Ketika Menteri Sekretaris Negara Surati Mentan Soal RUU Perkelapasawitan

 

 

Kementerian Sekretariat Negara mengirimkan surat kepada Kementerian Pertanian guna menindaklanjuti surat desakan penghentian pembahasan RUU Perkelapasawitan yang dikirimkan organisasi masyarakat sipil. Surat tertanggal 22 Juni 2017 itu langsung ditujukan kepada Menteri Pertanian, ditandatangani Pratikno, Menteri  Sekretaris Negara.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati HAM dan Lingkungan Hidup mengirimkan surat pada 23 Mei 2017 kepada presiden.  Surat itu berisi permohonan menghentikan pembahasan RUU Perkelapasawitan dengan beberapa pertimbangan.

”Ya benar, surat itu sudah kami terima,” kata Bambang, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian kepada Mongabay, pekan lalu.

Surat itu, katanya, tak memerintahkan penghentian, Setneg meminta Kementerian Pertanian sebagai kementerian teknis menelaah usulan koalisi.

Baca juga: Kajian Soal RUU Perkelapasawitan, Bukan Untung, Malah Bisa Buntung

Berdasarkan kopian surat yang diterima Mongabay, Pratikno menyampaikan, ada surat Koalisi meminta peenghentian pembahasan RUU Perkelapasawitan dengan tujuh poin penting, antara lain, RUU Perkelapasawitan dipandang tak melindungi kepentingan nasional, tetapi kepentingan korporasi pengusaha yang sebagian besar asing.

UU Perkelapasawitan dianggap tak perlu karena sebagian besar telah diatur dalam UU Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup, UU Perdagangan dan UU Perkebunan. Lalu, RUU tentang Perkelapasawitan dipandang berpotensi menimbulkan disharmoni pengaturan dengan UU terkait.

Baca juga: Berikut Berbagai Alasan DPR Layak Hentikan Bahasan RUU Perkelapasawitan, Apakah Itu?

RUU ini,  dapat mengancam hutan dan gambut dengan cara memutihkan dan melindungi aktivitas ilegal di kawasan hutan. Kemudian, memberikan hak istimewa bagi pengusaha besar dibandingkan kesejahteraan petani kecil dan buruh sawit serta berpotensi konflik lahan dan sosial sektor perkebunan.

”Bersama ini kami sampaikan surat Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati HAM dan Lingkungan Hidup tu kepada Menteri (Pertanian) untuk dapat jadi bahan pertimbangan sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Pratikno, dalam surat itu.

Menurut Bambang, RUU ini memang perlu pembahasan dan harmonisasi dengan aturan lain. ”Namanya UU, untuk kepentingan masyarakat. Memang ini belum pernah ada pembahasan langsung ke Kementan,” katanya.

Sebagai wakil pemerintah, Kementan akan mengomunikasikan surat ini kepada inisiator RUU Perkelapasawitan.  ”Ini jadi pertimbangan bagi kita, kalo ini (RUU Perkelapasawitan) ada hanya untuk kepentingan korporasi,  ya jangan sampai ada.”

Meskipun begitu, dia juga bilang RUU ini penting dalam menyelesaikan masalah di beberapa sektor perkebunan, misal, dalam penyelesaian konflik dan legalitas lahan.

Baca juga: Susun UU Perkelapasawitan untuk Solusi Kebun Sawit Ilegal?

Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Indonesia Center Environmental Law (ICEL) salah satu Koalisi mengapresiasi surat itu. ”Artinya pemerintah cukup mendengar dan berusaha memproses masukan-masukan kritis masyarakat terkait dengan potensi kebijakan yang dapat merugikan publik dan pemerintah sendiri,” katanya.

Dia berharap, perintah tak berhenti di atas kertas, namun perlu pendalaman dan tindakan konkrit guna memastikan RUU tak lanjut.

”Amanat surat ini perlu ada upaya lain. Terutama komunikasi dengan anggota DPR lain yang sevisi (menentang RUU Perkelapasawitan). Bisa juga pemerintah mengambil posisi tak membahas RUU ini.”

Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan mengatakan, surat Setneg hanya meneruskan rekomendasi Koalisi tanpa ada penekanan soal fokus presiden.

Ada baiknya, kata Teguh,  dalam surat Setneg itu memberikan penekanan, presiden fokus tak lagi lanjut ekspansi kebun sawit. “Bahwa presiden juga sangat berkonsentrasi pada akses kelola masyarakat dan restorasi hutan dan gambut.”

 

Tetap lanjut

”Kita akan tetap jalan,” kata Firman Soebagyo, anggota Komisi IV DPR RI.

Dia meyakinkan, UU akan melengkapi kebijakan sebelumnya yang masih dianggap kurang. ”Tak benar ada tuduhan ini hanya untuk kepentingan tertentu, UU ini tak timpang, adil.”

Baca juga: Ada UU Perkebunan, Sebenarnya Mau Atur Apalagi RUU Perkelapasawitan

Firman malah menuding, Menteri Setneg tak memahami konstitusi dan tugas kewajiban masing-masing lembaga negara. Dia khawatir ada pejabat negara mendengarkan lembaga swadaya masyarakat dan organisasi non pemerintah asing yang mematikan industri dalam negeri.

”Seharusnya dia menanyakan dahulu kepada inisiator RUU, kepada DPR dan anggota yang mengusulkan.”

RUU ini, katanya,  baru usulan dan belum menjadi insiatif dewan. Dia klaim, kalau RUU amanat masyarakat sektor perkelapasawitan.

”Kami tak sembrono membuat UU. Jangan sampai negara itu didikte negara asing. LSM itu jangan sampai ditempatkan di atas lembaga negara,” katanya.

Firman bilang, secara pribadi akan mengomunikasikan soal RUU ini melalui surat kepada Mensekneg.

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,