- Alpukat siger merupakan sumber genetik lokal unggulan Lampung Timur, Lampung.
- Anto Abdul Mutholib merupakan pencipta tanaman buah unggul ini dengan tujuan untuk merehabilitasi lahan di Register 38 Gunung Balak, Sekampung Udik, Lampung Timur.
- Anto melakukan uji coba dari 2009 hingga 2014 dengan melakukan teknik okulasi atau sambung pucuk. Pohon alpukat ini dikenal luas mulai 2017, keunggulannya bisa menghasilkan buah hingga 125 kilogram per tahun. Berat buahnya 500-900 gram per buah, berwarna kuning mentega, dan bentuknya
- Alpukat siger terdaftar pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian [Pusat PVTPP], Kementerian Pertanian, Nomor: 1666/PVL/2021 dengan nama Ratu Puan yang merupakan singkatan rangkaian tugas program unggulan agroforestri nasional.
Pohon alpukat umur 40 tahun itu, tumbuh subur di depan rumah Anto Abdul Mutholib. Diameter batangnya sekitar 40 sentimeter, daunnya rimbun, dan bercabang banyak. Pohon setinggi sekitar 9 meter tersebut merupakan indukan yang kerap diambil pucuknya sebagai entres [mata tunas] untuk pembibitan.
Dari pohon indukan inilah, Anto mengembangkan sumber genetik lokal, sebagai tanaman unggulan bernama alpukat siger. Upaya tersebut dilakukannya sebagai ikhtiar merehabilitasi lahan di Register 38 Gunung Balak, Sekampung Udik, Lampung Timur.
“Kenapa alpukat? Lahan ini milik negara, sehingga perlu alternatif mengembalikan fungsi hutan Register 38, melalui tanaman buah. Selain memperbaiki vegetasi,alpukat dapat dimanfaatkan hasilnya oleh masyarakat,” terangnya di Desa Giri Mulyo, Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten Lampung Timur, Lampung, Minggu [06/02/2022].
Anto telah melakukan uji coba alpukat ini dari 2009 hingga 2014. Ketika itu, ia melakukan teknik okulasi atau sambung pucuk. Setiap hari, kegiatannya yang hanya menyambung mata tunas ke batang bawah alpukat, dianggap ‘gila’.
Namun, sejak keberhasilannya mengembangkan alpukat siger, banyak petani penggarap turut menanam, terutama di tahun 2017.
“Memberi penjelasan kepada masyarakat harus disertai contoh nyata, faktual dan visual,” terang Ketua Gapoktanhut Agro Mulya Lestari.
Baca: Inilah Kambing Saburai, Kekayaan Genetik Asli Lampung

Anto pun membina sebanyak 105 penangkar bibit dan mengizinkan mereka mengambil entres pada tanaman induknya.
“Entres ada 210 batang sekali petik dan saya hibahkan semua kepada masyarakat. Penghasilan saya bisa mencapai Rp100-200 juta, bila dijual.”
Alpukat siger mampu berbuah pada umur 17 bulan, dengan pemilihan mata tunas dan batang bawah yang cermat.
“Sebagai perbandingan, umumnya alpukat berbuah pada umur lebih dari 3 tahun.”
Register 38 yang dulunya hanya ditanami jagung dan singkong, kini diselingi alpukat siger yang satu pohonnya bisa menghasilkan buah hingga 125 kilogram per tahun. Berat buah satuannya berkisar 500-900 gram, warna buah kuning mentega, dan bentuknya bersiku.
Alpukat siger terdaftar pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian [Pusat PVTPP], Kementerian Pertanian, Nomor: 1666/PVL/2021 dengan nama Ratu Puan.
“Ratu Puan itu akronim dari rangkaian tugas program unggulan agroforestri nasional,” jelas lelaki kelahiran 1969 ini.
Baca: Kopi Agroforestri, Cara Merawat Hutan Lampung Barat

