- Presiden Joko Widodo meninjau lokasi bencana banjir bandang lahar hujan Gunung Marapi di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, Selasa (21/5/2024).
- Pemerintah terus melakukan evakuasi terhadap korban yang belum ditemukan, dan segera membangun hunian bagi warga yang terdampak bencana, serta segera membangun enam sabo dam untuk wilayah rawan bencana lahar dingin.
- Banjir bandang lahar Gunung Marapi pada Sabtu (11/5/2024) menyisakan trauma bagi ratusan korban terdampak yang berada di berbagai posko pengungsian
- Menteri Sosial Tri Rismaharini meminta pemindahan posko pengungsian di Bukik Batabuah, Canduang, Kabupaten Agam karena merupakan jalur lahar dingin Gunung Marapi
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi bencana banjir bandang lahar hujan atau galodo Gunung Marapi di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, Selasa (21/5/2024). Peninjauan dimulai dari salah satu lokasi terdampak di Nagari Bukit Batabuah, kemudian meninjau salah satu sungai yang berhulu di Gunung Marapi, lalu ke lokasi pengungsian di Lapangan Batu Taba.
Usai peninjauan tersebut, Presiden menilai upaya penanganan korban maupun pengungsi telah dilakukan dengan baik.
“Saya lihat penanganan bencana di Agam, maupun di Tanah Datar ini sudah baik, baik dimulai dari evakuasi korban, juga penanganan pengungsi. Kemudian juga pembangunan jalan dan juga jembatan-jembatan darurat, semuanya sudah dilakukan dan masih ada satu-dua yang masih dalam proses, ini yang kita kejar agar semuanya secepatnya kembali normal,” ujarnya dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.
Presiden juga memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Pemprov Sumbar dan Pemkab Agam untuk segera membangun hunian bagi warga yang terdampak bencana pada lahan yang telah disiapkan.
“Ada 625 rumah-rumah yang rusak, baik yang berat, yang sedang, maupun yang ringan. Yang berat ada 159 rumah. Ini nanti kalau ada (rumah) yang memang harus direlokasi, (akan) direlokasi,” ujarnya.
Jokowi menegaskan upaya evakuasi terus dilakukan untuk mencari korban yang belum ditemukan dan memastikan ketersediaan logistik untuk pengungsi sampai tiga minggu ke depan.
Selain itu, presiden juga memerintahkan Kementerian PUPR untuk segera membangun enam sabo dam untuk wilayah rawan bencana lahar dingin.
Baca : Lahar Dingin Perparah Dampak Banjir dan Longsor Sumbar
Trauma Korban Galodo
Banjir bandang disertai lumpur atau galodo dari Gunung Marapi, pada Sabtu (11/5/2024) malam menyisakan trauma bagi para korban terdampak. Seperti dirasakan ratusan korban di posko pengungsi Bukit Batabuah, di SDN 08 Kubang Duo, Koto Panjang, Canduang, Kabupaten Agam, saat air bah menyapu rumah mereka.
Warni (41 tahun), salah satu korban mengisahkan terjadinya galodo Bukit Batabuah. Awalnya sekitar jam 22.00 WIB, dia ditelepon kerabatnya yang berada di Nagari Cumantiang, Sungai Pua, Agam, yang lokasinya berada lebih tinggi daripada nagari/desa Bukit Batabuah agar waspada karena air di hulu sudah membesar.
Dia mengira banjir bandang akan sama dengan yang terjadi pada awal April 2024 lalu yang tidak begitu besar. Tetapi ternyata dia salah. Banjir bandang malam itu begitu besar dengan bunyi gemuruh dari batu-batu besar yang terbawa banjir yang mulai merendam rumahnya.
“Sekeliling rumah sudah dikepung air, anak saya teriak ketakutan aia gadang (air besar) ma,” katanya, kepada Mongabay, Kamis (16/5/2024). Karena rumahnya sudah terkepung air, Warni dan keluarganya hanya bisa pasrah dan memilih bertahan diteras rumah.
Beruntung, Warni dan keluarganya selamat karena posisi rumah yang berada di lereng dan dihalangi oleh rumah tetangganya. Meski begitu, separuh dari rumahnya hancur dan semua barang-barang hanyut terbawa banjir.
Sejak kejadian malam itu, anak-anak Warni mengalami trauma, enggan pulang ke rumah dan mereka sekeluarga memilih bertahan di posko pengungsian.
Baca juga : Cerita Warga Terdampak Banjir dan Longsor Sumbar, Bagaimana Cegah Bencana Tak Berulang?
Trauma juga masih dirasakan Azimar (50), pengungsi lainnya. Perempuan paruh baya itu menceritakan di malam kejadian itu dia ditelepon anaknya yang rumahnya berada agak ke hulu yakni di Sungai Pua, Canduang, Agam untuk waspada karena air diatas sudah besar.
Malam itu, suami Azimar mau keluar ikut bergotong royong membersihkan sampah-sampah di kaki jembatan. Hal itu biasa dilakukan orang di kampung itu saat hujan. Namun Azimar melarang karena hujan cukup deras.
