- Perusahaan sawit PT. Agro Nanggroe Abadi [ANA] yang beroperasi di Alur Kering, Desa Kaloy, Aceh Tamiang, Aceh, melanggar izin HGU. Perusahaan ini menanam sawit di lahan seluas 302 hektar di hutan yang dirambahnya.
- Perusahaan itu sudah beberapa kali ganti nama, terakhir PT. ANA.
- Perusahaan ini sudah dilaporkan oleh Rumoh Transparansi Aceh ke Polres Aceh Tamiang pada September 2018. Namun, hingga kini belum ada perkembangannya.
- Kabupaten Aceh Tamiang termasuk wilayah di Aceh yang mulai dikepung perkebunan sawit. Dari total 702,50 hektar luas Aceh Tamiang, sekitar 51.183,73 hektar merupakan perkebunan sawit.
Perusahaan sawit PT. Agro Nanggroe Abadi [ANA] yang beroperasi di Alur Kering, Desa Kaloy, Aceh Tamiang, Aceh, menanam sawit seluas 302 hektar, di areal yang tidak sesuai dengan izin hak guna usaha [HGU].
Koordinator Rumoh Transparansi Aceh, Crisna Akbar, pada Minggu [19/1/2020] mengatakan, kasus ini diketahui setelah dilakukan pantauan lapangan. “Perusahaan tersebut sudah beberapa kali ganti nama, terakhir PT. ANA. Diperkirakan, sekitar 105 hektar sudah berbuah,” terangnya.
Hal memprihatinkan, tambah Crisna, meski perusahaan ini merambah hutan produksi, tapi tidak ada tindakan apapun dari pihak terkait. Khususnya, penegak hukum. Penemuan ini telah dilaporkan ke Polres Aceh Tamiang pada September 2018, namun hingga awal 2020 tidak ada perkembangan.
Crisna mengatakan, informasi yang diterima Rumoh Transparansi Aceh, Polres Aceh Tamiang telah datang ke lokasi dan memeriksa beberapa pekerja kebun. “Polres Aceh Tamiang membenarkan kebun tersebut masuk hutan produksi dan setelah dilakukan gelar perkara, kasusnya ditingkatkan ke tahap penyelidikan,” ujarnya.
Namun, karena tidak ada perkembangan, Rumoh Transparansi Aceh pada 17 Januari 2020 melaporkan kasus itu ke Polda Aceh. Lokasi kebus sawit berada di lintang N 4 13 17 dan bujur E 97 50 37, serta lintang N 4 13 26 dan bujur E 97 50 22.
Chrisna melanjutkan, saat mendaftarkan laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu [SPKT] Polda Aceh, petugas menyarankan pihaknya berkoordinasi dengan Direktorat Reskrim Khusus Polda Aceh.
“Ditreskrimsus menyarankan kami menyurat kembali Polres Aceh Tamiang untuk menanyakan perkembangan dan menembuskan ke Kapolda Aceh,” ungkapnya.
Baca: Hutan Kemitraan, Merestorasi bekas Kebun Sawit Ilegal di Ekosistem Leuser
Kasat Reskrim Polres Aceh Tamiang, AKP. M. Ryan Citra Yudha S.IK mengatakan, kasus perambahan hutan produksi oleh PT. ANA tidak dihentikan Polres Aceh Tamiang. Pemeriksaan terus dilakukan.
“Tim telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk dari Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] Wilayah III Kota Langsa,” terangnya, Rabu [22/1/2020].
Yudha menjelaskan, informasi yang diterima kepolisian, lahan tersebut oleh perusahaan telah dikembalikan ke Pemerintah Aceh melalui KPH untuk direstorasi. “Pemilik perusahaan sakit stroke, tapi penyelidikan tetap dilakukan,” ujarnya.
Baca: Robohnya Sawit Ilegal di Hutan Lindung Aceh Tamiang
Kepala Unit Pelasaksana Teknis Dinas KPH III Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Aceh, Amri Samadi mengatakan, hutan yang telah dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit itu, belum dikembalikan secara resmi.
“Perwakilan PT. ANA pernah mendatangi KPH III untuk membicarakan pegembalian, tapi lahannya masih proses hukum. Jadi, KPH menunggu hingga selesai,” ungkapnya, Rabu [22/1/2020].
Menurut Amri, setelah semua selesai, langkah pengembalian lahan untuk dihutankan kembali baru bisa dilakukan. “Kami harus menghormati hukum dan kami juga telah dimintai keterangan sebagai ahli oleh Polres Aceh Tamiang,” ujarnya.
Manager Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh, Muhammad Nasir mengatakan, Kabupaten Aceh Tamiang termasuk wilayah di Aceh yang mulai dikepung perkebunan sawit.
“Dari total 195.702,50 hektar luas Aceh Tamiang, sekitar 51.183,73 hektar merupakan perkebunan sawit. Jumlah perusahaan pemegang HGU mencapai mencapai 35 unit. Ini tidak termasuk perkebunan rakyat,” jelasnya.
Baca: Jangan Ada Lagi Sawit di Taman Nasional Gunung Leuser
Hasil kajian
Masyarakat Transparansi Aceh [MaTA], sebelumnya pada Desember 2017, telah menyerahkan hasil review perizinan tiga perusahaan kelapa sawit yaitu, PT. Tenggulon Raya, PT. Sinar Kaloy Perkasa Indo, dan PT. Mestika Prima Lestari Indah, ke Pemerintah Aceh Tamiang.
“Tujuannya, sebagai masukan demi perbaikan tata kelola hutan dan lahan,” kata Koordinator Bidang Hukum dan Politik MaTA, Baihaqi, awal pekan ini.
Dia mengatakan, hasil kajian ini menunjukkan, izin HGU tumpang tindih dengan hutan lindung di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL]. Juga, rekomendasi izin tidak sesuai aturan yang berlaku.
“Kami pun menemukan penanaman sawit tanpa sertifikat HGU dan bahkan ada perusahaan yang melakukan ekspansi di luar izinnya,” ujarnya.
Baihaqi menambahkan, kaji ulang HGU di Aceh Tamiang dan perizinan perkebunan sawit di seluruh Aceh harus dilakukan. “Ini penting untuk penertiban serta memastikan semua perusahaan ikut aturan.”
Baca juga: Hukuman Cambuk Menanti Pejabat Aceh, yang Membiarkan Satwa Liar Dilindungi Terancam
Sekretaris Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA], Badrul Irfan mengatakan, pada 2019, pihaknya membantu Pemerintah Aceh Tamiang mengkaji izin usaha perkebunan yang ada.
“Kegiatan tersebut berdasarkan Instruksi Bupati Aceh Tamiang Nomor: 3725 Tahun 2018 tanggal 25 Mei 2018 tentang Pembinan, Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Aceh Tamiang dan Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang Nomor: 1451 Tahun 2018 Tanggal 1 Agustus 2018 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pembinan, Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Aceh Tamiang,” sebutnya.
Badrul mengatakan, seluruh data review milik Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Tamiang. Tim yang terlibat juga menemukan beberapa HGU beroperasi di luar izin.
“Terhadap kasus ini, tim menyarakan dinas terkait menyurati perusahaan, karena melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan,” jelasnya.
Terhadap lahan-lahan yang berada di luar izin usaha perkebunan [IUP] dan HGU, tim merekomendasikan agar tidak diberikan izin baru di areal yang dikerjakan perusahaan tersebut. “Lahan tersebut kedepannya, dimanfaatkan untuk kepentingan umum atau lainnya,” tegasnya.