Bercermin 2016, Benahi Kelola Lingkungan Tahun Ini

Pemerintah berkomitmen memperhatikan aspek lingkungan dalam gerak pembangunan. Antara lain, janji pembenahan tata kelola lingkungan seperti hutan dan lahan, sampai penegakan hukum bagi pelanggar aturan. Selama 2016, mulai ada upaya baik dan perkembangan positif, tetapi tak dipungkiri masih banyak catatan kelam.

Kalangan organisasi masyarakat sipil masih melihat, pemerintah lebih berpihak proyek pembangunan, minim perhatian perlindungan fungsi lingkungan dan hak masyarakat atas lingkungan baik dan sehat. Penegakan hukum lingkungan dan sumber daya alam belum berjalan transparan, akuntabel dan sinergis antarinstitusi.

Indonesia Center For Environmental Law (ICEL) punya catatan soal kebijakan pemerintah selama 2016.  Raynaldo Sembiring, peneliti ICEL mengatakan, catatan ICEL, ada beberapa hal positif hukum perlindungan lingkungan seperti gugatan nelayan dan organisasi lingkungan menang atas SK Gubernur Jakarta tentang izin pelaksanaan Pulau G. Juga putusan PTUN Bandung mencabut izin pembuangan limbah cair (IPLC) oleh Bupati Sumedang kepada tiga perusahaan.

Lalu, gugatan nelayan terhadap reklamasi Pulau G dikuatkan gugatan Komite Gabungan Pantai Utara Jakarta menyatakan reklamasi Pulau G harus dihentikan.

Catatan positif lain saat Agustus Pengadilan Tinggi Palembang membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan memenangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas PT. Bumi Mekar Hijau dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2014.

Kanal dibuat menoreh gambut dalam di Ogan Komering Ilir, Sumsel. Lahan gambut bekas terbakar yang izin pelepasan hutan buat tebu ini malah ditanami sawit. Foto: Humas KLHK
Kanal dibuat menoreh gambut dalam di Ogan Komering Ilir, Sumsel. Lahan gambut bekas terbakar yang izin pelepasan hutan buat tebu ini malah ditanami sawit. Foto: Humas KLHK

Pada November Mahkamah Agung mencatat sejarah putusan ganti rugi lingkungan terbesar kepada PT. Merbau Pelalawan Lestari (MPL) Rp16,2 triliun karena merusak hutan.

Meskipun begitu, sederet catatan negatif menjadi perhatian ICEl. Mulai penerbitan Perpres No.18 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah, penghentian penyidikan perkara karhutla terhadap 15 korporasi oleh Polda Riau. Juga, kebijakan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan melanjutkan kembali reklamasi Pulau G dan pembatalan putusan PTUN Jakarta— memberlakukan kembali SK Gubernur Jakarta tentang izin reklamasi Pulau G.

“Terbitnya SP3 dan dua putusan ini menimbulkan reaksi keras dari nelayan dan pemerhati lingkungan, ” kata Dodo, panggilan akrabnya.

Pada Oktober,  MA mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali warga Rembang dan membatalkan izin lingkungan PT. Semen Indonesia. “Namun euphoria kemenangan diciderai kebijakan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.”

Kebakaran hutan dan lahan sebagai bentuk tata kelola lingkungan yang buruk.
Kebakaran hutan dan lahan sebagai bentuk tata kelola lingkungan yang buruk.

Tata kelola hutan dan lahan

Dia juga bertanya-tanya soal capaian Inpres No 11/2015 tentang peningkatan pengendalian karhutla. Dodo menyoroti kejelasan target dan capaian terukur. Banyak tindakan responsif, katanya, namun pencegahan seperti pengawasan kepatuhan perusahaan terhadap upaya pencegahan dan kesiapan hadapi karhutla, masih belum terlihat.

Belum lagi, kebijakan satu peta dan evaluasi izin berbasis lahan tak lagi terdengar. Janji pemerintah,  mendesak pelaku usaha memulihkan ekosistem terbakar tetapi hingga kini juga tak jelas.

“Sementara keringat dan pengorbanan petugas lapangan dan anggaran banyak terkuras.”

Kritikan keras lain ICEl soal UU Perkelapasawitan, dinilai tak penting dibahas terlebih begitu bamyak pekerjaan rumah DPR terkait tata kelola hutan dan lahan, seperti RUU Pertanahan, RUU Konservasi Sumber Daya Alam, RUU Masyarakat Hukum Adat, dan lain-lain.

