- Hutan Harapan merupakan hutan dataran rendah terakhir di Sumatera. Di wilayah ini menyimpan banyak keanekaragaman hayati fauna dan flora endemik yang terancam punah.
- Tak hanya kekayaan kehati yang tersimpan, di Hutan Harapan juga terdapat komunitas suku Batin Sembilan yang tinggal dan beraktivitas. Kehidupan mereka bergantung pada Hutan Harapan.
- Ada fakta menarik dari kehidupan komunitas Suku Batin Sembilan. Diantanya, mereka masih hidup secara semi-nomaden, hutan menjadi ‘supermarket’, dan masih melakukan perburuan yang bertanggung jawab.
- Di Hutan Harapan juga memiliki sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak dari komunitas suku Batin Sembilan. Yakni, sekolah Besamo.
Komunitas suku Batin Sembilan menjadi bagian dari suku Anak Dalam yang hidup di hutan dataran rendah Jambi dan Sumatera Selatan, salah satunya di Hutan Harapan. Mereka hidup berdampingan dengan alam dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu.
Hutan Harapan terletak di perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi, seluas 98.555 hektar dikelilingi perkebunan sawit, hutan tanaman industri, perkebunan karet dan pemukiman penduduk. Hutan ini dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) sejak tahun 2005. PT REKI mendapatkan izin usaha dari pemerintah untuk melakukan restorasi ekosistem dengan tujuan mengembalikan kekayaan alam di wilayah dataran rendah Sumatera yang tersisa.
Upaya dalam menjaga Hutan Harapan pun memiliki banyak tantangan. Mulai dari kebakaran hutan, perambahan hutan dan pembukaan jalan tambang batu bara. Meski begitu, suku Batin Sembilan terus berusaha menjaga dan melindungi Hutan Harapan. Salah satunya, mereka memulihkan hutan dengan menanam ribuan bibit tanaman.
Teguh Santika, perempuan Batin Sembilan mengatakan pola hidup masyarakat sangat bergantung dari hasil hutan. “Ramuan obat-obatan, akar dan daun dari hutan kadang sulit dicari kalau hutan sudah dirambah, dibakar dan habis semua,” ujar Bi Teguh, nama panggilannya.
Tak hanya menjadi rumah bagi masyarakat adat, suku Batin Sembilan, Hutan Harapan juga menjadi rumah bagi kekayaan biodiversitas satwa dan tumbuhan liar. Tapi, bagaimana harmonisasi kehidupan diantara masyarakat Batin Sembilan dan keanekaragaman hayati di Hutan Harapan? Yuk, baca kisah selengkapnya.
- Hidup secara semi-nomaden
Suku Batin Sembilan, sebagai masyarakat adat yang telah lama menghuni Hutan Harapan, menjalani kehidupan semi-nomaden. Diperkirakan, mereka sudah tinggal di Hutan Harapan sejak abad ke-7 masehi. Sebagian dari mereka ada yang tinggal secara menetap dan ada yang masih berpindah-pindah.
Mereka membuat pondok-pondok kayu sederhana dengan terpal sebagai atap, menciptakan tempat tinggal yang sederhana namun nyaman di tengah-tengah hutan. Sebagian lagi, suku Batin Sembilan hidup berpindah-pindah di hutan dan masih menerapkan sistem perladangan gilir balik. Yakni, sistem bercocok tanam yang dilakukan masyarakat masyarakat lokal secara berpindah dari satu bidang tanah atau ladang yang alin sampai kembali ke ladang yang semula ditanami.
Meski begitu, komunitas suku Batin Sembilan lebih terbuka dan cepat beradaptasi dengan pihak luar. Mereka bisa berbaur dengan penduduk setempat dengan mudah dan cepat beradaptasi dengan perubahan.
Baca juga: Hutan Harapan dan Perempuan Suku Batin Sembilan
2. Hutan sebagai ‘supermarket’
Layaknya masyarakat di perkotaan yang membeli kebutuhan hidup di pasar modern atau tradisional, komunitas suku Batin Sembilan menjadikan hutan sebagai supermarket mereka. Mereka memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, seperti jernang, madu sialang, rotan, damar dan getah karet.
Mereka juga berladang padi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tak hanya padi, mereka juga menanam ubi sebagai makanan pokoknya. Biasanya ubi ditanam dan dimakan menjelang ladang padi panen. Mereka juga menanam dan mengambil tanaman obat di hutan. Seperti dedaup, beriang hantu, serekan, pasak bumi, pulai dan melati hutan.
Sedangkan akar-akaran dijadikan bahan anyaman untuk alas tidur. Perempuan Batin Sembilan biasanya membuat kerajinan anyaman dari rotan yang berasal dari hutan dan kemudian dijual.
3. Tak hanya meramu tapi juga berburu
Selain meramu kebutuhan pokok, sayur mayur dan obat-obatan, komunitas suku Batin Sembilan masih berburu untuk pemenuhan kebutuhan protein. Misalnya labi-labi, kijang, landak, babi, dan rusa. Biasanya mereka berburu dengan kayu panjang berbentuk tombak yang disebut dengan kujur. Selain berburu, mereka juga suka memancing ikan di pinggir-pinggir sungai atau sepanjang Danau Jerat.
4. Sekolah Besamo
Sekolah Besamo khusus dibagun untuk memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak Suku Batin Sembilan yang mendiami kawasan restorasi ekosistem Hutan Harapan. Sekolah ini berdiri sejak 2010 dan memiliki 6 murid yang aktif dari 25 murid yang mendaftar. Tapi jika ditotal dengan murid yang tidak terdaftar, jumlahnya mencapai 46 anak.
Puput Asmarita dan Rio Afrian, guru di sekolah Besamo mengatakan bahwa banyak tantangan dalam mengajar di sekolah ini. Mulai dari jalanan yang sulit, diacungi golok, merayu anak-anak yang tak mau sekolah sampai hewan buas. “Model pembelajaran di sini memang berbeda, kalau mereka mau belajarnya sambil memancing atau panen durian ya perlu kita ikuti,” ujarnya.
Baca juga: Cara Orang Muda Lindungi Hutan Harapan
5. Terancam industri ekstraktif dan perkebunan skala besar
Di tengah keanekaragaman hayati yang ada, ruang hidup masyarakat adat Batin Sembilan juga mengalami berbagai ancaman. Sebagian wilayah adat mereka telah terbabat oleh perambah yang membuka jalan, pembakaran hutan, dan penanaman tanpa izin.
Selain itu, terdapat rencana pembukaan jalan tambang batubara di Hutan Harapan, yang dapat mengancam keberadaan mereka. Jika jalan tambang dibuka, hutan akan mudah terakses dan perambah dapat masuk dengan lebih bebas.
Meski ancaman terus datang, masyarakat adat Batin Sembilan berusaha memulihkan hutan dengan menanam ribuan bibit tanaman. Mereka juga berjuang untuk melindungi wilayah adat dan memastikan keberlanjutan lingkungan untuk bertahan hidup. ***
*Salvina Herawaty Puna adalah mahasiswa magang dari Universitas Mataram. Dia memiliki ketertarikan pada ilmu kelautan dan akan bercerita lebih banyak tentang itu.