Solusi konflik
Idi Bantara, Kepala Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Way Seputih Way Sekampung [BPDASHL WSS], mengatakan alpukat siger menjadi solusi konflik di Register 38 Gunung Balak.
“Masyarakat sudah masuk pada 1963. Namun, tahun 1980 mereka dipaksa keluar karena pembangunan DAM dan penataan lahan. Lalu, pada 1989 muncul pergerakan yang menyebabkan perselisihan dengan pemerintah,” tuturnya, Jumat [11/02/2022].
Menurut Idi, upaya pemerintah untuk merehabilitasi lahan tetap dilakukan, meski hasilnya nihil. Komunikasi dengan banyak pihak terus dibangun, agar suasana lebih cair dan muncul ide-ide kreatif. Dari upaya ini, Anto hadir dengan alpukat siger andalannya.
“sebagai demplot, alpukat ditanam pada lahan seluar 15 hektar.”
Kini, lahan di Gunung Balak yang ditanami alpukat seluas 960 hektar. Sementara, di Desa Giring Mulyo sekitar 365 hektar. Satu hektar, ditanam 400 pohon dengan jarak tanam 2,5 x 10 meter.
“Ruang 10 meter itu untuk jagung dan jarak antara alpukat 2,5 meter.”
Menurut Idi, berdasarkan penelitian Balai Pengkajian Teknlogi Pertanian [BPTP] Lampung, kandungan serat alpukat siger sejumlah 6% dan gulanya 2%, yang berarti sehat dan layak konsumsi.
“Alpukat siger telah menumbuhkan kebanggaan masyarakat Lampung Timur dan daerah lain,” ujarnya.
Baca: Badak Sumatera: Ikon dan Inspirasi Kreatif Masyarakat Lampung

Alpukat untuk kesehatan
Menurut Dr. dr. Khairun Nisa, M. Kes., Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, alpukat memiliki kandungan bermanfaat untuk tubuh manusia. Alpukat didominasi kandungan lemak sebesar 30%, terdiri lemak jenuh dan tak jenuh.
“Lemak tak jenuh sering disebut lemak baik, terdiri berantai ganda dan tunggal.”
Fungsi penting lemak tak jenuh adalah menjaga hormon tubuh dan fungsi saraf saat pembentukan mukosa atau lendir.
“Lemak jenuh juga dibutuhkan tubuh, terutama sistem pencernaan, untuk mengoptimalkan keluarnya enzim yang berperan dalam fungsi lemak.”
Alpukat juga didominasi karbohidrat berantai panjang. Artinya, ketika dikonsumsi untuk menaikkan kadar gula darah membutuhkan waktu, karena enzim cernanya berfungsi secara optimal.
“Sehingga, alpukat cukup aman bagi penderita diabetes.”
Baca juga: Lampung dan Masa Depan Sumatera: Catatan Menjaga “Kemerdekaan” Alam Indonesia

Alpukat pun kaya vitamin dan mineral. Vitamin K membantu viabilitas sel darah, serta Vitamin C dan E sebagai antioksidan untuk mencegah stres oksidatif akibat polusi tinggi.
“Mineral seperti zat besi berikatan dengan rantai hemoglobin, bisa membantu anemia. Ketika pandemi seperti ini, kandungan zink dapat mencegah repilkasi virus corona.”
Kandungan selanjutnya serat, bermanfaat bagi sistem cerna tubuh.
“Untuk ibu hamil, serat otomatis menjadi baik, karena mikroflora di usus mengoptimalkan pembentukan hormon-hormon neuropeptida yang mempengaruhi ingatan dan kecerdasan janin,” jelasnya.
Nisa menyarankan, baiknya alpukat dikonsumsi tanpa pengolahan, karena akan merubah zat yang ada. Sementara, untuk mendapatkan gizi seimbang, alpukat cukup dimakan 2-3 kali seminggu. Namun, bisa juga menjadi makanan alternatif, dikonsumsi setiap hari.
“Untuk kesehatan, alpukat dimakan begitu saja. Bisa ditambah madu sedikit, sehingga madu dan alpukat sama-sama memberikan dampak positif bagi tubuh,” paparnya.