- Banjir bandang yang melanda tiga kabupaten di Provinsi NTT serta beberapa wilayah kabupaten dan kota di NTT diharapkan agar ditetapkan sebagai bencana nasional agar penanganannya bisa lebih baik
- WALHI NTT meminta agar gubernur menetapkan bencana di NTT sebagai darurat bencana daerah. Hal ini penting karena menjadi landasan untuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mempunyai kemudahan akses
- Direktur YPPS Flores Timur menyarankan solusi pencegahan resiko bencana yaitu penanaman pohon sebagai upaya mitigasi bencana dan melakukan relokasi pemukiman warga.
- Kepala UPT KPH Flores Timur mengatakan kejadian banjir bandang memang sering terjadi akibat dari akumulasi jangka panjang kelalaian manusia. Banjir terjadi akibat lahan tutupan baik di dalam kawasan hutan negara maupun di luar hutan negara berkurang drastis
Cuaca ekstrem akibat badai siklon tropis Seroja mengakibatkan banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Ada 12 kabupaten di NTT yang terdampak, dimana tiga kabupaten terdampak cukup besar yaitu di Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Lembata dan Kabupaten Alor.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Rabu (7/4/2021) pukul 14.00 WIB, terdapat 124 orang korban jiwa akibat banjir bandang dan longsor di NTT dan 74 orang sedang dalam pencarian, serta 13.230 orang mengungsi.
Kapala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati mengatakan jumlah korban meninggal tersebar di beberapa kabupaten dan kota. Sebanyak 67 jiwa dari Kabupaten Flores Timur, Lembata 28 orang, 21 orang dari Kabupaten Alor, 3 orang dari Malaka dan masing-masing 1 korban dari Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Ende.
“Jumlah orang hilang akibat bencana tersebut mencapai 74 orang yang tersebar di beberapa kabupaten seperti 6 orang dari Flores Timur, 44 di Lembata dan 24 orang di Alor,” terangnya dalam konferensi pers, Rabu (7/4/2021).
baca : Apa yang Terjadi di Laut Apabila Cuaca Ekstrim Bergabung dalam Satu Waktu?
Sementara itu data dari SAR Maumere yang diterima Mongabay Indonesia menyebutkan, hingga Rabu (7/4/2021) korban meninggal dunia di Kabupaten Flores Timur di Pulau Adonara, Lembata dan Alor telah mencapai 97 orang meninggal dunia dan 69 orang sedang dalam pencarian.
Kepala Kantor SAR Maumere, I Putu Sudayana menjelaskan, untuk Kabupaten Flores Timur korban meninggal dunia 65 orang dan sedang dalam pencarian 4 orang.
Sementara itu sebutnya, untuk Kabupaten Alor korban meninggal dunia 17 orang, dan sedang dalam pencarian 24 orang. Sedangkan untuk Kabupaten Lembata, korban meninggal dunia 15 orang dan masih dicari 41 orang.
Persoalan Status Bencana
Pengungsi di Posko MAN Flores Timur asal Kelurahan Waiwerang Kota, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Moses Sianubi kepada Mongabay Indonesia, Senin (5/4/2021) menjelaskan kondisi banjir.
Moses mengatakan hujan mulai melanda Adonara sejak hari Rabu (31/3/2021) sejak pagi hingga malam. Hujan terus berlangsung hingga Sabtu (3/4/2021) dan ketinggian air mulai meningkat.
“Puncaknya terjadi banjir bandang, Minggu (4/4/2021) sekitar jam 02.00 WITA. Saat itu posisi listrik padam sehingga saya bersama anak lari ke jalan namun sudah terjadi banjir bandang dengan ketinggian air mencapai sekitar 60 sentimeter,” terangnya.
baca juga : BMKG: Perubahan Iklim Picu Cuaca Ekstrem
Bruno mengakui dirinya bersama anak perempuannya terseret banjir sejauh 50 meter. Keduanya selamat karena memegang tembok rumah warga dan naik ke rumah warga.
“Jalan raya sudah tergenang sehingga saya dan anak saya dievakuasi warga dengan cara dipikul melewati hutan hingga ke posko ini,” ujarnya.
Sedangkan Bruno Marianus pengungsi di Posko Pengungsi Kantor Camat Adonara Timur menjelaskan, banjir bandang datang secara tiba-tiba dengan ketinggian hingga sekitar 2 meter.
