- Ibukota Negara (IKN) Nusantara lanjut? Berbagai kalangan menilai, proyek pembangunan ini kuat aroma bisnis dan bisa mengancam hak-hak masyarakat adat yang hidup di wilayah itu.
- Imam Mas’ud, Kepala Divisi Pengelolaan Pengetahuan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) mengatakan, peta yang dibuat masyarakat adat tak masuk dalam peta tumpang susun (overlay) untuk lihat konflik ruang dalam proyek IKN Nusantara.
- Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Walhi Nasional mengatakan, IKN Nusantara akan terus mengawetkan posisi masyarakat sebagai penanggung beban pembangunan.
- Erasmus Cahyadi, Deputi II Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bidang Advokasi dan Politik, mengatakan, setidaknya ada 21 komunitas adat di lokasi IKN Nusantara. Itu pun baru yang terdaftar sebagai anggota AMAN.AMAN sudah menyuarakan ini ke Pansus IKN pada Desember lalu. Mereka menyebut, kalau tanah di lokasi IKN bukan tanah kosong.
Proses pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara terus berjalan. Berbagai kalangan menilai, proyek pembangunan ini kuat aroma bisnis dan bisa mengancam hak-hak masyarakat adat yang hidup di wilayah itu.
Di lapangan, terjadi tumpang tindih lahan masyarakat dengan berbagai izin seakan tak digubris pemerintah. Keadaan ini bisa terlihat dari kompilasi informasi geospasial tematik (IGT) dalam peta indikatif tumpang tindih(PITI).
Imam Mas’ud, Kepala Divisi Pengelolaan Pengetahuan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) mengatakan, peta yang dibuat masyarakat adat tak masuk dalam peta tumpang susun (overlay) untuk lihat konflik ruang.
“Upaya penyelesaian tumpang tindih di lokasi IKN, baik di Kutai Kartanegara atau Penajam Paser Utara itu sama sekali tidak lihat hak-hak atau wilayah masyarakat, baik masyarakat adat atau lokal,” katanya.
Padahal, dari data JKPP ada komunitas adat di Penajam Paser Utara dengan 57% wilayah adat dalam kawasan hutan dan tak terkompilasi dalam PITI. Bahkan, 74% wilayah adat mereka ditetapkan jadi konsesi batubara.
Dari 74% itu, 42% berada dalam kawasan hutan produksi. “Bisa dilihat kalau di sini pun ada tumpang tindih kawasan antara KLHK dan KESDM.”
Di Kutai Kartanegara, ada satu komunitas adat dengan 90% wilayah dalam kawasan hutan, 49% jadi IUP. Padahal, 97,3% izin konsesi itu berada dalam kawasan hutan.
“Anehnya, 69% konsesi perusahaan itu di dalam hutan lindung. Itulah realita tata ruang.”
JKPP mencatat, tumpang tindih kawasan di Kutai Kartanegara mencapai 1,2 juta hektar atau 46,07% luas kabupaten. Di Penajam Paser Utara mencapai 67,89% dari luas kabupaten.
“Jelas wilayah IKN ini tidak clean and clear.”
Dokumen: Buku Saku IKN Nusantara

Imam menyebut, proyek IKN sebagai upaya perampasan ruang masyarakat dengan percepatan target kawasan ekonomi khusus dan kawasan industri di sekitarnya, seperti KEK Maloy Batuta dengan investasi sampai Rp34 triliun.
IKN juga dinilai akan memasifkan akselerasi percepatan Kawasan Industri Batu Licin yang merupakan industri sawit. “Kita dapat lihat IKN akan makin masifkan konflik agraria, bukan hanya di Kaltim, tapi Kalimantan secara keseluruhan,” katanya.
Andi Muttaqien, Deputi Direktur Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyoroti kajian lingkungan hidup strategis oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan, katanya, dapat terlihat dari dokumen itu, terutama poin yang perlu dipertimbangkan dalam potensi atau hal yang perlu dilihat sebagai risiko.
“Ditulis bahwa yang perlu dipertimbangkan adalah lahan dengan status penguasaan oleh masyarakat,” katanya dalam jumpa pers daring baru-baru ini.
Hal ini, secara tak langsung seakan mengesampingkan ada masalah yang harus diselesaikan dalam hak guna usaha (HGU).
“Dapat dilihat kalau persoalan-persoalan tumpang tindih tidak akan dipertimbangkan kembali,” katanya.
Baca juga: IKN Nusantara, Bagaimana Pastikan Ramah Alam dan ¬indungi Hak Masyarakat Adat?

