Peringati Global Tiger Day, Semua Pihak Perkuat Komitmen Konservasi Harimau Sumatera. Seperti Apa?

Harimau selama ini menjadi simbol kelestarian sebuah ekosistem. Keberadaan harimau hanya dimungkinkan jika hutan dan lingkungan yang menjadi habitat harimau terjaga dengan baik. Dengan ruang jelajah (homerange) yang sangat luas hingga mencapai 300 kilometer persegi, harimau menjaga ekosistem dengan menyeimbangkan populasi satwa yang menjadi mangsanya. Pada ujungnya, menciptakan kesetimbangan ekosistem yang dapat dinikmati manusia hingga saat ini.

Namun, Indonesia memiliki pengalaman tidak baik dengan punahnya 2 subspesies harimau, yaitu harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau bali (Panthera tigris balica). Saat ini, Indonesia hanya memiliki satu-satunya subspesies harimau yang tersisa, yaitu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).

(baca : Pemerintah dan LSM Rancang Skenario Melawan Laju Kepunahan Harimau Sumatera)

 

 

Harimau sumatera saat ini menjadi salah satu satwa prioritas nasional yang harus ditingkatkan populasinya di alam. Hal ini dijelaskan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno.

“Harimau sumatera merupakan salah satu biodiversitas yang kita miliki dan banggakan. Harimau adalah simbol kelestarian ekosistem. Keberadaan nya hanya dimungkinkan jika hutan dan lingkungan sebagai habitatnya terjaga”, ungkap Wiratno dalam siaran pers Direktorat Jenderal KSDAE.

Populasi harimau sumatera saat ini diperkirakan sekitar 600-an individu, sebuah angka yang menunjukkan peningkatan dari perhitungan populasi pada tahun 2007 yang ada dikisaran 400 ekor. Namun, Ketua Forum HarimauKita, Munawar Kholis, menuturkan bahwa indikasi peningkatan ini masih dalam tahap analisis untuk memastikan berbagai variabel yang mempengaruhi.

“Meskipun ada indikasi peningkatan, namun kami tidak akan lengah karena berbagai faktor yang mengancam kepunahan masih terus terjadi,” jelasnya.

(baca : Kilas Kisah Harimau Sumatera 2016: dari Terjerat, Diperdagangkan sampai Dipotong-potong jadi Santapan)

Penyebab utama kepunahan harimau sumatera yang hingga saat ini masih terjadi yaitu perburuan dan perdagangan ilegal, hilangnya habitat dan alih fungsi hutan, serta konflik antara manusia dengan harimau. Bersamaan dengan hilangnya hutan, harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia dan seringkali dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan tanpa sengaja dengan manusia.

 

Tabel Penurunan Jumlah Harimau Sumatera berdasarkan beberapa penelitian. Desain: Mongabay Indonesia, Foto latar: Lili Rambe

 

3 tahun 48 pemburu tertangkap, indikasi perburuan sangat tinggi

Tingginya permintaan akan bagian tubuh harimau sumatera seperti kulit dan tulang, menjadikan satwa kharismatik ini terus menerus menjadi incaran pemburu. Dalam aksinya, rata-rata pemburu menggunakan jerat yang dipasang di kawasan-kawasan yang menjadi habitat penting harimau.

Tingginya perburuan harimau terungkap oleh hasil patroli yang dilakukan bersama baik pemerintah maupun LSM yang berkecimpung di konservasi harimau. Dalam kurun tiga tahun terakhir, tak kurang 800 jerat harimau ditemukan dan diamankan di area seluas 12.000 kilometer persegi. Dan dalam kurun waktu yang sama, sebanyak 48 orang pemburu dan pedagang ilegal harimau ditangkap petugas.

Meskipun upaya penegakan hukum saat ini sudah meningkat, namun permintaan pasar akan harimau dan bagian tubuhnya tidak juga menurun. Pemburu dan pedagang selalu memodifikasi caranya, sehingga bisa lolos dari pantauan petugas. Hal ini diungkapkan oleh Dwi Adhiasto, Program Manager Wildlife Trade-Wildlife Conservation Society (WCS-IP).

(baca : Global Tiger Day 29 Juli: Perberat Hukuman Pelaku Perdagangan Harimau Sumatera)

Adhiasto menjelaskan bahwa upaya penangkapan dan penegakan hukum kejahatan satwa liar masih parsial dan tidak terkoneksi, sehingga perlu duduk bersama berbagai lembaga untuk berkolaborasi, menyamakan metode dan perangkat untuk mengefektifkan pembongkaran jaringan.

“Saat ini belum ada pemetaan dari jaringan operasi perburuan dan perdagangan harimau yang terintegrasi dari ujung Sumatera hingga Jawa,” jelasnya.

 

Harimau mati di Desa Terang Bulan. Foto: Ist

 

Global Tiger Day 2017: Perberat Hukuman dan Lindungi Harimau Sumatera

Upaya penegakan hukum juga menjadi penyebab tidak jeranya pelaku yang sudah tertangkap. Seringkali, pelaku yang sudah divonis dan menyelesaikan masa hukumannya, terpantau kembali melakukan perburuan atau perdagangan ilegal harimau sumatera.

Rendahnya hukuman yang rata-rata masih sekitar 2 tahun penjara, diduga menjadi penyebab orang masih berani memperdagangkan satwa yang sudah tergolong kritis ini. Hanya 1 kasus yang divonis 4 tahun penjara. Dan menurut penjelasan Adhiasto, mereka masih dapat melakukan transaksi dari dalam penjara.