Bruno warga Kelurahan Waiwerang Kota mengaku bisa selamat karena rumahnya berada di ketinggian. Namun rumah lainnya di bagian bawah habis tersapu banjir.
“Anak dan menantu saya mengalami luka-luka dan terseret banjir namun selamat. Hanya cucu saya tidak tertolong dan meninggal dunia sehingga kami langsung urus pemakamannya sendiri,”ucapnya
Bruno meminta agar pemerintah harus lebih sigap dalam penanganan bencana sebab setelah terjadi bencana warga harus mengungsi dan menyelamatkan diri.
Dia mengaku kesal sebab sejak terjadi bencana, tidak ada bantuan apapun dari pemerintah kabupaten. Dirinyapun tidak mendapat pendataan kerusakan rumah yang dialami.
“Kita berharap agar status bencana ini harus dijadikan bencana nasional agar bisa mendapatkan perhatian khusus pemerintah pusat. Kalau mengharapkan pemerintah daerah sangat sulit sebab aparat pemerintah daerah hanya datang ketika Menteri Sosial berkunjung ke lokasi bencana, Selasa (6/4/2021) kemarin,” ucapnya.
perlu dibaca : Ratusan Bencana di Awal Tahun Penanda Krisis Lingkungan Hidup
WALHI NTT menyebutkan, melihat dari eskalasi bencana dan kerusakan yang ditimbulkan pihaknya meminta agar Gubernur NTT menetapkan status darurat bencana daerah.
Direktur WALHI NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi menyebutkan, hal ini sebagaimana mandat Undang-Undang No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Hal ini penting karena menjadi landasan untuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mempunyai kemudahan akses,” jelasnya dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia.
Kemudahan akses tersebut meliputi, pengerahan sumberdaya manusia, peralatan, logistik, imigrasi, cukai dan karantina serta perizinan. Juga kemudahan akses pengadaan barang/jasa, pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang, penyelamatan dan komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.
“Kalau penetapan status darurat bencana tidak dilakukan sulit bagi BPBD untuk bekerja maksimal terutama dari segi kebijakan penanggulangan bencana. Status Darurat bencana penting untuk mempermudah layanan cepat buat rakyat,” tegasnya.
baca juga : Banjir jadi Langganan, Walhi: Bencana Ekologis Perlu Penanganan Serius dan Terintegrasi
Solusi Cegah Resiko
Lereng Gunung Ile Boleng terdiri dari perbukitan yang ditumbuhi hutan tropis sekunder yang kering, savana dan perkebunan kelapa. Kayu Ampupu (Eucalyptus urophylla), Kesambi (Schleichera oleosa), Jambu Hutan (Gugenis sp) dan Asam (Tamarindus indica).
Direktur Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) Melky Koli Baran kepada Mongabay Indonesia, Rabu (7/4/2021) mengatakan besar kemungkinan banjir bandang ini merupakan dampak dari erupsi besar gunung berapi Ile Boleng (1.659 Mdpl) sekitar tahun 1970-an.
Melky katakan buangan material erupsi menimbun wilayah pulau Adonara sehingga lapisan tanah bagian atasnya terdiri dari pasir. Kondisi ini, ketika tidak diikat oleh akar tanaman maka akan terlepas dan menyebabkan longsor serta banjir saat hujan lebat.
“Untuk tidak terjadi banjir bandang maka perlu memperkuat ikatan tersebut dengan menanam pepohonan,” sarannya.
Melky menjelaskan empat gunung di Flores Timur yakni Gunung Ile Boleng, Lewotobi, Ile Mandiri dan Labalekan merupakan gunung dengan sebaran tanaman endemiknya pohon Ampupu (Eucalyptus urophylla).
Ia sebutkan Ampupu memiliki akar tunggal sehingga bisa sebagai penahan tanah. Ampupu biasanya tumbuh bersama rumpun semak yang tebal di sekitarnya yang berfungsi untuk menahan air.
“Saya pernah mendapatkan informasi, penebangan pohon ini sangat tinggi di Ile Boleng,” ucapnya.
perlu dibaca : Catatan Awal Tahun: Antisipasi dan Kesadaran Hidup di Negeri Rawan Bencana
Selain itu tambah Melky, dalam peta resiko bencana kabupaten Flores Timur yang sudah dibuat YPPS dan BPBD Flores Timur, kawasan pemukiman di Kecamatan Ile Boleng masuk dalam kawasan resiko bencana.
