,

Menang Gugat Perusahaan Sawit, Warga Kubu Belum Dapatkan Kepastian Hukum

Belasan warga dari beberapa desa di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, datang ke Jakarta. Mereka mencari kepastian hukum atas lahan yang selama ini diserobot perusahaan sawit, PT Sintang Raya, anak usaha Miwon Group.

Warga sudah menggugat perusahaan dan menang sampai kasasi bahwa HGU Sintang Raya, batal demi hukum.  Namun, hingga kini amar putusan belum mereka pegang.

“Kami ke MA untuk tanya implementasi putusan. Ke KPK buat membahas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh beberapa instansi hingga HGU keluar,” kata M Yunus, kepala desa Seruat II, Kecamatan Kubu di Jakarta, Senin (3/6/14).

Mereka juga mendatangi Komnas HAM guna mengadukan pelanggaran HAM oleh Sintang Raya. Lalu ke BPN, agar tak ada lagi HGU-HGU dikeluarkan. “Kami datang buat melanjutkan perjuangan masyarakat Seruat menuntut Sintang Raya mengembalikan lahan.”

Senada diungkapkan Junedi, warga Desa Pelita Jaya. Dia ingin mendapatkan kepastian dari putusan MA itu.

Sebenarnya, wilayah Desa Pelita Jaya dan Olak-olak Kubu tak masuk dalam wilayah hak guna usaha perusahaan sawit ini. Namun sawit bercokol di desa mereka. Padahal, lahan warga transmigrasi sejak 1996-1997 ini sudah bersertifikat, tetapi tetap diserobot.

“Itulah yang membuat kami mengajukan gugatan, dari PTUN Pontianak, PPTUN sampai Mahkamah Agung, gugatan kami dimenangkan tapi kami masih was-was,”  ujar dia.

Dia kecewa, sudah ada keputusan ini tetapi pemerintah terkesan tak ada reaksi apa-apa.  Dia khawatir di lapangan terjadi gejolak dan konflik pecah.

Untuk itu, Janedi, meminta pemerintah menyikapi serius dan menjalankan putusan MA segera. “Lembaga manapun yang bisa putuskan, tolong bersikap jelas jangan sampai ada gejolak. Konflik meletus itu yang ditakutkan.”

Suwandi, pengurus BPD Desa Ulak-ulak Kubu mengatakan, hal sama. Menurut dia, tumpah tindih lahan ini sudah diakui BPN sejak lama. Dia pernah diundang BPN di Jakarta pada 2012, untuk menghadiri gelar perkara. Namun, tetap tak ada kejelasan karena saling lempar tanggung jawab antara BPN pusat dan daerah. “Hingga akhirnya warga menggugat dan menang.”

Kemenangan warga ternyata masih menyisakan tanya.  Intimidasi masih terjadi di lapangan. B Sudaryanto, kades Ulak-ulak Kubu mengatakan, kini di desa warga mau dipecah belah.

“Masyarakat yang bekerja sebagai karyawan perusahaan ditakut-takuti akan diberhentikan hingga mereka dukung perusahaan.”

Warga diminta menandatangani surat pernyataan yang menyebutkan mereka tak keberatan ada perusahaan sawit di sana.

Kebun sawit perusahaan yang mengklaim lahan warga hingga digugat ke PTUN. Sampai Mahkamah Agung, warga memenangkan gugatan ini. Sayangnya, eksekusi lamban. Amar putusan MA saja belum sampai ke PTUN Pontianak. Foto: Aseanty Pahlevi
Kebun sawit perusahaan yang mengklaim lahan warga hingga digugat ke PTUN. Sampai Mahkamah Agung, warga memenangkan gugatan ini. Sayangnya, eksekusi lamban. Amar putusan MA saja belum sampai ke PTUN Pontianak. Foto: Aseanty Pahlevi

Ridwan dari Agra mengatakan, mereka sudah mencoba berkomunikasi dengan pemerintah daerah. Serikat Tani Kubu Raya, juga sudah bertemu Komnas HAM di Kalbar. “Tapi tidak ada langkah kongkrit apa yang akan dilakukan atas perkembangan ini.”

Warga bisa polisikan perusahaan

Akademisi hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, Hermansyah, menilai, kasus hukum antara warga Seruat II dengan Sintang Raya adalah simbol perjuangan rakyat yang sebenarnya.

“Saya apresiasi tata cara warga melawan perusahaan tanpa anarkisme. Mereka melawan secara hukum dan menuntut keadilan atas hak-hak mereka. Ini langkah sangat mulia,” katanya di Pontianak, Rabu (4/6/14).

Direktur Environmental Low Clinic (ELC) ini mengapresiasi pengadilan yang memenangkan rasa keadilan warga. Kata Hermansyah, hakim sangat jeli dengan memenangkan warga dalam sengketa ini.

Dengan begitu, seharusnya perusahaan menghentikan aktivitas. “Kalau sudah ada keputusan tetap yang membatalkan HGU, tapi perusahaan masih beroperasi, Ini sebenarnya terjadi pelanggaran hukum negara. Polisi, bisa memperkarakan perusahaan itu,” katanya.

Polisi,  seyogyanya memeriksa legalitas perusahaan karena beraktivitas di tanah masyarakat. “Di situ penegakan hukum sangat penting. Keberpihakan aparat penegak hukum terhadap kasus masyarakat ini sangat diperlukan. Bukan keberpihakan kepada yang memiliki uang.”

Hermansyah mengatakan, masyarakat harus melaporkan aktivitas perusahaan itu ke polisi. “Laporkan saja, mereka sudah merusak lingkungan tanpa alat hukum jelas.”

Arief Tridjoto, kuasa hukum yang ikut mendampingi warga mengatakan, hingga kini PTUN Pontianak belum menerima salinan putusan MA. Kala MA sudah menyampaikan salinan putusan, PTUN akan mengirim surat salinan itu ke BPN guna membatalkan HGU Sintang Raya. Jika salinan putusan itu tidak diindahkan BPN, warga bisa mengajukan surat eksekusi ke PTUN dan BPN.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,