“Kita masih menghadapi masalah yakni nilai keuntungan dari perdagangan harimau masih lebih tinggi dibandingkan dengan kerugian jika dia tertangkap dan divonis penjara,” tegas Adhiasto.

(baca : Global Tiger Day, Upaya Menyelamatkan Harimau)

Hal seperti ini yang patutnya kita pantau dan pastikan bahwa setelah vonis, pelaku mendapatkan hukuman yang menimbulkan efek jera. Sifat dari penegakan hukum di Indonesia saat ini belum mengubah niat pelaku agar tidak berburu atau berdagang harimau lagi tapi masih pada tataran mengubah motif pelaku agar tidak diketahui oleh pihak yang berwenang.

Agar tercapai pemahaman semua pihak bahwa memperberat hukuman pelaku perburuan dan perdagangan harimau sumatera, pemerintah bersama-sama dengan elemen masyarakat berupaya untuk selalu mengkampanyekan pelestarian harimau dari kepunahan.

Tahun 2017 ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkolaborasi dengan berbagai lembaga untuk perayaan Global Tiger Day (GTD) yakni Forum HarimauKita, Disney Conservation Fund, Flora Fauna International-Indonesia Program (FFI-IP), Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP), Zoological Society of London-Indonesia Program (ZSL-IP), WWF-Indonesia, Yayasan KEHATI, Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Sumatera , UNDP-Indonesia, Forum Konservasi Leuser (FKL), Yayasan Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS), Biodiversity Warrior (BW) dan Biodiversity Society (BS) serta lembaga lainnya.

Kegiatan dan rangkaian peringatan GTD tahun 2017 dilaksanakan di sepuluh (10) kota yakni Banda Aceh, Medan, Padang, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Jambi, Bandar Lampung, Purwokerto, dan Jakarta secara serentak pada hari Minggu ini, tanggal 30 Juli 2017.

 

Peringatan Global Tiger Day 2015 di Purwokerto, Jawa Tengah pada Minggu (09/08/2015). Kampanye penyelamatan harimau sumatera ini dilaksanakan serentak di 7 kota di Indonesia. Foto : Apris Nur Rakhmadani/Purwokerto

 

Perayaan GTD 2017 mengusung tema Time for Tigers (#Time4Tigers), dengan maksud saatnya berkomitmen untuk pelestarian Harimau Sumatera. Komitmen diharapkan muncul dari berbagai pihak dan elemen untuk memerangi perburuan dan perdagangan serta bersama-sama untuk menciptakan keharmonisan hidup berdampingan dengan harimau sumatera.

“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut serta dalam rangkaian peringatan Hari Harimau Sedunia 2017 sebagai dukungan dan kepedulian kita terhadap kelestarian satwa harimau sumatera,” ajak Wiratno.

 

Peningkatan peran masyarakat

Berbagai bentuk kegiatan dari peringatan GTD telah dilakukan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kondisi terkini Harimau Sumatera. Sasaran kegiatan tersebut beragam mulai dari anak-anak hingga sampai orang dewasa. Kegiatan tersebut dikoordinir oleh jaringan komunitas TigerHeart yang ada di 10 kota namun memiliki tujuan yang sama.

Rangkaian kegiatan GTD 2017 di tiap kota ada beberapa bentuk yakni berupa pemberian informasi secara langsung berupa talkshow di beberapa radio dan kunjungan ke sekolah SD, SMP, SMA serta kampus. Kegiatan berupa perlombaan yakni lomba video pendek Harimau Sumatera, lomba caption photo, lomba essay tingkat SMA se-Sumatera, lomba desain poster harimau serta lomba kultwit (kuliah twitter) harimau.

Aksi nyata melawan perburuan juga dilakukan kegiatan sapu jerat di habitat harimau sumatera. Harimaukita bersama relawan dan TigerHeart Bengkulu bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu melakukan gerakan sapu jerat di wilayah yang disinyalir merupakan kantung habitat harimau serta menjadi target perburuan. Wilayah ini tercatat memiliki tingkat insiden konflik yang cukup tinggi.

(baca : Global Tiger Day 29 Juli, Ratusan Jerat Harimau Tertangkap Petugas)

Kegiatan ini didukung oleh puluhan relawan yang terdiri dari Mahasiswa Pecinta Alam, Komunitas Mangrove Bengkulu, Komunitas Konservasi, Komunitas Peduli Puspa Langka, ASN Dinas Lingkungan Hidup Kota Bengkulu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Perlindungan Harimau Sumatera-Kerinci Seblat, Lingkar Institut dan masyarakat sekitar kawasan hutan yang terintegrasi dengan sistem SMART Patrol dan cybertracker, sistem koleksi data yang tehubung ke dalam perangkat smartphone.

 

drh Erni Suyanti dari BKSDA Bengkulu memperlihatkan jerat besi untuk menangkap harimau Sumatera. Jerat itu hasil dari kegiatan tim relawan SMART Patrol Sapu Jerat Harimau di lanskap Bukit Balai Rejang Selatan Bengkulu sebagai rangkaian Global Tiger Day 2017. Foto : facebook Erni Suyanti/BKSDA Bengkulu/Mongabay

 

Munawar Kholis menyatakan apresiasi atas partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi harimau sumatera, meskipun momentumnya hanya setahun sekali. Namun itu cukup untuk mengukur peningkatan peran masyarakat Indonesia dalam mencegah kepunahan kucing besar ini.

“Kami bangga dengan kesungguhan para relawan, dalam satu minggu sudah berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 45 jerat, dan kami berharap kegiatan ini dapat terus berjalan dengan kerjasama dan komitmen yang semakin kuat dan beragam,” tutupnya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,