Masih banyak spesies yang belum terungkap di muka bumi. Termasuk di Greater Mekong. Delta sungai yang membentang sepanjang Asia Tenggara yang berhulu di dataran tinggi Himalaya.
Sejak tahun 2010, para peneliti yang menjelajahi hutan, sungai, lahan basah, dan pulau-pulau di ekosistem yang menghilang dari Delta Mekong telah mengungkap berbagai penemuan 208 spesies baru yang mengejutkan.
Sebuah laporan oleh World Wide Fund for Nature (WWF) menyoroti sejumlah spesies; dari monyet berhidung pesek, tanaman karnivora, hingga kadal kloning yang semuanya betina. Laporan itu juga mengingatkan kita, banyak dari hidupan liar itu mungkin segera hilang karena Delta Mekong mengalami deforestasi besar-besaran, perburuan, proyek-proyek pembangunan, kerusakan mangrove, polusi, perubahan iklim, dan pertumbuhan populasi yang cepat.
Wilayah Greater Mekong meliputi lima negara di Asia Tenggara; Kamboja, Laos, Vietnam, Thailand, dan Myanmar- serta Provinsi Yunnan (Tiongkok); wilayah ini sangat kaya akan satwa liar dan habitat bagi gajah asia (Elephas maximus), harimau Indochina (Panthera tigris corbetti), dan ikan lele raksasa mekong (Pangasianodon gigas). Para ilmuwan baru-baru ini menemukan lebih dari 17 spesies baru setiap bulan, katalogisasi 145 tanaman baru, 28 reptil, 25 ikan, 7 amfibi, 2 mamalia, dan 1 burung pada tahun 2010.
“Laporan ini juga merupakan penegasan dari apa yang sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa Greater Mekong memiliki keragaman alam luar biasa, dan apa-apa saja yang harus dilakukan untuk menyelamatkan mereka, “kata Rebecca Ng dari WWF Program Greater Mekong. “Keragaman dan kekayaan luar biasa ini bisa hilang jika pemerintah tidak mau menyadari dan memahami bahwa melindungi keanekaragaman hayati merupakan investasi jangka panjang. Terutama, dalam menghadapi perubahan lingkungan global.”
Meskipun hutan dan lahan basah di Delta Mekong menyediakan air tawar dan makanan untuk ratusan juta orang, namun pengrusakan dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem terus terjadi. Hutan yang dikonversi untuk perkebunan, hutan bakau hancur untuk aquaculture, bendungan dibangun di atas sungai, dan satwa liar dieksploitasi untuk daging dan obat tradisional.
Salah satu tanda kepunahan satwa-satwa di sini adalah kepunahan badak Vietnam (Rhinoceros sondaicus annamiticus), subspesies badak jawa, badak terakhir di Asia Tenggara daratan. Kematian badak oleh pemburu ini juga menandai akhir dari salah satu megafauna terakhir di kawasan itu, dan mungkin tanda bahwa harimau Indocina dan lele mekong raksasa mungkin segera menyusul punah.
Laporan ini juga menyoroti perubahan di wilayah tersebut akibat perubahan iklim, yang menggeser pola curah hujan, menyebabkan banjir yang lebih ekstrim dan juga kekeringan.
“Hanya ekosistem alam yang utuh, sehat, dan beragam yang dapat memberikan ketahanan terhadap perubahan iklim sekaligus memastikan akses yang berkelanjutan terhadap air, energi, makanan, komoditas, dan mata pencaharian bagi lebih dari 300 juta orang,” tulis laporan tersebut.
Hutan Indo-Burma, meliputi Greater Mekong, terdaftar sebagai hotspot hutan yang paling terancam di dunia oleh Conservation International (CI) pada tahun 2009. Menurut organisasi tersebut, hanya lima persen dari hutan di kawasan itu yang utuh.* (Diterjemahkan oleh: Akhyari Hananto)
Sumber Tulisan:
Jeremy Hance. Photos: 208 species discovered in endangered Mekong region in 2010. Mongabay.com