- Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Bengkulu menolak gugatan masyarakat Kelurahan Teluk Sepang atas pertimbangan pembangunan dan uji coba PLTU tidak memiliki dampak merugikan.
- Tercatat, sudah 18 penyu mati ditemukan di di sekitar air pembuangan PLTU Teluk Sepang.
- Universitas Bengkulu [Unib] sudah mengeluarkan hasil uji laboratorium kualitas air di Teluk Sepang. Hasilnya, di sekitar limbah, suhu air naik signifikan.
- BKSDA Bengkulu masih menunggu hasil uji laboratorium Balai Besar Veteriner Bogor.
Baca sebelumnya: Putusan Majelis Hakim Tidak Berpihak pada Masyarakat Teluk Sepang [Bagian 1]
**
Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Bengkulu menolak gugatan masyarakat Kelurahan Teluk Sepang, terkait izin lingkungan PLTU Batubara Teluk Sepang, Bengkulu, Selasa [17/12/2019].
Lima hari setelah PTUN Bengkulu menolak gugatan izin lingkungan PLTU Teluk Sepang, Bengkulu, Suarli Sarim [28] tetap resah. Pegiat lingkungan dari Koalisi Langit Biru [gabungan masyarakat Teluk Sepang, pegiat lingkungan dari berbagai lembaga swadaya masyarakat dan mahasiswa penolak PLTU Teluk Sepang] itu, merasa PTUN Bengkulu tidak mempertimbangkan dampak limbah, yang mulai terasa walau sekadar uji coba.
Menurut Suarli, alasan mejelis hakim yang membuat dia tidak terima adalah ketika disebutkan penggugat tidak punya kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan. Pertimbangan hakim yang menegaskan pembangunan dan uji coba PLTU tidak memiliki dampak merugikan juga membuatnya tidak habis pikir.
“Padahal dampak paling kentara saat ini adalah kenaikan suhu air laut di Pantai Teluk Sepang,” kata dia, Ahad [22/12/2019].
Baca juga: Penyu Mati di Bengkulu Bertambah. Penyebabnya, Selain Sampah Plastik Ada Dugaan Akibat Limbah
Menurut pria berambut keriting itu, majelis hakim menganggap sepele dampak naiknya suhu air laut yang bisa merusak keberlangsungan hidup biota laut. Kondisi yang terlihat sekarang adalah banyaknya penyu mati di sekitar pembuangan limbah air bahang. “Sudah 19 ekor penyu mati,” terangnya.
Rinciannya, 11 November [2 ekor], 13 November [1 ekor], 18 November [2 ekor], 4 Desember [4 ekor], 6 Desember [2 ekor], 16 Desember [1 ekor], 19 Desember [1 ekor], 20 Desember [3 ekor], 21 Desember [1 ekor], dan 22 Desember [2 ekor].
“Bangkai-bangkai penyu yang ditemukan di Teluk Sepang kami bawa ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Bengkulu,” terangnya.
Khusus matinya penyu pada 19 dan 20 Desember, Suarli bersama pegiat lingkungan telah membawanya ke kantor Gubernur Bengkulu. Namun, orang nomor satu di ‘Bumi Rafflesia’, Rohidin Mersyah, tidak ada di kantornya. Mereka diterima Asisten II Setda Provinsi Bengkulu, Yuliswani.
Jumat siang itu, Yuliswani mengatakan, Pemerintah Provinsi Bengkulu akan berkoordinasi dengan masyarakat, agar ketika ditemukan penyu mati, pihaknya langsung ke lapangan.
“Kami tidak diam dengan kejadian penyu mati. Kami minta masyarakat melapor untuk memastikan kebenarannya,” terangnya.
Baca juga: Belum Ada Aturan Jelas soal Buangan Limbah PLTU ke Laut
Hasil kajian Universitas Bengkulu
Sekretaris Jurusan Biologi Universitas Bengkulu [Unib], Abdul Rahman, mengatakan pihaknya sudah melakukan pengambilan sampel air di Teluk Sepang.
“Kami mengambil dua sampel,” terangnya kepada Mongabay Indonesia.
Abdul Rahman menceritakan, dia dan tim mengambil sampel pada Ahad [01/12/2019]. Sampel pertama dari kolam limbah air bahang, dan sampel kedua sebagai kontrol, diambil sejauh dua kilometer dari kolam limbah.
“Kami ambil bersamaan. Di lokasi berjarak dua kilometer dari limbah, suhu air laut terdata 24 derajat Celcius, sedangkan di air buangan PLTU yang masuk ke laut 32 derajat Celcius. Perbedaan dua tempat itu 8 derajat,” terangnya.