Ia jelaskan kawasan ini beresiko erupsi lahar panas dan lahar dingin karena berada di lereng gunung. Lahar panas kalau gunung meletus dan lahar dingin seperti banjir bandang ini karena terjadi longsoran pasir.
“Sesuai tata ruang, desa-desa di Ile Boleng berada di kawasan yang beresiko tinggi bencana,” jelasnya.
Mely sarankan, untuk mencegah resiko, solusi pertama, melakukan pengurangan resiko lewat mitigasi dengan menanam pohon, membuat tanggul, memperbesar saluran air dan talud agar air bisa mengalir melalui jalurnya.
Solusi kedua, harus dilakukan relokasi pemukiman ke lokasi yang lebih aman. Namun solusi kedua ini, katanya, sulit terlaksana karena belum tentu masyarakat mau dipindahkan.
“Semua kampung di lereng gunung Ile Boleng memang masuk dalam kawasan beresiko. Untuk itu perlu ada upaya pengurangan resiko bencana,” tegasnya.
Melky memaparkan, Kabupaten Flores Timur memiliki sembilan ancaman bencana yakni gempa bumi, banjir, longsor, tsunami, abrasi, angin kencang, gunung meletus, cuaca ekstrim dan konflik sosial.
“Pemerintah harus melakukan mitigasi bencana di daerah-daerah rawan bencana. Mitigasi ini yang masih lemah sehingga resiko bencana tidak berkurang dan jumlah korban tinggi,” ucapnya.
baca juga : Pentingnya Literasi Kebencanaan di Negeri Rawan Bencana
Hutan Tutupan Berkurang
Kepala Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelola Hutan (UPT KPH) Kabupaten Flores Timur Vinsensius F. Kelado menjelaskan, kawasan hutan di Adonara masuk kawasan hutan lindung.
Namun Vinsensius mengakui, kawasan pemukiman warga berada Pulau Adonara yang berada di lereng gunung Ile Boleng berada di luar kawasan hutan lindung.
Wilayah Desa Nelelamadike, Kecamatan Ile Boleng yang merupakan lokasi bencana berada sejauh 2,2 km dari kawasan hutan lindung.
Sementara Desa Wairburak di Kecamatan Adonara Timur sejauh sekitar 3 km dan Desa Oyang Baran Kecamatan Wotan Ulumado berada sekitar 4 km dari kawasan hutan lindung.
“Masyarakat di Pulau Adonara memang pemukiman dan kebunnya berada di luar kawasan hutan lindung,” tegasnya.
Vinsensius katakan kejadian banjir bandang memang sering terjadi akibat dari kelalaian manusia dalam jangka waktu lama. Banjir akibat lahan tutupan baik di dalam kawasan hutan negara maupun di luar hutan negara berkurang drastis.
Ia mengakui, di Adonara kawasan hutannya memang tidak terlalu luas dan terus berkurang sebab hanya empat persen dari luas daratan. Adanya sistem tebas bakar, ladang berpindah dan tidak adanya terasering, katanya, ikut memicu terjadinya banjir bandang.
“Lereng gunung Ile Boleng kemiringan bisa mencapai 45 derajat dan tanahnya berpasir sehingga tingkat kelabilan tanah tinggi. Bisa juga banjir bandang diperparah karena daerah bantaran kali dijadikan pemukiman warga,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Benediktus Bedil, Direktur LSM Barakat Kabupaten Lembata. Menurutnya, banjir bandang yang melanda wilayah Ile Ape dan Ile Ape Timur yang berada di kaki gunung Ile Lewotolok akibat dari berkurangnya hutan tutupan.
Benediktus katakana berkurangnya hutan tutupan akibat dari kebakaran hutan yang terjadi sebelumnya dan dampak dari erupsi gunung api yang mengakibatkan banyak pepohonan mati.
“Memang harus ada upaya untuk melakukan penghijauan agar kawasan hutan tetap terjaga sehingga fungsi hutan sebagai penyerap air hujan dan mencegah bencana bisa berjalan,” tuturnya.
Pergerakan Siklon Tropis Kejora dan Pesisir yang Terdampak
Dampak Siklon Tropis Kejora yang menghantam Flores Timur diperkirakan berdampak pada hujan lebat dan gelombang tinggi di sejumlah kepulauan lain. Warga diminta memantau cuaca terutama pesisir di kawasan Indonesia Timur dan Tengah. Pada 6 April siklon diprediksi menjauh ke arah Samudera Hindia, dan diperkirakan mereda.