“Masih banyak agenda lama belum tuntas, malah muncul RUU Perkelapasawitan. Menurut kami, sama sekali tak perlu diatur,” kata Direktur Eksekutif ICEL, Henri Subagiyo.

Menurut ICEL, UU ini tak urgen karena pemanfaatan sawit di Indonesia,  sebagai sumber pangan masih terbentur masalah lingkungan dan lahan. Masih banyak perusahaan tak patuh penanaman berkelanjutan. “Ini kurang diawasi pemerintah.”

Dari segi lingkungan,  pembukaan lahan dengan cara bakar masih jadi pilihan karena dianggap murah dan efisien. Padahal, pembakaran jelas penyumbang emisi utama dari Indonesia.Belum lagi, katanya, penerimaan perpajakan dari sawit makin menurun, pembahasan RUU ini pun makin tak relevan.

Menurut Henri, RUU ini bermasalah dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum karena berbenturan dengan UU lain. “Dari 17 bab yang diatur dalam RUU, 13 bab sudah diatur dan hanya merupakan pengulangan UU Perkebunan.”

Dengan kata lain, RUU justru hanya menfasilitasi kemudahan untuk pelaku usaha sawit dalam menanam modal maupun perluasan lahan.

Sorotan ICEL lain soal realisasi capaian target perhutanan sosial, hingga November 2016 baru 1,6 juta hektar hutan sosial ditetapkan dari 12, juta hektar target.

“Realisasi izin masih sangat jauh dari target,” kata Dodo.

Aktivitas PT Merbau Pelalawan Lestari. Foto: Eyes on the Forest
Aktivitas PT Merbau Pelalawan Lestari. Foto: Eyes on the Forest

Untuk pencemaran , ICEL menilai keberhasilan rencana strategis KLHK dalam pengendalian pencemaran air, kurang ambisius. “Hanya fokus pada 15 dari 81 sumber air DAS yang berstatus tercemar.”

Pada 2016,  merupakan tahun kedua realisasi rencana strategis pengendalian pencemaran air, hingga akhir tahun belum satupun daya tampung beban pencemaran dan alokasi beban pada 15 sungai ditetapkan.

“Ujung-ujungnya tak jelas. Perizinan pembuangan limbah harus berbasis daya tampung dan daya dukung lingkungan.”

Upaya penegakan hukum kasus karhutla, juga belum menyentuh kerugian akibat pencemaran udara, masih dominan aspek kerusakan lahan. Kerugian masyarakat, seperti ISPA atau kegiatan sekolah dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. “Banyak kasus pencemaran masih sedikit yang mempertimbangkan dampak kesehatan publik,” katanya.

Perihal proyek PLTU batubara, juga menjadi sorotan penting karena terus menimbulkan keresahan masyarakat seperti di Desa Celukan Bawang, Buleleng, Bali, menderita batuk, mual dan pusing akibat debu PLTU Celukan. Warga Dukuh Sekuping, Jepara, terganggu debu dan kebisingan PLTU Tanjung Pati. Petani, nelayan Desa Mekarsari dan Patrol, Indramayu,  merasa hasil kerja menurun karena PLTU.

“Masih ada 100 lebih PLTU lain kemungkinan besar menimbulkan dampak buruk serupa yang terjadi karena tak ada pengkajian ulang baku mutu emisi dari PLTU.”

Serupa bisa terjadi dengan PLTSa (sampah). Dalam Perpres No 18 tahun 2016, pembangunan PLTSa bisa mulai sebelum Surat Kelayakan Lingkungan Hidup dan izin lingkungan terbit.

“Artinya ketika kelayakan lingkungan masih dalam penilaian, konstruksi fisik dapat dimulai.”

Lubang tambang batubara di Kalimantan Timur yang sejak 2011 hingga kini telah menelan korban 24 anak. Foto: Jatam Kaltim
Lubang tambang batubara di Kalimantan Timur yang sejak 2011 hingga kini telah menelan korban 24 anak. Foto: Jatam Kaltim

 

Kilas balik 2016

Mongabay sendiri merekam sebagian momen-momen penting lingkungan pada 2016. Dari kebijakan pemerintah, putusan pengadilan,  sampai peristiwa-peristiwa dari lapangan. Berikut beberapa petikan:

BRG terbentuk

Awal tahun, momen penting bagi Indonesia lewat pembentukan Badan Restorasi Gambut. Nazir Foead, didapuk sebagai kepala setelah Presiden Joko Widodo, mengeluarkan Peraturan Presiden pada 6 Januari 2016. Badan ini mendapat mandat merestorasi lahan gambut sekitar 2 juta hektaran.

