- Perairan di Indonesia Timur merupakan habitat dan jalur migrasi dari berbagai satwa laut dilindungi, terutama paus dan duyung atau dugong. Tetapi juga seringkali terjadi peristiwa mamalia laut terdampar dan mati di perairan ini
- Peristiwa terbaru terjadi pada Jumat (12/4/2024), seekor dugong terdampar dalam keadaan mati membusuk di Pantai Daeo Majiko, Desa Daeo, Kecamatan Morotai Selatan. Tetapi ketika pihak DKP Morotai turun ke lokasi pada Sabtu (13/4/2024) sore, bangkai dugong tidak diketemukan
- Ditempat yang berbeda, ada informasi dugong terdampar mati di Desa Sambiki Baru, Kecamatan Morotai Timur oleh warga, pada Sabtu (13/4/2024) siang, kemudian bangkai dugong dikuburkan pada Minggu (14/4/2024) sore. Pihak DKP Morotai menduga bangkai dugong yang ditemukan di Desa Sambiki Baru, Morotai Timur itu, berasal dari Desa Daeo, Morotai Selatan yang terbawa arus saat laut pasang.
- Ispikani Pulau Morotai menyebutkan sering terjadi fenomena mamalia laut terdampar. Tercatat ada lebih dari 10 kasus kematian dugong di Morotai sejak 2017 hingga 2024 ini di perairan Pulau Morotai dan belum diketahui penyebabnya.
Perairan di Indonesia Timur merupakan habitat dan jalur migrasi dari berbagai satwa laut dilindungi, terutama paus dan duyung atau dugong. Karena sebagai jalur migrasi, sering kali terjadi peristiwa mamalia laut itu terdampar di wilayah perairan Indonesia timur.
Seperti yang terjadi di perairan Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, hampir sepanjang tahun, ada dugong yang terdampar di wilayah ini.
Peristiwa terbaru terjadi pada Jumat (12/4/2024), seekor dugong terdampar dalam keadaan mati membusuk tak jauh kawasan Sentra Perikanan dan Kelautan Terpadu (SKPT) Morotai. Tepatnya di Pantai Daeo Majiko, Desa Daeo, Kecamatan Morotai Selatan.
Sesuai foto yang beredar di media sosial, dugong yang mati ini berada di tepi pantai, dengan kondisi lambungnya hancur dan usus terburai. Diduga kuat, dugong terbawa arus saat pasang laut naik.
Masita Lohor Kepala Bidang Pengawasan Laut Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Morotai saat dikonfirmasi Mongabay, Sabtu (13/4/2024) sore, mengaku pihaknya sudah mendapatkan laporan dugong yang terdampar. Kemudian mereka turun ke lapangan melakukan pengecekan. Sayang, saat tiba di lapangan, bangkai dugong sudah tidak ada lagi.
“Mungkin terbawa arus dan tenggelam di laut saat pasang naik. Saya masih di lokasi mengecek di sekitar SKPT, tetapi bangkai dugong sudah tidak ada,” katanya. Tetapi dia sempat mengirimkan foto bangkai dugong yang terdampar di kawasan pantai itu.
Baca : Seekor Dugong Besar Mati di Laut Morotai
Pada hari yang sama, Mongabay memperoleh informasi adanya temuan dugong terdampar mati di Desa Sambiki Baru, Kecamatan Morotai Timur oleh warga, pada Sabtu (13/4/2024) siang.
Ketika dikonfirmasi, Masito mengaku belum mendapatkan informasi tersebut. “Yang kami tahu temuan dugong mati dan terdampar itu ada di Daeo Majiko (Morotai Selatan),” katanya singkat. Masito bilang lokasi temuan dugong mati di Morotai Timur itu sangat jauh dari Desa Daeo.
Informasi dugong terdampar di Desa Sambiki Baru, Morotai Timur berasal dari seorang guru bernama Alhasan Kharie yang menemukan dugong terdampar di pantai Tanjung Pinang di desa tersebut.
Saat dihubungi Mongabay pada Sabtu (13/4/2024) sore, Alhasan bercerita awalnya dia melihat sebuah benda besar berwarna putih terapung-apung dan hanyut mendekati pantai saat pasang air laut. Saat air surut, benda itu kemudian terdampar di kawasan karang di tepi pantai yang berjarak sekitar 2,5 km dari kampung Desa Sambiki Baru.
Karena penasaran, Alhasan kemudian mendekati kawasan karang itu untuk mengecek benda tersebut. “Ternyata benda yang terapung-apung itu bangkai dugong jantan yang panjangnya kurang lebih 3 meter dengan kondisi tubuh sudah membusuk,” katanya.
Dugong malang itu kemudian ditangani DKP Morotai dan warga setempat dengan menguburnya di kawasan pantai desa itu pada Minggu (14/4/2024) sore.