Prof. Ir. Dwikorita Karnawati Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG) pada konferensi pers darurat jelang tengah malam pada Minggu (4/4/20210 mengatakan bibit siklon ini sudah diprediksi pada Jumat (2/4/2021) dan pihaknya menerbitkan peringatan cuaca ekstrim. Pemantauan di Tropical Warning Center menyatakan bibit siklon berkembang jadi siklon pada jam 21.00 WIB.
Akhirnya terjadi, siklon tropis Seroja menguat pada dini hari hingga pagi hari pada 5 April, dan diprediksi berlangsung 6-12 jam ke depan sejak 19.00 WIB pada 4 April. Nama siklon tropis ini Seroja, sesuai urutan siklon tropis secara internasional. Hingga 24 jam ke depan, posisi siklon diprediksi di Samudera Hindia di barat daya pulau Rote.
“Dampaknya makin menguat. Sejak bibit saja menimbulkan bencana, dikhawatirkan meningkatkan risikonya,” ujar Dwikorita. Ia meminta warga waspada cuaca ekstrim yang masih terjadi bibit siklon 99S ini.
Siklon Seroja mulai terbentuk di Laut Sawu, NTT. Keberadaan siklon tropis telah menimbulkan cuaca ekstrim, hujan sangat lebat, angin kencang, dan gelombang sangat tinggi dan bencana.
Bibit siklon tropis 99S berada di posisi Perairan Kepulauan Rote, NTT, sekitar 24 km sebelah barat daya Kupang dengan arah pergerakan sistem ke arah Timur hingga timur laut dengan kecepatan 3 knots (6 km/jam) bergerak menjauhi wilayah Indonesia. Namun kecepatan angin maksimum di sekitar sistemnya adalah 30 knots (55 km/jam) dengan tekanan di pusat sistemnya mencapai 996 hektopascal (hPa).
Prediksi 24 jam ke depan posisi sistem diprediksikan di sekitar Samudra Hindia sebelah barat daya Pulau Rote, sekitar 185 km sebelah selatan barat daya Waingapu dengan arah gerak sistem ke arah Barat barat Daya. Kecepatan 9 knots (10 km/jam) bergerak menjauhi wilayah Indonesia. Kecepatan angin maksimum di sekitar sistemnya 45 knots (85 km/jam) dengan tekanan di pusat diprediksikan sekitar 980 hPa.
“Ini kencang, tekanan di pusat siklon,” imbuhnya.
Bibit Siklon Tropis 99S memberikan dampak terhadap cuaca di Indonesia berupa potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat/petir serta angin kencang di wilayah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.
Ia mengingatkan siklon tropis Seroja ini tipe gerakannya lambat, namun makin lambat maka makin lama dampak yang dirasakan.
Gelombang laut dengan ketinggian 1.25 – 2.5 meter di Selat Sumba bagian timur, Selat Sape, Laut Sumbawa, Perairan utara Sumbawa hingga Flores, Selat Wetar, Perairan Kepulauan Selayar, Perairan selatan Baubau – Kepulauan Wakatobi, perairan Kep ulauan Sermata – Leti, Laut Banda bagian utara, dan Laut Arafuru bagian barat.
Selain itu prediksi gelombang laut dengan ketinggian 2.5 – 4.0 meter di Selat Sumba bagian barat, Laut Flores, Perairan selatan Flores, Perairan selatan Pulai Sumba, Laut Sawu, Selat Ombai, dan Laut Banda selatan bagian barat.
Sementara gelombang laut dengan ketinggian 4.0 – 6.0 meter di Perairan Kupang-Pulau Rote, Samudra Hindia selatan NTT, dan Laut Timor selatan NTT.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG menjelaskan prakiraan curah hujan wilayah Indonesia periode 4-9 April. Pada 4 April hujan ekstrim lebih 150 mm/detik di Sumba Timur dan Ruteng sehingga banjir bandang dan longsor. Diperkirakan 5-6 April makin menghilang ke arah barat daya.
BMKG minta kewaspadaan warga pesisir NTT, NTB, dan Bali karena ada potensi hujan lebat dan angin kencang masih bisa terjadi. Pada 6 April siklon diprediksi menjauh ke arah Samudera Hindia, dan diperkirakan mereda.
BMKG telah merilis adanya dua bibit siklon tropis yang dapat berdampak pada cuaca ekstrem. Salah satunya potensi curah hujan lebat dan angin kencang di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) sepekan ini, 3 – 9 April 2021.