- Akar bahar sering dijadikan aksesoris dan dianggap memiliki banyak manfaat bagi sebagian masyarakat Indonesia.
- Banyak yang menyangka akar bahar merupakan tumbuhan laut. Sesungguhnya, akar bahar merupakan hewan yang hidup di antara terumbu karang.
- Akar bahar adalah hewan yang tidak memiliki sistem pembuangan sisa pencernaan, pernapasan, dan peredaran darah.
- Akar bahar memerlukan kondisi perairan yang subur dan baik untuk perkembangan hidupnya.
Nama akar bahar tidak terlalu asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Di beberapa tempat, akar bahar dianggap memiliki fungsi penting dalam kehidupan masyarakat, seperti penangkal penyakit. Umumnya, akar bahar dijadikan sebagai gelang dan diperjual belikan.
Salah satu tempat yang sangat mudah dijumpai sebagai tempat perdagangan gelang akar bahar ada di jalan Trans Sulawesi di Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Gelang dijual sebagai souvenir oleh masyarakat setempat. Harganya bervariasi, mulai 50 ribu hingga 80 ribu Rupiah. Perdagangan gelang akar bahar juga banyak dilakukan secara online dengan harga variatif.
Selain sebagai gelang, beberapa masyarakat di Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, juga biasa menggantungkan akar bahar di depan pintu rumah mereka
“Kami percaya akar bahar mampu menjaga penghuni rumah dari hal-hal buruk dan akan membawa kebaikan,” ungkap Masran Amali, warga di Pulau Papan, Togean, baru-baru ini.
Baca: Gambir, Antara Tradisi Menyirih dan Mahar Perkawinan
Banyak yang menyangka akar bahar merupakan tumbuhan laut yang hidup di antar terumbu karang. Sesungguhnya, akar bahar adalah hewan yang digolongkan sebagai binatang berongga. Dalam Bahasa Inggris dinamakan “The Black Corals” atau “The Thorny Corals”.
Mengutip Nurul Huda dalam bukunya “Laut dan Bahan Makanan Kita [2014]”, disebutkan bahwa nama ilmiah akar bahar adalah Anthiphates. Hewan ini merupakan jenis yang hidup di perairan laut, terutama perairan yang memiliki terumbu karang.
“Hewan akar bahar memiliki beberapa keistimewaan yaitu tidak memiliki sistem pembuangan sisa pencernaan seperti halnya hewan lain yang memiliki anus. Keistimewaan lain, tidak memiliki sistim pernapasan dan peredaran darah,” ungkap Huda.
Baca juga: Beringin, Pohon Kaya Manfaat Kesukaan Satwa Endemik Sulawesi
Ada juga ciri yang menandakannya sebagai hewan, yakni memiliki tangan atau tentakel dan saluran pencernaan. Selain itu, dapat melakukan perkembangbiakan dengan melakukan semacam perkawinan.
Organ perkembangbiakannya disebut gamet, terdiri jantan dan betina. Pada masa perkembangbiakan, gamet jantan dan betina bertemu di perairan. Setelah gamet-gamet tersebut menyatu akan terbentuk “zygot” yang merupakan cikal-bakal akar bahar baru.
“Biasanya hidup pada kedalaman lima sampai sepuluh meter. Jenis-jenis lainnya bahkan dapat hidup sampai kedalaman empat puluh meter,” tulis Huda.
Untuk kelangsungan hidupnya, hewan ini memerlukan kondisi perairan yang subur dan baik. Artinya, kondisi perairan sangat menentukan kelangsungan hidupnya. Jika perairan laut tercemar, kesuburannya juga terganggu.
Pengambilan akar bahar kerap digagalkan oleh petugas, seperti melalui operasi gabungan pengawasan dan pengamanan perairan di Taman Nasional Takabonerate. Empat orang pembuat kerajinan dari biota ini dibina dan diamankan bahan bakunya. Mereka diminta menandatangani Surat Pernyataan Pembinaan yang jika nanti didapatkan beroperasi lagi akan ditindak sesuai aturan.
Contoh kasus lainnya, Petugas Aviation Security [AVSEC] bersama Petugas Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan [BKIPM] Wilayah Kerja Bandara RHF Tanjungpinang, Kepri, menggagalkan pengiriman 2,2 kilogram/75 ocs akar bahar [black coral]. Akar bahar ini akan dikirim dari Tanjungpinang, ke Purbalingga, Jawa Tengah, melalui Bandara Raja Haji Fisabilillah.
Disebutkan bahwa upaya pengiriman akar bahar melanggar ketentuan UU No 21 Tahun 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, UU No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dalam UU No 45 Tahun 2009, UU No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta PP No 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dengan ancaman pidana paling lama 5 [lima] tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 juta.