Baca juga : Seekor Dugong dan Seekor Paus Ditemukan Mati dalam Dua Hari di Morotai. Ada Apa?
Hanya Satu Dugong
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pulau Morotai Jopy Jutan saat dihubungi Mongabay, Minggu (14/4/2024) mengatakan pihaknya memang mendapat laporan adanya dugong terdampar mati di Pantai Daeo Majiko, Desa Daeo, Morotai Selatan dan stafnya langsung ke lokasi pada Sabtu (13/4/2023). Tetapi bangkai dugong sudah tidak ditemukan.
Jopy lantas menduga bangkai dugong yang ditemukan di Desa Sambiki Baru, Morotai Timur itu, berasal dari Desa Daeo, Morotai Selatan yang terbawa arus saat laut pasang. “Kemungkinan hanya satu satwa dilindungi (dugong) yang ditemukan. Titik kejadian (mati terdamparnya) dari Morotai Selatan dan terbawa arus ke arah Morotai Timur,” katanya.
Karena informasi ini, Jopy dan tim ke lokasi kejadian di Desa Sambiki Baru, Morotai Timur untuk memastikannya. “Kami langsung turun ke sana memastikan dugong yang mati dan melakukan penanganannya. Akhirnya pada Minggu (14/4/2024) siang jelang sore bangkai dugong itu sudah dikubur,” tambahnya.
Sedangkan Fachruddin M. Banyo, koordinator wilayah Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani) Kabupaten Pulau Morotai mengatakan telah meminta kepala desa dan warga berkoordinasi dan menguburkan bangkai dugong tersebut. “Hal itu mesti dilakukan agar bangkai hewan laut itu tidak menjadi sumber penyakit,” katanya dihubungi Minggu (14/4/2024).
Dia bilang fenomena mamalia laut seperti paus, dugong, dan lumba-lumba yang terdampar mati di pesisir pantai wilayah Morotai ini sudah berulang kali terjadi. Dari catatannya, ada lebih dari 10 kasus kematian dugong di Morotai sejak 2017 hingga 2024 ini.
“Kematian dugong di perairan dangkal Pulau Morotai itu tersebar di pulau-pulau kecil dan pesisir pantai, mulai dari Desa Galo-galo, Wayabula, Raja, Cio, Cendana, Wawama, hingga Juanga,” terangnya.
Baca juga : Terjadi Lagi, Seekor Dugong Mati Terdampar di Pantai Juanga Morotai
Diakuinya, hingga kini belum diketahui pasti penyebab kematian mamalia ini, apakah karena limbah, sampah laut atau karena rusaknya habitat hewan ini. “Ini masalah sangat serius yang perlu diketahui masalahnya sehingga kepunahan mamalia ini bisa ditekan,” lanjutnya.
Karena itu, dia mengharapkan instansi terkait seperti Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (Loka PSPL) Sorong, BRIN, termasuk perguruan tinggi agar melakukan penelitian penyebab kematian dugong dan paus di Morotai, sehingga dapat mencegah banyaknya kematian yang nanti bisa memunculkan kepunahan mamalia laut ini dari kawasan Konservasi Perairan Morotai.
Jalur Migrasi
Keterdamparan mamalia laut terbilang tinggi karena perairan laut di wilayah Indonesia bagian timur termasuk Maluku Utara merupakan salah satu jalur migrasi serta habitat penting mamalia laut seperti paus, lumba-lumba dan dugong. Hal ini juga menjadi perhatian serius Loka PSPL Sorong sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pada 2023 lalu, Loka PSPL Sorong menyebutkan pihaknya telah menangani 25 kejadian keterdamparan mamalia laut sepanjang tahun 2022. Keterdamparan tersebut terjadi di perairan wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Pegunungan serta Papua Tengah.
Jenis mamalia laut yang terdampar itu didominasi paus sebanyak 13 kejadian (52%), 10 kejadian dugong terdampar dan 2 kejadian lumba-lumba terdampar
Dari seluruh kejadian mamalia laut terdampar di wilayah timur Indonesia, 50% penanganannya dilakukan dengan turun ke lapangan, pendampingan dan pemberian rekomendasi teknis. Sementara 50% lainnya keterlibatan tidak langsung yakni melakukan pendataan dan pengumpulan bahan keterangan kejadian.
Data LPSPL Sorong itu juga menyebutkan, hotspot kejadian mamalia terdampar di wilayah timur Indonesia tahun 2022 berlokasi di Provinsi Maluku Utara sebanyak 36%, dan Papua Barat Daya sebanyak 24% dari total kejadian mamalia laut terdampar.
Banyaknya mamalia ditemukan di wilayah ini dikarenakan perairan di kedua provinsi tersebut adalah jalur migrasi mamalia laut dan terdiri dari pulau-pulau membentang dari Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik. (***)
Nelayan Morotai Mau Pelihara Dugong, Begini Tindakan Petugas…