Masyarakat tanggung beban
Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Walhi Nasional mengatakan, IKN akan terus mengawetkan posisi masyarakat sebagai penanggung beban pembangunan.
Dampak lingkungan IKN, katanya, tak boleh hanya dari lokasi pembangunan, juga tempat pengambilan material. “Bisa jadi batu dari Palu untuk gedung-gedung mewah IKN, atau nikel dari Sulawesi Tengah untuk dorong transportasi listrik,” katanya.
Kondisi ini, akan menimbulkan potensi atau masalah baru bagi masyarakat sekitar. Apalagi, lokasi-lokasi pertambangan tidak pernah memberikan efek domino kesejahteraan bagi masyarakat.
Di lokasi IKN, misal, ada 286 lubang tambang menganga dan tak direklamasi. Masyarakat, katanya, kerap jadi korban. “Tunjukkan ke kami masyarakat mana yang di wilayah sekitar tambang punya kualitas hidup baik?”
Sedang perusahaan pertambangan ini kerap menjapatkan keistimewaan dari pemerintah. Potensi reklamasi di lokasi IKN dengan dana APBN jadi penguat sinyal asumsi ini.
IKN, katanya, hanya akan jadi ajang pemutihan pelanggaran pertambangan dan perkebunan di sekitar lokasi ibukota baru itu. “Sementara masyarakat terus menerima dampak ekologis seperti banjir dan korban di lubang tambang,” kata Uli.
Demi kelancaran proses pembangunan proyek ini, Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, sudah ditunjuk sebagai Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN.
Roni Septian Maulana, Kepala Departemen Advokasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut, langkah presiden sebagai suatu tindakan fatal.
Kedua sosok itu dinilai tak berpihak pada lingkungan dan masyarakat. Bambang pernah ditunjuk sebagai wakil presiden untuk urusan pengelolaan pengetahuan dan pembangunan berkelanjutan Asian Development Bank. Donny merupakan petinggi perusahaan Sinar Mas Land.
“Ada agenda kepentingan politik di belakangnya,” kata Roni.
Secara khusus, dia menyorot catatan hitam perampasan tanah dan lingkungan Sinarmas dan mengorbankan masyarakat.
Penunjukkan sosok dari perusahaan yang bermasalah ini dinilai mencederai kepercayaan publik.
Baca: Resmi, Ibu Kota Indonesia Pindah ke Kalimantan Timur

Selain itu, kebutuhan dana pembangunan IKN yang lebih Rp400 triliun juga jadi sorotan. Pemenuhan dana itu sulit kalau lewat APBN, jadi akan ada investasi-investasi skala besar.
“Dengan ada ADB dan Sinarmas ini, menandakan IKN hanya proses pembukaan bisnis skala besar,” katanya.
Kondisi ini, dapat berujung pada peningkatan konflik agraria di lokasi IKN. Pendekatan pembangunan pemerintah, biasa represif dan menyengsarakan rakyat.
Satu contoh, di Wadas, Jawa Tengah, ketika warga menolak kebun atau lahan mereka jadi tempat keruk material Bendungan Bener. Dengan label proyek strategis nasional (PSN) ini aparat bergerak.
Terlebih, katanya, lokasi pembangunan IKN bukanlah tanah kosong. Petani, masyarakat adat, masyarakat lokal, petani dan golongan masyarakat lain ada di sana. Klaim pemerintah menyebut lokasi IKN di tanah negara Roni sebut tak valid.
Erasmus Cahyadi, Deputi II Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bidang Advokasi dan Politik, mengatakan, setidaknya ada 21 komunitas adat di lokasi IKN. Itu pun baru yang terdaftar sebagai anggota AMAN.
AMAN sudah menyuarakan ini ke Pansus IKN pada Desember lalu. Mereka menyebut, kalau tanah di lokasi IKN bukan tanah kosong.
Baca juga: Nusantara dan Konsep Kota 15 Menit

Temuan KPK menyebut, kalau penguasaan lahan di IKN tidak clean and clear. Erasmus benarkan itu, Lahan di lokasi IKN sudah berkonflik karena izin tanpa persetujuan masyarakat.
Untuk itu, katanya, konflik struktural ini harus selesai dulu. Jangan sampai, ketika ada negosiasi lahan untuk kepentingan IKN, masyarakat adat tidak dilibatkan.
“Sekarang siapa yang mau bernegosiasi di situ? Pemegang izin atau masyarakat adat yang memiliki tanah secara turun temurun?” katanya.
Selain itu, keberlanjutan masyarakat adat juga perlu dipikirkan baik dari segi perekonomian atau hak-hak atas tanah mereka.

*****