Hasil sampel Unib ini menguatkan uji yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Bengkulu, Rabu [20/11/2019]. Dari temuan DLHK, tercatat temperatur air di kolam air bahang sekitar 35 derajat Celsius.
“Sekitar limbah ada kenaikan suhu signifikan,” ujarnya.
Mongabay Indonesia juga melakukan pemantauan di sekitar kolam air bahang. Tampak air yang keluar dari saluran limbah itu berbusa tebal cokelat, disertai bau menyengat. Busa menyebar ke beberapa wilayah seperti Pantai Panjang, bahkan dari temuan warga, busa menyebar hingga Pulau Tikus.
Abdul Rahman menjelaskan, peningkatan suhu akibat air umpan boiler yang suhu air buangannya lebih tinggi dari suhu perairan sekitar. Bahkan, suhu air buangan bisa mencapai 40 derajat Celcius, sementara suhu perairan normal 30 derajat.
Proses fisik yang paling mendasar adalah saat limbah panas masuk ke badan air. Ini menyebabkan suhu air meningkat sampai kehilangan panas dipermukaan. “Suhu yang tinggi itu mempengaruhi kelarutan oksigen. Semakin tinggi suhu, oksigen semakin sedikit.”
Dari temuan pihak Unib, didapatkan data bahwa oksigen di kolam limbah kecil, sekitar 6.5 PPM. Temuan ini kemungkinan melebihi estimasi, karena di lokasi kontrol oksigen tercatat sekitar 8.5, padahal, normal di laut harusnya sekitar 7. “Jika 8.5 dikonversi ke 7, maka 6.5 akan jadi 5, nilai oksigen terlarut sangat kecil,” kata dia.
“Namun, apabila volume limbah kecil dibanding volume air laut secara total, kemungkinan efeknya juga akan kecil,” tambahnya.
Pihak Unib juga sudah melakukan uji kandungan logam dan senyawa kimia lain yang diduga akan menjadi toksik [mematikan], walau dalam dosis kecil di perairan Teluk Sepang.
Uji sampel kandungan logam dan senyawa kimia itu mereka lakukan di Laboratorium Universitas Padjadjaran, Bandung. Hasil dari dua sampel air itu dinyatakan aman dari senyawa kimia selenium, arsenik, merkuri, choromium, cuprum, plumbum, dan zinc.
BKSDA masih menunggu hasil
Dokter hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Erni Suyanti Musabine telah melakukan pemeriksaan fisik pada penyu mati yang ditemukan Rabu [4/12/2019]. Hasilnya, tak ditemukan luka bekas apapun di seluruh bagian tubuh dari empat penyu yang ditemukan hari itu.
Dia juga melakukan nekropsi pada penyu itu, hasilnya tidak ditemukan plastik atau makanan yang mencurigakan di pencernaan. “Kami mengambil sampel hati, ginjal, dan saluran pencernaan pada dua bangkai penyu sisik untuk diuji di laboratorium,” ujarnya.
Erni mengatakan, dibutuhkan waktu dua minggu untuk mengatahui hasil pemeriksaan. “Untuk menjawab indikasi racun yang menyebabkan kematian penyu.”
Kepala BKSDA Bengkulu Donal Hutasoit menuturkan, sampel yang diambil pihaknya itu diuji di laboratorium Balai Besar Veteriner Bogor. Tujuannya, untuk menjawab dugaan indikasi racun. “Hasilnya belum keluar, kami masih menunggu,” kata dia, Senin [23/12/2019].
Sebelumnya, Kepala Resort Pantai Panjang dan Pulau Baai, Nevee Dianty, mengaku bingung dengan banyaknya penyu mati. “Kejadian beruntun baru terjadi beberapa waktu ini saja,” kata dia kepada Mangobay Indonesia awal Desember.
Jawaban
Manajemen PT. Tenaga Listrik Bengkulu [TLB] melalui HSE Enginer, Zulhelmi Burhan membantah jika ada tudingan PLTU penyebab kematian penyu. Menurutnya, pihak TLB rutin melakukan pengecekan limbah yang dikeluarkan. “Selalu kami lakukan, tak ada biota laut mati,” jelasnya dikutip dari Harian Rakyat Bengkulu.
Pihak perusahaan, lanjut Zulhemi, berkeyakinan prosedur pengelolaan limbah PLTU Teluk Sepang, Bengkulu, 2×100 Mw sudah sesuai aturan.