Kemudian dia melihat orang-orang sudah berlarian ke jalan dalam keadaan panik. Melihat itu Azimar beserta suami dan kedua anaknya langsung berlari menuju areal pesawahan di belakang rumah yang lokasinya lebih tinggi.
“Saat sampai di sawah, air disertai batu-batu besar sudah nampak meruntuhkan rumah-rumah orang sekitar, saya memekik da mati wak (mati kita). Kini yang penting kita selamat,” kata suaminya.
Galodo itu meruntuhkan rumah Azimar. Tak satupun barang tersisa. Disawah itu, ia dan keluarganya berdiri sampai jam 02.00 WIB dini hari menunggu situasi aman.
Banjir Bandang 1982
Bukit Batabuah di Kecamatan Canduang merupakan salah satu nagari yang terdampak banjir bandang cukup parah di Kabupaten Agam. Nagari yang berada di kaki Gunung Marapi ini merupakan jalur aliran lahar gunung yang sudah erupsi sejak Februari lalu.
Sejumlah batu dan kayu berukuran sebesar rumah juga cukup banyak ditemukan di lokasi. Lumpur juga menggenangi rumah warga yang tidak terseret banjir. Ada 16 rumah dinyatakan hilang di Nagari Bukik Batabuah, 19 rumah dalam keadaan rusak berat, dan 30 rumah rusak sedang. Menurut data BNPB, sampai Kamis (16/5/2024), sebanyak 22 orang dari 67 korban meninggal berasal dari Bukit Batabuah.
Baca juga : Pembalakan Liar, Penyebab Banjir Bandang di Pesisir Selatan
Menurut warga setempat, Kurdi (70 tahun), Nagari Bukit Batabuh pernah mengalami banjir bandang yang cukup besar pada tahun 1982. “Banjirnya hampir sama dengan yang ini. Cuma bedanya waktu itu rumah-rumah belum banyak seperti sekarang sehingga tidak banyak makan korban jiwa,” jelasnya.
Kurdi yang merupakan warga Batu Taba, Ampek Angkek ini menyebut pada saat banjir bandang Sabtu malam itu, hujan tidak begitu deras hanya saja durasinya cukup lama dari sore hari.
“Tapi kalau di puncak (gunung) hujan lebat sehingga terjadi banjir bandang dari aliran air Gunung Marapi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, jalur aliran air yang berhulu di gunung Marapi adalah batang air kasiak, batang air (anak sungai) yang jika hari biasa aliranya sangat kecil bahkan terkadang tidak berair sama sekali.
“Cuma sejak galodo yang pertama (April 2024) kemarin itu membesar. Kami disini untuk ke sumber air saja susah, untuk irigasi saja susah. Entah apa perubahan yang terjadi diatas. Hujan sebentar saja air langsung besar,” ulasnya.
Lokasi Pengungsi Dipindahkan
Dalam kunjungan kerjanya ke posko pengungsian di Kabupaten Agam, Rabu (15/5/2024), Menteri Sosial Tri Rismaharini meminta kepada Pemkab Agam untuk memindahkan lokasi pengungsian ke daerah yang lebih aman.
Risma mengatakan hal itu karena melihat peta kebencanaan yang memperlihatkan Bukit Batabuah merupakan daerah berpotensi bencana karena merupakan jalur lahar dingin Gunung Marapi sehingga sering terjadi galado.
“Saya mempelajari jalur-jalur dari vulkanologinya dan saya ke sini ternyata memang lokasi saat ini Posko Darurat Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang merupakan jalur lahar dingin Gunung Marapi,” katanya.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi korban apabila galado lagi, posko pengungsian perlu dipindahkan.
“Kita berharap warga yang bertempat tinggal di dekat titik bencana ini disosialisasikan. Karena misalkan, nauzubillah, bencana kembali terulang, pasti terjadi kepanikan. Minimal anak-anak dan lansia bisa mengungsi lebih dulu,” katanya.
Perlu dibaca : Tutupan Hutan Aceh Berkurang, Bencana Alam Mengancam
Mensos menyerahkan lokasi untuk pindah bagi pengungsi kepada pemerintah daerah bekerjasama dengan TNI-Polri.
“Saya tidak tahu persis lokasinya yang tentunya bisa dipilih oleh Bupati Agam dan Kodim serta Kapolres. Kemensos siap untuk mengikuti lokasi pindah nanti,” katanya.
Risma menambahkan Kemensos telah berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya untuk menetapkan jalur aliran lahar dingin yang menjadi lokasi terancam bencana.
Sementara itu, Pemerintah Nagari Bukit Batabuah menyebut ada ratusan warga yang disiapkan berpindah lokasi jika proses pengungsian benar-benar dilaksanakan.
“Kami akan memberikan edukasi dan sosialisasi lebih dulu. Ada 365 orang berada di sepanjang bibir sungai 50 meter ke arah kiri dan 100 meter ke kanan jika memang harus diungsikan,” kata Wali Nagari Bukit Batabuah, Firdaus.
“Untuk tempat pengungsian harus dikoordinasikan lebih dulu bersama Pemerintah Kabupaten Agam di mana lokasi terbaiknya,” pungkasnya. (***)
Bencana Terus Meningkat, Bagaimana Upaya Mitigasi dan Adaptasi?