Insiden kebakaran yang terjadi di Dermaga Barat Pelabuhan Benoa, Bali pada Senin (9/7/2018) dini hari akhirnya berhasil dipadamkan. Kejadian yang menimpa puluhan kapal yang tengah berlabuh itu, terjadi sangat cepat pada pukul 02.00 WITA dan baru 12 jam kemudian api yang merembet di antara kapal-kapal tersebut bisa dipadamkan.
Informasi pemadaman api tersebut dikabarkan langsung oleh Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Benoa, Dwiyanto, Senin sore. Keberhasilan pemadaman itu berkat kerja sama yang baik dari semua pihak yang terlibat. Dia menyebut aksi tersebut sebagai keberhasilan tim.
“Alhamdulillah kobaran api sudah berhasil dipadamkan ,” ungkapnya.
Pemadaman melibatkan 11 unit kendaraan pemadam kebakaran dari Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Selain itu, ada juga unit kendaraan yang diterjunkan dari PT Pelindo II yang ada di Bali.
baca : Banyak Kecelakaan Wisata Laut di Nusa Penida Bali. Ada Apa?
Dwiyanto mengatakan, pemadaman api yang berhasil dilakukan setelah 12 jam berkobar, terhitung lama dan itu dirasakan sendiri oleh tim yang bekerja. Penyebab kendala tersebut muncul, karena api membakar 4 unit kapal ikan bertonase besar yang diperkirakan masih memiliki cadangan bahan bakar yang banyak.
“Kapal-kapal itu memiliki persediaan bahan bakar yang cukup banyak. Sehingga ketika terbakar tidak segera habis,” katanya.
Pihak berwajib masih meneliti intuk memastikan penyebab kebakaran. Dari hasil investigasi sementara, kapal ikan yang terbakar jumlahnya sebanyak 38 unit, terdiri dari dari 8 unit kapal aktif atau masih beroperasi dan 30 unit kapal pasif atau sudah tidak beroperasi.
Adapun, kapal-kapal yang terbakar itu, menurut Dwiyanto, diantaranya milik PT Tirta Katulistiwa Farming (TKF) dan terdiri dari 1 unit kapal yang masih aktif dan 5 unit kapal yang pasif. Kemudian, kapal ikan milik PT Intimas yang terdiri dari 2 unit aktif dan 5 unit pasif.
“Sisanya, kapal milik PT Bandar Nelayan yang terdiri dari 5 unit aktif dan 20 unit pasif,” sambungnya.
baca : Kenapa Manipulasi Identitas Kapal Masih Terjadi di Pelabuhan Benoa, Bali?
Lebih lanjut Dwiyanto menerangkan, kapal yang disebut dan masuk kategori aktif, adalah kapal yang siap berangkat dan memiliki kru kapal lengkap, perbekalan siap, dan perijinan lengkap. Sedangkan kapal pasif, adalah kapal yang tidak memiliki kru dan hanya diawaki penjaga malam saja, tidak ada perbekalan, dan sedang menunggu perijinan/proses perbaikan.
Tentang Dermaga Barat, lokasi kebakaran, menurut Dwiyanto, dermaga tersebut memang selama ini dikhususkan untuk kapal-kapal ikan yang berlabuh, baik kapal ikan yang masih aktif maupun kapal ikan yang pasif. Selain itu, dermaga itu juga menjadi tempat berlabuh untuk kapal yang sedang menunggu proses perizinan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Jadi yang banyak terbakar itu sebetulnya kapal-kapal ikan yang tidak beroperasi atau kapal pasif,” sebutnya.
Selanjutnya, KSOP Benoa terus melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk dengan PT Pelindo III, terutama untuk antisipasi kejadian serupa di kemudian hari seperti penyedian hydrant pemadam kebakaran yang masih dirasa kurang.
“Saat ini hydrant yang terpasang baru untuk persediaan air di atas kapal, belum untuk penanganan kebakaran,” tutup dia.
baca : Bali Minta Peninjauan Larangan Transshipment Kapal Tuna. Kenapa?
Bojonegara
Bersamaan dengan insiden kebakaran di Dermaga Barat Pelabuhan Benoa, Bali, insiden lain juga terjadi di sekitar Pulau Panjang, Bojonegara, Provinsi Banten, Senin pagi (9/7/2018). Insiden itu, adalah terjadinya kebocoran pipa gas bawah laut pada posisi 05-55-52.S/106-07-075.E. Tak lama setelah diketahui ada kebocoran, Kementerian Perhubungan RI langsung mengirimkan armada penjagaan laut.
Kepala Unit Penjagaan Pelabuhan (UPP) Bojonegara, Kant Dicky membenarkan tentang insiden kebocoran pipa gas yang menyembur ke permukaan laut. Menurutnya, mengingat lokasi semburan berada persis di pintu masuk pelabuhan Bojonegara, pengamanan khusus harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran.
Untuk pengamanan tersebut, Dicky mengatakan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub mendatangkan kapal patroli KPLP KNP Trisula milik Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai Tanjung Priok. Kapal tersebut didatangkan untuk mengamankan alur pelayaran pada lokasi terjadinya kebocoran pipa gas bawah laut.
Tak lama setelah kejadian, Vessel Traffic Services (VTS) Merak langsung melakukan Broadcast Securite Messages untuk dipancarkan kepada kapal-kapal yang melintas atau berlabuh di sekitar area tersebut dan menginformasikan agar berhati-hati dan menjaga jarak aman dengan radius 2-3 nm dari area pipa gas bocor.
“Saat ini UPP Bojonegara beserta instansi terkait fokus melakukan koordinasi dan pengamanan di sekitar perairan dengan melibatkan KNP Trisula dan kapal lainnya untuk melakukan blokade,” ujar dia.
Menurut Dicky, upaya pengamanan tersebut terus dilakukan agar tidak ada kapal yang menyasar ke lokasi kebocoran yang dapat menimbulkan kebakaran hebat di sekitar perairan.
“Belum diketahui pasti penyebab bocornya pipa gas tersebut, namun kami mendapat info dari pihak PGN Bojonegara bahwa jalur pipa tersebut milik perusahaan PT. China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dan kemungkinan pihak CNOOC sudah mengetahui ada kebocoran dan sudah menutup Valve,” terangnya.
Dicky mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan perusahaan PT. CNOOC untuk segera melakukan perbaikan pipa dan PT. CNOOC telah mengerahkan 3 (tiga) unit kapal miliknya dari Pabelokan, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta ke lokasi kebocoran pipa gas. Ketiga kapal itu adalah kapal SV Swiber Venturer, SV Patra Marine dan CB NMS Acelerite.
Hingga saat ini, Dicky mengatakan, UPP Bojonegara telah menerima info dari KNP Trisula yang berada di lokasi dan dikabarkaan bahwa semburan air laut sudah menurun baik volume dan ketinggiannya. Sementara, untuk memastikan keselamatan pelayaran di wilayah tersebut, VTS Merak terus memantau pergerakan kapal-kapal di wilayah sekitar kebocoran tersebut.
“Menurut laporan yang kami terima dari KNP. Trisula bahwa semburan air laut sudah menurun baik volume maupun ketinggiannya dan dinyatakan sudah tidak terlihat lagi adanya semburan air laut ke permukaan,” tutup Dicky.