- Pulau Pari merupakan salah satu gugusan pulau yang masuk wilayah Kepulauan Seribu. Untuk menjangkaunya bisa ditempuh dengan menggunakan kapal dari Dermaga Marina Ancol dan Muara Angke.
- Pulau Pari menyajikan paronama pada saat sunset maupun sunrise serta sejumlah pantai yang indah di antaranya adalah Pantai Perawan dan Pantai Bintang
- Di Pantai Bintang, pengunjung dapat melihat secara langsung habitat bintang laut yang berada di bibir pantai setempat. Masyarakat sekitar pantai sebagai pengelola telah memasang larangan untuk tidak membawa pulang bintang laut demi kelestariannya.
- Dulu masyarakat setempat merupakan petani rumput laut, tetapi karena berbagai faktor, seperti reklamasi, maka rumput laut jadi tidak subur. Kini, warga sekitar banyak yang beralih menjadi pelaku wisata, seperti menyediakan homestay dan makanan bagi wisatawan
Kapal cepat itu melaju dari Dermaga Marina Ancol, Jakarta menuju ke gugusan Kepulauan Seribu. Gedung-gedung tinggi yang awalnya kelihatan, lambat laun hilang tertutup kabut putih seiring dengan semakin jauhnya kapal meninggalkan pantai Jakarta. Dengan tarif kapal cepat Rp150 ribu per orang, kapal cepat itu melayani penumpang ke sejumlah pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Ada juga kapal biasa yang berangkat dari Kali Adem, Muara Angke. Kalau dari situ tarifnya Rp45 ribu hingga Rp50 ribu dengan waktu sekitar dua jam.
Salah satu yang menjadi tujuan wisatawan adalah Pulau Pari. Pulau itu merupakan satu dari gugusan pulau-pulau yang ada di Kepulauan Seribu. Di sepanjang perjalanan selama sekitar satu jam, pengunjung dapat melihat panorama Laut Jawa. Di alur pelayaran itu, masih terlihat para nelayan tradisional yang melaut, kapal feri pengangkut penumpang serta tongkang pengangkut batubara. Tampaknya memang alur pelayaran yang cukup padat.
baca : Pulau Pramuka, Bukan Objek Wisata Menyelam Semata
Satu jam lebih perjalanan ke Pulau Pari. Sebagian besar penumpang turun di dermaga, tetapi masih ada yang berlanjut ke Pulau Tidung maupun ke Pulau Harapan. Warung, sekolah, dan rumah penduduk menjadi pemandangan daratan di pingiran dermaga pulau setempat yang luasnya hanya 0,95 km2 tersebut. Di pulau setempat tidak ada hotel. Penginapan adalah rumah-rumah milik penduduk setempat. Tetapi cukup nyaman untuk dijadikan tempat istirahat. Bagi yang ingin berkemah, bisa juga di sekitar pantai.
Untuk penginapan, masih cukup murah. Satu rumah yang diisi sebanyak 4-6 orang dipatok Rp400 ribu hingga Rp700 ribu. “Penginapan cukup baik. Yang jelas tersedia air bersih yang cukup dan kamar mandi juga bersih,”ujar Agus, 42, salah seorang pengunjung di Pulau Pari pada Sabtu (20/7) lalu.
Di sekitar pulau, jalanan tidak ada yang lebar. Semuanya sempit. Tak terlihat mobil di pulau setempat. Hanya sepeda motor dan sepeda. Bagi wisatawan yang ingin keliling pulau, sudah disediakan sepeda. Biasanya sepeda itu merupakan salah satu fasilitas penginapan. “Dengan mengayuh sepeda, kami bisa ke Pantai Perawan maupun ke Pantai Bintang. Jaraknya tidak terlalu jauh. Sehingga kalau tidak ingin bersepeda, bisa dengan jalan kaki,”katanya.
baca juga : Pulau Pramuka, Wisata Underwater di Jakarta
Salah satu yang menjadi favorit pengunjung adalah Pantai Perawan, terutama menjelang senja. Sebab, wisatawan yang datang disuguhi panorama sunset yang menawan. Tetapi jika ingin lebih luas pemandangannya, maka dapat menumpang perahu kecil. “Perahu kecil membawa kami agak ke tengah laut, melewati hutan mangrove. Ternyata hanya dengan Rp10 ribu untuk biaya keliling, kami dapat menikmati sunset yang indah. Luar biasa panoramanya,”ujar Dian Aprilia, 28, wisawatan lainnya.
Tetapi bagi yang tidak ingin naik perahu tradisional, masih tetap dapat bertahan di bibir Pantai Perawan. Di lokasi setempat ada tempat untuk duduk-duduk maupun lokasi yang dapat dipakai untuk mandi laut. Nah, bagi yang ingin menikmati pantai sambil berkemah, pengunjung dapat membangun kemahnya di sekitar pantai.
Suasana malam hari juga dapat dinikmati di pulau setempat. Para pengunjung dapat membuat kuliner ikan bakar sendiri di sekitar pantai. Kalau datang secara berombongan, maka dapat memesan ikan bakar dan makanan kecil lainnya. Minumannya bisa memesan teh panas atau kopi.
