- Kawasan Kota Bandung dan sekitarnya dulu merupakan danau atau sering disebut sebagai Danau Bandung Purba. Istilah lainnya adalah Cekungan Bandung.
- Diperkirakan, Danau Bandung Purba terbentuk sekitar 105 ribu tahun lalu, akibat erupsi Gunung Api Sunda. Sementara danau purbanya mulai hilang sekitar 16 ribu tahun lalu, seiring perubahan bentang alam.
- Belum lama ini ditemukan fosil di Pulau Sirtwo, di Waduk Saguling, Baranangsiang, Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Fosil-fosil itu berupa kaki gajah [Elephas maximus], bagian tubuh kelompok Bovidae [sapi, kerbau, dan banteng], dan kelompok rusa [Cervidae].
- Sementara itu dalam penelitian lain yang dipublikasikan pada 2020, mengungkapkan telah terjadi empat periode perubahan iklim dalam lima interval iklim selama waktu H Peneliti menggunakan dua puluh empat sampel tanah yang dibor pada kedalaman 240 cm di lapisan endapan Danau Bandung Purba. Peneliti memeriksa endapan, polen, dan spora [palinologi].
Kawasan Kota Bandung dan sekitarnya dulu merupakan danau atau sering disebut sebagai Danau Bandung Purba. Istilah lainnya adalah Cekungan Bandung. Danaunya sendiri kini sebagian besar surut, berganti menjadi tanah pertanian dan permukiman.
Namun, bukti keberadaan danau purba itu tersebar di berbagai tempat. Baik dalam bentuk artefak [perangkat buatan manusia], ekofak [objek alami], maupun toponym yang berasosiasi dengan kawasan air.
Diperkirakan, Danau Bandung Purba terbentuk sekitar 105 ribu tahun lalu, akibat erupsi Gunung Api Sunda. Sementara danau purbanya mulai hilang sekitar 16 ribu tahun lalu, seiring perubahan bentang alam. Kawasan sekitar Danau Bandung Purba yang menyediakan banyak makanan dan air pun menjadi habitat fauna dan manusia prasejarah.
Baca: Fosil Kaki Gajah di Waduk Saguling dan Jejak Danau Purba
Belum lama ini ditemukan fosil di Pulau Sirtwo, di Waduk Saguling, Baranangsiang, Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Fosil-fosil itu berupa kaki gajah [Elephas maximus], bagian tubuh kelompok Bovidae [sapi, kerbau, dan banteng], dan kelompok rusa [Cervidae].
Fosil yang awalnya ditemukan oleh masyarakat pada 16 Oktober 2021 itu, ditindaklanjuti tim dari Teknik Geologi ITB bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya Museum Geologi Bandung. Mereka melakukan survei pada 17 titik di Pulau Sirtwo dan menemukan antara lain kaki depan gajah purba yang terbuka dengan tingkat kerusakan cukup parah.
Temuan fosil di waduk Saguling itu juga dilaporkan peneliti dari Museum Geologi Bandung yang melakukan pendataan lokasi temuan dan usia endapan. Mereka menuliskannya pada Indonesian Journal of Earth Sciences, 2022, berjudul “The Surficial Basin Sediment Investigation and Its Concerned Vertebrate Fossils in Sirtwo Island, Western Part of Saguling Dam, West Java, Indonesia.”
Pada Oktober 2021 itu, penyusutan muka air Bendungan Saguling membuat sedimen waduk yang membendung Sungai Citarum tersingkap. Johan Budi Winarto dan kolega, dalam laporannya menjelaskan Pulau Sirtwo dan sekitarnya merupakan kawasan sedimen. Lokasi sedimen di waduk Saguling tersebar di beberapa tempat.
“Kami percaya bahwa tidak semua Cekungan Bandung tertutupi danau purba, namun masih ada bagian yang kering pada masa lalu,” tulisnya.
Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan kondisi fauna di Cekungan Bandung yang terbagi menjadi dua kelompok. Yaitu kelompok fauna Kedungbrutus dan Wajak yang berusia lebih muda. Fauna Kedungbrutus berusia 0,8 juta tahun lalu, sementara fauna lebih muda berusia antara 29 ribu hingga 42,360 ribu tahun lalu.
Kelompok fauna Kedungbrutus terdiri Sus sp., Duboisia santeng, Rusa sp., Bovid sp., Stegodon atau Elephas, Manis palaeojavanica, dan Panthera tigris. Sementara pada kelompok fauna yang lebih muda diisi oleh Cyprinis carpio, Python reticulatus, Elephas maximus, Rhinoceros sondaicus, Bovid sp., Deer sp., Hippopotamus, Geoemydidae, dan Crocodillus.
Menurut para peneliti, biostratigasi fauna Cekungan Bandung kini terbagi menjadi dua, yaitu fauna vertebrata tua dan muda. Namun, batasan usia dan lithologinya belum jelas. Dalam kesimpulannya, para peneliti menyatakan Pulau Sirtwo dan sekitarnya merupakan zona fosil vertebrata fauna muda dalam kisaran tahun 10 hingga 135 ka [kilo annum].
Baca juga: Hutan Jayagiri, Tangkuban Parahu, dan Cekungan Bandung
Periode iklim
Sementara itu dalam penelitian lain yang dipublikasikan pada 2020, mengungkapkan telah terjadi empat periode perubahan iklim dalam lima interval iklim selama waktu Holosen. Peneliti menggunakan dua puluh empat sampel tanah yang dibor pada kedalaman 240 cm di lapisan endapan Danau Bandung Purba. Peneliti memeriksa endapan, polen, dan spora [palinologi].
Riset dilakukan Rizki Satria Rachman dan rekan-rekan dari Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, dan dipulikasikan dalam Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 2020, berjudul “Perubahan Iklim Danau Bandung Purba Berdasarkan Analisis Palinologi, Daerah Cihideung, Lembang, Jawa Barat.”
Dari contoh endapan, didapatkan polen dan spora dari berbagai jenis tumbuhan yang menunjukkan kondisi lingkungan tertentu. Polen yang berasal dari elevasi tinggi [pegunungan] antara lain Rosaceae, Podocarpaceae, dan Pinaceae.
Dari elevasi rendah antara lain polen Commelinaceae dan Moraceae. Spora yang ditemukan meliputi Polypodiaceae, Pteridaceae, dan Dennstaedtiaceae. Sementara polen dari famili Gramineae ditemukan dalam jumlah berbeda pada masing-masing contoh endapan yang diteliti.
Polen dan spora digunakan untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan dengan cara menghitung kelimpahannya. Jumlah polen menggambarkan kondisi iklim pada kurun waktu tertentu.
“Ketika iklim menjadi dingin, vegetasi di elevasi yang tinggi akan berkembang lebih banyak. Sementara ketika spora mendominasi maka kondisi lingkungannya lembab. Sebaliknya, saat Gramineae mendominasi maka keadaan lingkungannya kurang lembab,” tulis Rizki dalam laporan itu.
Selain itu, material endapan yang halus dapat menunjukkan kondisi iklim saat itu panas. Sedangkan material endapan yang lebih kasar mengindikasikan kondisi iklim yang lebih dingin.