- Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) bekerjasama dengan Yayasan Lahan Basah Indonesia menggelar kegiatan Asian Waterbird Census (AWC) 2022 di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kabupaten Kepulaun Seribu, Jakarta.
- AWC merupakan kegiatan citizen science yang dilakukan di lahan-lahan basah, untuk melakukan perhitungan burung air penetap maupun burung air migran.
- Pulau Rambut dipilih sebagai lokasi pelaksanaan AWC karena pulau ini menjadi satu dari 228 daerah penting bagi burung dan keanekaragaman hayati Indonesia. Selain itu juga menjadi kawasan penting bagi kelestarian dan fungsi sebagai lahan basah di dunia (Ramsar Site).
- Selain itu, Pulau yang berdampingan dengan Pulau Untung ini juga menjadi tempat berkembangbiak bagi salah satu burung yang langka, yaitu burung bangau bluwok (Mycteria cinerea). Terdapat juga burung cikalang (Fregatidae).
Kabut tebal masih menyelimuti pantai tanjung pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pagi itu, angin laut tidak terlalu kencang, deburan ombak kecil menggoyang-nggoyangkan perahu jasa penyebarangan yang tengah bersandar menunggu penumpang.
Sementara, di bawah pohon waru (Hibiscus tiliaceus) yang rindang, Arifatun Nisa Wuni Aqhfa (24) tengah berdiri mendengarkan arahan panitia.
Bersama puluhan peserta lain, perempuan asal Bekasi ini hendak mengikuti kegiatan Sensus Burung Air Asia di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kabupaten Kepulaun Seribu, Jakarta.
Acara yang dikenal juga dengan Asian Waterbird Census (AWC) ini merupakan kegiatan citizen science yang dilakukan di lahan-lahan basah, untuk melakukan perhitungan burung air penetap maupun burung air migran.
Usai mendengarkan arahan, rombongan yang terdiri dari komunitas pecinta burung dan warga dari berbagai profesi ini kemudian bertolak ke pulau yang dikenal juga dengan nama pulau kerajaan burung ini. Untuk menuju pulau tersebut rombongan menggunakan transportasi perahu yang terbuat dari kayu, kapasitasnya sekitar 20 orang.
Karena Pulau Rambut merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa, sehingga untuk masuk ke pulau ini rombongan terlebih dahulu diharuskan mengisi form Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI).
baca : Burung Terancam Punah Penghuni Pulau Rambut
Ada Kesan Tersendiri
Sebelum sampai ke Pulau Rambut, para rombongan disambut dengan pemandangan yang menakjubkan, kumpulan burung pecuk padi hitam (Phalacrocorax sulcirostris) dan burung cikalang (Fregatidae) bertengger di atas bambu yang ditancapkan para nelayan seolah menjadi bidikan yang empuk bagi para fotografer yang menyukai satwa di alam liar. Sebagian lagi terbang berkelompok seakan memberi kesan tersendiri.
Oleh Badan Konservasi Dunia atau International Union for Concervation of Nature (IUCN) burung cikalang berstatus “kirtis” (Critically Endangered). Selain itu, burung laut yang diklasifikasikan ke dalam satu marga yaitu Fregata ini juga merupakan burung migran asal Pulau Christmas, Australia.
Karena sering mengambil makanan dari burung air lainnya, burung yang memiliki warna hitam menonjol ini digambarkan sebagai perompak laut. Di Indonesia sendiri hanya ada tiga jenis burung cikalang, diantaranya cikalang besar, cikalang kecil, dan cikalang christmas.
Kurang lebih satu jam perjalanan tibalah para rombongan di Pulau dengan keluasan sekitar 45 hektare itu. Begitu sampai, peserta diberi pengarahan terlebih dulu oleh petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) DKI Jakarta.
baca juga : Wallacea, Surganya Burung Unik dan Endemik
Kicau burung-burung menyertai tim di kala memasuki hutan dengan kerapatan yang tinggi itu untuk pengamatan burung. Rombongan satu menuju ke birding hide untuk mengamati burung air yang sedang berkembangbiak.
Dilokasi ini kegiatan observasi dan identifikasi burung air dilakukan, masing-masing dari mereka diberi tugas sendiri-sendiri, ada yang mencatat, memotret, dan juga meneropong dengan menggunakan binocular.
Sementara rombongan berikutnya menuju ke menara untuk mendata jenis-jenis burung yang dijumpai. Dari atas menara itu hamparan pohon terlihat jelas, sejauh mata memandang ratusan burung bertengger membuat rombongan semakin takjub.