“Menikmati malam di Pulau Pari ternyata mengasyikkan. Duduk di pantai sambil menikmati kopi dengan mendengarkan musik dan deburan ombak. Kami ke sini cukup tepat waktunya, karena bulan masih besar dan langit cerah. Jadi, malam harinya mandi cahaya bulan,” tambah Wawan, 45 wisatawan asal Purwokerto, Jawa Tengah.
menarik dibaca : Pulau Pari, Gairah Wisata Baru di Kepulauan Seribu
Menikmati malamnya tidak perlu sampai larut, agar bisa bangun pagi-pagi sekali. Selepas subuh, pengunjung dapat berjalan kaki atau mengayuh sepeda menuju ke Pantai Bintang. Di pantai setempat, pengunjung dapat menikmati indahnya sunrise. Lokasi itu dinamakan Pantai Bintang, karena pasir putih di pantai setempat dipenuhi bintang laut.
“Di sini memang banyak bintang laut. Tetapi pengunjung tidak boleh membawanya pulang. Itu sudah menjadi komitmen kami sebagai warga di sini demi kelestarian bintang laut. Makanya, kami memasang papan peringatan di sekitar pantai,”tegas Adam, salah seorang warga yang juga sebagai penjaga pantai.
Bintang laut cukup banyak terlihat di sekitar Pantai Bintang. Ukurannya tidak terlalu besar. Warnanya putih pasir. “Kalau di tengah, bintang laut cukup besar ukurannya. Bahkan warnanya macam-macam. Tetapi lebih baik di tengah saja, kami khawatir kalau sampai pinggir malah bisa terganggu dengan adanya pengunjung. Karena itulah, meski di sini kecil-kecil, sebisa mungkin kami menjaganya. Warga juga mengajak kepada pengunjung untuk turut serta menjaga kelestariannya,”ujarnya.
perlu dibaca : Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?
Adam bersama dengan seorang warga lainnya terlihat cukup sibuk membersihkan sampah-sampah di sekitar pantai. “Selain menjaga pantai agar pengunjung tidak membawa pulang bintang laut, kami juga membersihkan sampah. Saat sekarang sampah tidak terlalu banyak.Tetapi kalau ada musim angin darat maka sampah dari daratan Pulau Jawa banyak yang terbawa sampai ke Pulau Pari. Luar biasa sampahnya. Tidak hanya kayu-kayu, tetapi juga plastik dan botol,”jelasnya.
Adam menambahkan, dulu warga di Pulau Pari, umumnya merupakan petani rumput laut. Namun, karena berbagai faktor, salah satunya adalah adanya reklamasi, maka lambat laun rumput laut menjadi tidak subur, karena adanya sampah maupun dampak reklamasi.
“Saya tidak tahu persis penyebabnya, tetapi salah satunya adalah reklamasi. Sebab, begitu ada proyek reklamasi, maka rumput laut jadi sulit tumbuh. Sehingga untuk dapat bertahan, masyarakat di sini mulai mengembangkan wisata,”ujarnya.
Zaelani, pemuda di Pulau Pari, juga mengatakan kalau Pulau Pari dulunya adalah sentra penghasil rumput laut. Tetapi ternyata sejak adanya reklamasi dan pembuatan pulau, maka rumput laut tidak sebagus dulu. “Maka dari itu, sejak beberapa tahun terakhir, masyarakat di Pulau Pari mulai mengembangkan wisata. Salah satunya adalah membuka wisata Pantai Bintang dan membuat bangku-bangku untuk istirahat. Kami menarik tarif hanya Rp2.500 per per pengunjung untuk biaya bersih-bersih. Di sisi lain, warga juga mulai membersihkan rumahnya untuk homestay bagi pengunjung yang menginap di Pulau Pari,”jelas Zaelani.
baca juga : Kekerasan di Pulau Pari Dibawa ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Selain menikmati pantai, kata Zaelani, bagi yang senang beriwisata bawah laut, maka dapat ikut snorkeling. “Ada beberapa spot yang dapat dijadikan tempat snorkeling. Biasanya, kalau pengunjung yang ikut paket wisata, snorkeling menjadi salah satu agenda wisata. Lokasinya hanya sekitar setengah jam perjalanan dengan kapal dari Dermaga Pulau Pari,”katanya.
Kepala Suku Dinas Kominfo Kabupaten Kepulauan Seribu Bandok Eko Priambodho mengatakan pemerintah setempat terus mengembangkan wisata di Pulau Pari. “Setiap tahunnya, ada 100 ribu wisatawan yang datang ke Kepulauan Seribu. Untuk wisata di pulau-pulau di Kepulauan Seribu tidak bisa langsung banyak, karena terbatasnya daya dukung pulau,”ujarnya.
Salah satu yang kini jadi persoalan adalah sampah. Setiap bulan April sampai Juli, sampah-sampah banyak yang terdampar di pulau-pulau di Kepulauan Seribu, salah satunya di Pulau Pari. “Karena ada dorongan angin dari arah daratan Pulau Jawa, maka sampah terbawa sampai ke sini. Saya tidak dapat mengatakan asal sampah dari mana, yang jelas dari selatan ke utara. Pemerintah telah menyediakan kapal pengangkut sampah dengan kapasitas 5 ton untuk mengangkut sampah plastiknya,”ujarnya.