Janji moratorium sawit dan tambang

Pada 4 April 2016, Presiden Joko Widodo sedang di Kepulauan Seribu melakukan pelepasliaran satwa. Dalam pidato dia menyampaikan kabar baik akam ada moratorium sawit dan tambang batubara. Pengumuman ini membuka harapan baru perbaikan tata kelola, sayangnya hingga akhir tahun, rencana itu masih baru bahasan alias belum terealisasi.

Tambang batubara

Tambang batubara, dari tahun ke tahun, termasuk 2016, masih memberikan sumbangan masalah besar, dari kerusakan lingkungan, konflik sosial, ruang hidup warga hilang sampai puluhan korban berjatuhan di lubang tambang yang ditinggalkan begitu saja. Kondisi di Kaltim, hanya salah satu potret.

IPOP bubar, susun penguatan ISPO

Pada Juli 2016, sebuah komitmen para perusahaan sawit yang berusaha berkelanjutan dan memperhatikan sosial masyarakat, tergabung dalam IPOP membubarkan diri setelah mendapat tekanan dari berbagai kalangan, terutama Kementerian Pertanian dan DPR. Sejalan dengan itu, pemerintah berjanji akan memperbaiki standar berkelanjutan sawit Indonesia, ISPO, yang masih lemah. Kini, perbaikan standar ISPO masih berlanjut.

SP3 karhutla perusahaan

Polda Riau, Juli 2016, mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk 15 perusahaan yang mengalami kebakaran pada konsesi mereka. Ada yang menyebutkan, penghentian penyidikan sejak Januari dan diumumkan Maret lalu. Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) pun melaporkan masalah ini ke Kompolnas, Selasa (2/8/16). Kapolri sampai mengeluarkan aturan polisi di daerah tak boleh keluarkan SP3 buat perusahaan. DPR pun sampai memberikan panitia kerja bahas SP3 ini.

Ma’ani (40 ) dengan bayinya (6 bulan) di depan rumah yang ditutupi kain tebal untuk melindungi mereka dari debu batubara PLTU di dekatnya, Cilacap Jawa Tengah. Salah satu anaknya, Juniko Ade Putra meninggal pada usia 2,5 tahun Juni 2011 dari penyakit pernapasan diyakini karena debu batubara. Foto: dokumentasi Greenpeace/Kemal Jufri
Ma’ani (40 ) dengan bayinya (6 bulan) di depan rumah yang ditutupi kain tebal untuk melindungi mereka dari debu batubara PLTU di dekatnya, Cilacap Jawa Tengah. Salah satu anaknya, Juniko Ade Putra meninggal pada usia 2,5 tahun Juni 2011 dari penyakit pernapasan diyakini karena debu batubara. Foto: dokumentasi Greenpeace/Kemal Jufri

Sawit babat hutan alam

Sebuah laporan dari beberapa organisasi masyarakat sipil memperlihatkan kalau PT Korindo di Papua dan Maluku Utara, masih membabat hutan alam yang ada di konsesi mereka.

Petugas KLHK Disandera

Ini cerita sungguh miris. Kala aparat Penegakan Hukum KLHK akan melakukan penyelidikan ke kebun sawit di lahan gambut yang terbakar, dan mereka ingin menyegel kebun itu, malah kena sandera selama beberapa jam. Massa yang mengaku punya lahan protes dengan penyegelan, memaksa petugas menghapus semua dokumentasi. Lahan gambut itu diklaim punya warga tetapi yang  mengelola dan menanam sawit perusahaan atas nama ‘bapak angkat’. Kasus penyanderaan sampai kebakaran lahannya pun tak jelas hingga kini.

Pembangkit batubara

Batubara tak hanya bermasalah di hulu, juga hilir, tempat hasil tambang itu digunakan, salah satu di PLTU. Kala pemerintah bikin komitmen tinggi kurangi emisi karbon, kebijkan energi listrik malah bertumpu batubara. PLTU banyak dibangun, dari proyek 35.000 MW, sekitar 60% pembangkit batubara. Di lapangan, pembangkit ini menimbulkan banyak masalah, dari polusi udara, air, ganggu ikan nelayan, sampai konflik lahan dan lain-lain. Mengapa pemerintah tak seriusi bangun energi terbarukan yang begitu kaya di negeri ini?

Banjir parah Garut

Bencana banjir dan longsor terus terjadi di berbagai daerah, salah satu yang menelan korban banyak di Garut, puluhan orang tewas. Rumah, jalan dan infrastruktur lain hancur. Banjir bandang ini disebut dampak dari kerusakan lingkungan seperti kerusakan di DAS Cimanuk.