“Saya sebagai orang yang tidak tahu sama sekali tentang burung dan lingkungan, begitu mengikuti kegiatan ini jadi aware banget, ternyata keberadaan mereka itu sangat penting,” kesan Nisa, yang mengaku baru pertama kali juga bisa lihat burung kuntul (Ardiedae), Sabtu (29/01/2022).
Melalui kegiatan yang diselenggarakan Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) bekerjasama dengan Yayasan Lahan Basah Indonesia ini dia mengaku akhirnya jadi tahu jenis-jenis burung di Pulau Rambut. Selain itu juga status dari burung-burung tersebut, ternyata ada juga yang hampir punah.
baca juga : Asyiknya Pengamatan Burung Pantai Penetap dan Migran
Perempuan pekerja Bank ini juga merasa beruntung bisa mengikuti kegiatan yang terselenggara sejak tahun 2017 itu, sebab tidak semua pengunjung bisa mengakses Pulau Rambut, yang datang berkunjung hanya untuk keperluan pendidikan dan edukasi saja.
Hanya dia menyayangkan adanya beberapa titik sampah kiriman yang mencemari Pulau Rambut. Untuk itu dia berharap agar masyarakat bisa bijak dalam mengelola sampah.
Selain itu, ia berharap kegiatan serupa bisa dikenalkan ke masyarakat lebih luas, agar masyarakat juga sadar jika melihat burung di alam liar itu lebih asik daripada melihat burung di dalam sangkar.
Digelar Secara Rutin
Setiap tahun kegiatan Sensus Burung Air Asia yang melibatkan citizen science ini digelar diberbagai negara di Benua Asia dan Australia. Hanya di 2021 ditiadakan karena adanya kasus pandemi yang semakin melonjak. Achmad Ridha Junaid, selaku Biodiversity Conservation Officer Burung Indonesia menjelaskan, kegiatan berskala global ini melibatkan masyarakat yang secara sadar melakukan pendataan tentang burung-burung air.
Data yang didapatkan nantinya akan dikumpulkan di pusat data, sehingga informasi terkait dengan populasi global untuk spesies burung air penetap atau migran itu bisa didapatkan. Selain itu, acara ini diselenggarakan yaitu untuk mengenalkan kegiatan birdwatching, sebagai upaya alternatif dalam pelestarian burung.
Bagi Ridha, menikmati keindahan suara atau bentuk burung itu sebenarnya tidak harus di dalam sangkar, saat datang di Pulau Rambut saja bisa mendengarkan suara burung-burung bersahutan. Selain itu juga bisa melihatnya terbang secara alami.
“Kita bisa melihatnya dengan menggunakan binokuler, dan itu bisa memberikan suatu experience yang tidak terlupakan. Ternyata burung di alam itu perilakunya lebih unik dan menarik,” ujar pria berkacamata itu.
baca juga : Kecintaan Hasballah pada Burung Liar di Hutan Leuser
Menurut Ridha saat dilakukan rekapitulasi hasil dari sensus yang dilakukan itu, di tahun ini ada beberapa spesies burung yang baru dijumpai, seperti burung elang laut dada putih (Haliaeetus leucogaster). Padahal kegiatan di tahun-tahun sebelumnya burung berjuluk mesin terbang ini tidak dijumpai.
Begitu juga sebaliknya, di tahun ini peserta kurang beruntung, sebab burung yang dijumpai di tahun-tahun sebelumnya seperti burung ibis rokoroko (Plegadis falcinellus), beberapa jenis bangau dan dua jenis cikalang tidak muncul.
Berdasarkan akumulasi dari jumlah spesies yang dihimpun, dari data secara keseluruhan spesies burung di Pulau Rambut mengalami peningkatan yang cukup baik, alasannya karena peneliti yang berkunjung di Pulau tersebut semakin banyak dan juga waktu yang digunakan berbeda-beda.
“Sehingga ada peluang ketika orang yang datang pertama kali tidak menemukan, tetapi begitu orang lain datang kesini bisa ketemu,” ujarnya. Tercatat, sudah ada 100 lebih spesies secara keseluruhan yang ditemukan.
Pulau Rambut dipilih sebagai lokasi pelaksanaan AWC karena pulau ini menjadi satu dari 228 daerah penting bagi burung dan keanekaragaman hayati Indonesia. Selain itu juga menjadi kawasan penting bagi kelestarian dan fungsi sebagai lahan basah di dunia (Ramsar Site). IUCN menetatpkan status burung ini “genting”, secara global populasinya diperkirakan berjumlah sekitar 1.500 individu, sedangkan sekitar 100 individunya bisa dijumpai di Pulau Rambut.