekankan lagi kalau terus memegang komitmen da akan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat.
Pemerintah, katanya, tak lagi memberikan hak pengelolaan kepada kelompok-kelompok maupun pengusaha-pengusaha besar. “Sampai detik ini belum pernah saya memberikan sampai beratus-ratus ribu hektar kepada yang besar-besar. Kalau mencabu, iya, yang tak produktif kita cabut.”
Presiden juga menekankan perlu dorongan lain untuk bisa lebih memberdayakan masyarakat adat dengan beragam program seperti pemberian air bersih, akses kesehatan, peningkatan gizi, akses pendidikan, finansial, dan permodalan.
“Saya kira itu juga diperlukan sekali dalam memperkuat masyarakat adat di daerah-daerah kita.”
Presiden juga berharap, kedepan bisa diskusi berkesinambungan dengan masyarakat adat untuk membahas berbagai persoalan. Presiden mengagendakan pertemuan dengan AMAN tiga atau empat bulan sekali untuk lebih mengintensifkan diskusi.
“Saya ingin ada pertemuan rutin per tiga atau empat untuk evaluasi perkembangan-perkembangan hingga bisa memutuskan untuk menyederhanakan proses-proses regulasi pengaturan terutama dalam tindak lanjut apa yang kita bicarakan lalu,” katanya.
Pastikan komitmen jalan
Usai betemu Presiden, Sekjen AMAN Rukka Sambolinggi mengatakan, apa disampaikan Jokowi sebenarnya mengulang sekaligus menegaskan kembali komitmen kepada masyarakat adat terutama soal UU RUU dan Satgas Masyarakat Adat.
Dia mengatakan, ada tiga kementerian yang seharusnya bertanggungjawab mempercepat proses perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat yakni, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN. Dia berharap, ketiga kementerian bisa bersinergi dan bekerja lebih cepat menjalankan instruksi Presiden soal masyarakat adat.
Mengenai Satgas Masyarakat Adat, setelah Presiden meminta segera AMAN langsung bekerja bersama Kantor Staf Kepresidenan memfinalkan draf aturan itu. “Presdien tak berkeberatan dengan pembuatan satgas. Dia mengatakan kalau satgas memang diperlukan, ya disegerakan saja. Ngapain harus ditunda?”
Setelah draf selesai, katanya, akan lanjut kepada Sekretariat Negara. Setneg akan menentukan hal-hal apa saja yang akan ditandatangani Presiden.
Satgas ini, katanya perlu segera karena persoalan masyarakat adat sangat lintas sektoral. Untuk itu, perlu sebuah badan khusus yang bisa membantu Presiden dan mempunyai otoritas lintas sektoral.
“Masalah masyarakat adat lintas sektoral. Bukan sektor tanah, hutan atau tambang. Ada dimensi sangat luas dan kompleks terkait masyarakat adat,” katanya.
Jadi, kalau meletakkan masyarakat adat dalam sektor kehutanan saja, misal, tak akan menyelesaikan masalah. Bahkan, katanya, bisa memperparah masalah dan tak memperbaiki situasi. “Jadi meskipun niat pemerintah baik, belum tentu hasil baik. Itulah mengapa buat kami krusial satgas itu.”
Maka, dia tak yakin kalau soal satgas ini ditangani satu kementerian, misal Kemendagri, KLHK maupun Kementerian ATR/BPN. Dia khawatir, kementerian sektoral tak akan mampu melihat masalah dengan jernih.
“Ini akan jadi bias karena mereka bagian dari masalah itu. Itulah alasan utama kenapa kita mendesak harus ada satgas yang level langsung di bawah Presiden untuk menyelesaikan masalah otoritas lintas sektoral itu.”
Keberadaan satgas, katanya, justru akan membantu Presiden mengkonsolidasikan janji-janj, membuat peta jalan guna memastikan janji terpenuhi.
“Termasuk pembuatan lembaga itu janji Presiden. Di Nawacita tercantum lembaga permanen untuk masyarakat adat. Justru satgas ini yang akan membantu,” katanya.
Abdon, Wakil Ketua Ketua Dewan AMAN Nasional juga hadir di Istana mengatakan, masih meragukan komitmen Presiden sebelum Kepres soal Satgas Masyarakat Adat ditandatangani meskipun dalam pertemuan tadi kepala negara menegaskan agar satgas cepat terbentuk.
Satgas Masyarakat Adat sudah terdengung sejak awal pemerintahan Jokowi. Pengesahan aturan terus molor dari rencana 2015, 2016 hingga kini. Dia juga merasa aneh di mana sebenarnya satgas ini tersendat. Padahal,rapat-rapat dengan kementerian dan lembaga kala membahas satgas ini sudah dilakukan sejak lama.
Selama rapat dengan kementerian dan lembaga, sepenangkapan Abdon, berjalan lancar. “Saya malah ingin tahu kementerian dan lembaga mana saja yang belum klop dengan draf kepres ini,” katanya.
Pria yang baru selesai mejabat sebagai Sekjen AMAN ini tak mememukan alasan substansi mengapa satgas tak juga terbentuk. Dia menanti keseriusan pemerintah bikin Satgas Masyarakat Adat ini.
Soal pengembalian wilayah adat, kata Rukka, Presiden menyadari tanpa menyelesaikan masalah hak-hak masyarakat adat, pembangunan infrastruktur di Indonesia yang jadi fokus pemerintah tak akan berjalan mulus.
Pada pertemuan itu, katanya, Presiden juga bilang pemilik hutan adat itu masyarakat adat yang hingga kini penetapan baru belasan ribu hektar. “Hambatannya masih ada di tataran kementerian. Bu Siti (Siit Nurbaya menteri LBK-red) tadi hadir, dan mendengar instruksi Presiden. Seharusnya itu jadi pegangan bagi Ibu Situ Nurbaya,” katanya.
Rukka senang mendengar apa yang disampaikan Presiden dan menguatkan komitmen terhadap masyarakat adat.
“Ini juga memastikan kami untuk harus segera brrgerak membantu Presiden.”
Mina Setra Susanti, Deputi AMAN mengatakan, Presiden Jokowi dalam pertemuan itu juga mengucapkan selamat kepada Sekjen Sekjen dan Dewan AMAN nasional yang baru. Dia juga minta maaf tak dapat hadir di Kongres Masyarakat Adat Nusantara V beberapa waktu lalu.
“Presiden juga meminta Kemendagri mendorong percepatan SK dan perda masyarakat adat. Karena perda dan SK-SK itu dapat mempercepat proses pengembalian tanah-tanah mereka,” katanya.
Dari Kongres masyarakat adat
Sebelum itu, kala Kongres Masyarakat Adat Nusantara V di Deli Serdang, Sumut, masyarakat adat menilai pemerintahan Jokowi masih minum menjalankan komitmen berikan perlindungan pada masyarakat adat. Meskipun putusan organisasi tetap berjalan bersama pemerintah pastikan komitmen kepada masyarakat adat terimplementasi, pada pleno Komisi III kongres itu merekomendasikan tinjau ulang kerjasama dengan pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla hingga hak-hak mereka dipulihkan.
Minggu (19/3/17), pada kongres itu berlangsung rapat pleno yang membahas program kerja, resolusi, dan rekomendasi, serta pembahasan tentang anggaran dasar-anggaran rumah tangga organisasi AMAN.
Para peserta sidang Komisi III menyatakan, pilihan masyarakat adat bekerjasama dengan pemerintah era Jokowi-JK, belum sepenuhnya mengimplementasikan janji Nawacita Presiden.
Masyarakat adat meminta pemerintaan Jokowi-JK mengintensifkan dan memperluas operasi pemenuhan hak-hak masyarakat adat, sesuai janji Nawacita.
Rekomendasi sidang Komisi III juga menyebutkan, pemerintah merumuskan kebijakan teknis yang berpihak dan memudahkan proses pengakuan hak masyarakat adat.
Agus Hermawan, Ketua Komisi III menyampaikan, seluruh elemen masyarakat adat nusantara meyakini, tugas utama negara mengurus kesejahteraan dan keselamatan warga. Juga memastikan penghormatan dan perlindungan hak asasi warga, termasuk mendapatkan sumber kehidupan adil, setara, dan tanpa dikriminasi atas dasar agama atau keyakinan, etnik, gender, klas, usia dan disabilitas.
Masyarakat adat nusantara, katanya, berada di garis terdepan mengawal keberagaman sebagai keniscayaan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.