Konflik selesai

Satu kabar baik soal penyelesaian konflik antara masyarakat Suku Anak Dalam dengan perusahaan HTI di Jambi. Setelah warga terusir, ada pembahasan dan upaya penyelesaian, akhirnya, mereka mendapatkan wilayah kelola.

Warga Rembang menang

Hari bahagia bagi warga Rembang juga pengunungan Kendeng, karena Mahkamah Agung memenangkan Peninjauan Kembali warga Rembang. MA memerintahkan pencabutan izin lingkungan PT Semen Indonesia yang mau menambang dan bikin pabrik semen. Sayangnya, hingga kini belum ada kejelasan soal eksekusi putusan MA, pembangunan pabrik jalan terus. Malah Gubernur Jateng, bikin izin lingkungan baru, sambal kukuh  kalah bilang itu hanya addendum.

Gugatan informasi

Tahun ini juga kemenangan banyak memihak organisasi masyarakat sipil seperti  Forest Watch Indonesia, ICEL, dan Greenpeace, termasuk kasus-kasus di daerah atas gugatan kasus informasi hingga pemerintah harus membuka data. Teranyar, Greenpeace memang gugatan sengketa informasi, di tingkat I dan II (pemerintah banding).

Kebakaran di lahan PT Berkat Cipta Abadi (Korindo Group) pada 26 March 2013. ©Ardiles Rante/Greenpeace
Kebakaran di lahan PT Berkat Cipta Abadi (Korindo Group) pada 26 March 2013. ©Ardiles Rante/Greenpeace

Ratifikasi perjanjian Paris

Setelah sekitar 1,5 jam menanti dari jadwal, sekitar pukul 11.33, akhirnya, rapat paripurna pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Perjanjian Paris untuk Perubahan Iklim, dibuka pada Rabu (19/10/16). Pemberitahuan lewat pengeras suara menyebutkan, sudah ada tanda tangan 314 anggota DPR, hingga rapat kuorum dan bisa mulai.

KLHK menang pengadilan

Pada November, kabar baik juga datang dari Mahkamah Agung atas kemenangan terbesar sepanjang sejarah penegakan hukum. KLHK menang gugatan  Rp16 triliunan atas perusahaan kayu yang merusak hutan.

Menang arbitrase internasional

Kabar bahagia bagi lingkungan hidup hadir di penghujung tahun. Pada Desember 2016, Indonesia menang kali pertama di pengadilan abritase internasional melawan perusahaan tambang asing yang beroperasi di Kalimantan Timur. Kado indah di akhir tahun.

PP Gambut

Kabar baik di penghujung tahun dengan penandatanganan revisi PP Gambut, oleh Presiden. Berbagai kalangan menilai, aturan ini lumayan bagus dan lebih kuat dari sebelumnya kalau bisa dilaksanakan dengan baik.

Hutan adat

Kabar baik lagi baru datang beberapa hari ini dari masyarakat adat. Di penghujung tahun, Kementeria Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menandatangani delapan penetapan SK Hutan Adat dan mengeluarkan satu hutan adat (Pandumaan-Sipituhuta di Humbahas) dari konsesi perusahaan. Kado manis di akhir tahun…

Persawahan dengan latar belakang hutan adat Serampas nan lebat dan terjaga. Foto: Elviza Diana
Persawahan dengan latar belakang hutan adat Serampas nan lebat dan terjaga. Foto: Elviza Diana

Harapan 2017

Lantas bagaimana harapan 2017? ICEL berharap, kata Henri,  ada strategi arah kebijakan lingkungan oleh pemerintah mulai dari legislasi hingga pelaksanan.

“Hentikan pembahasan RUU Perkelapasawitan, lanjutkan PR lama legislatif. Kalau kita terus genjot sawit, ia akan terus haus lahan dan terjadi konflik dimana-mana,” katanya.

Dari segi implementasi, katanya, pemerintah harus mengkaji ulang semua target, misal, percepatan infrastruktur 2019. “Jika kebijakan fundamental belum siap tak ada salahnya mundur.”

Soal penegakan hukum, pemerintah perlu menuntaskan kasus karhutla dengan menggeser paradigma dari hilir ke hulu. Yakni, dengan memeberikan tindakan tegas terhadap semua pemberi izin yang melanggar.

Selain itu, perlu pembenahan kelembagaan, sinergi antara KLHK, Kejaksaan, dan Kepolisian. Kalau hanya satu institusi dalam penegakan hukum cenderung lemah karena tak ada backup institusi lain.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , , , , ,