Kilas Balik Peristiwa Kelautan 2016: Dari Pencurian Ikan, Industri Perikanan sampai Reklamasi

Sepanjang 2016, berbagai peristiwa penting terjadi di sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Bagaimana laut yang merupakan wilayah terluas Indonesia dikelola, dipergunakan dan dijaga keberlanjutannya.  Berikut, rangkuman berbagai peristiwa selama tahun 2016, yang kami hadirkan kembali untuk Anda, pembaca setia Mongabay Indonesia.

  1. Kok Bisa, Sembilan Kapal Tiongkok Kabur dari Indonesia?

Sembilan kapal eks asing berbendera Tiongkok melarikan diri ke negaranya dari Pelabuhan Pomako, Kabupaten Timika, Papua Barat. Kejadian tersebut diperkirakan berlangsung pada 30 Desember 2015 lalu atau sehari menjelang pergantian tahun baru 2016.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan, terungkapnya aksi melarikan diri sembilan kapal Tiongkok, bermula dari laporan perusahaan Grup Minatama yang beroperasi di Timika. Perusahaan tersebut, pada 30 Desember 2015 mengetahui ada aksi melarikan kapal eks asing dari Tiongkok yang dilakukan oleh anak buah kapal (ABK) dari negara tersebut.

  1.   Pembangunan 15 Sentra Bisnis Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT)

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bakal membangun sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di 15 lokasi pulau kecil dan kawasan perbatasan yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu Pulau Simeulue, Natuna, Mentawai, Nunukan, Tahuna, Morotai, Biak Numfor, Sangihe, Rote Ndao, Kisar, Saumlaki, Tual, Sarmi, Timika dan Merauke.

Konsep pembangunan SKPT dinilai paling tepat dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau terluar di seluruh Indonesia berprinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas, dan memiliki akselerasi yang tinggi.

Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari
Lokasi pembangunan Pelabuhan di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau pada awal September 2016. Pembangunan pelabuhan itu sebagai bagian dari pembangunan sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) dari program KKP. Foto : M Ambari
  1.  Akhirnya, RUU Perlindungan Nelayan Disetujui Komisi IV DPR. Apa Selanjutannya?

Setelah melalui proses yang panjang, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudaya Ikan dan Petambak Garam akhirnya resmi disetujui oleh Komisi IV DPR RI bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hasil akhir tersebut diputuskan setelah kedua pihak mengikuti sidang 1 yakni rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Kamis (03/03/2016).

Seorang wanita nelayan mengolah ikan di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada awal Desember 2015. Foto : Jay Fajar
Seorang wanita nelayan mengolah ikan di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada awal Desember 2015. Foto : Jay Fajar

4.   Susi Pudjiastusi : Reklamasi Teluk Jakarta Dilakukan Tanpa Rekomendasi KKP

Pernyataan tegas dan jelas akhirnya diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang sedang berpolemik saat ini. Susi mengungkapkan, proyek tersebut dilakukan tidak sesuai prosedur yang seharusnya. Bahkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Pernyataan Susi tersebut diungkapkan di kediamannya di Jakarta, Jumat (15/4/2016). Dia kembali menjelaskan tentang reklamasi Teluk Jakarta, karena menurutnya saat ini masih banyak pihak yang merasa belum paham. Termasuk, Komisi IV DPR RI yang baru saja melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan KKP, beberapa hari lalu.

“Faktanya, itu dilakukan tanpa rekomendasi (dari) KKP,” ucap Susi tegas. Selain itu, dia menyebut, reklamasi yang bermasalah saat ini, dilakukan juga tanpa dipayungi peraturan daerah (perda) tetang zonasi wilayah pesisir.

Gambaran reklamasi Teluk Jakarta dengan 17 pulau buatan. Foto : Fisip UI
Gambaran reklamasi Teluk Jakarta dengan 17 pulau buatan. Foto : Fisip UI

5.   Susahnya Melepaskan Diri dari Bahan Baku Pakan Ikan Impor

Indonesia hingga saat ini masih belum bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap bahan baku pakan impor. Akibatnya, biaya produksi untuk pembuatan pakan ikan menjadi sangat tinggi dan itu berdampak pada ongkos produksi dalam usaha budidaya perikanan di Nusantara.

Hal tersebut diakui Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto. Menurut dia, saat ini petani ikan masih kesulitan untuk menekan ongkos produksi harian karena biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli pakan ikan masih sangat tinggi.

Untuk itu, Slamet mengungkapkan, diperlukan upaya menyeluruh untuk melepaskan ketergantungan tersebut dan mengubahnya menjadi lebih baik lagi. Cara yang bisa dilakukan, kata dia, adalah dengan memanfaatkan baha baku lokal untuk pembuatan pakan ikan nasional.

Salah satu jenis pakan ikan. Foto : KKP
Salah satu jenis pakan ikan. Foto : KKP

6.  Lolos Verifikasi Anev, 363 Kapal Eks Asing Harus Hapus Kepemilikan  

Sebanyak 363 kapal eks asing yang dilarang beroperasi sejak moratorium eks kapal asing diberlakukan pada 2014, akhirnya mendapat kesempatan untuk dioperasikan lagi. Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mensyaratkan, ke-363 kapal tersebut harus melakukan penghapusan kepemilikan dari daftar kapal Indonesia.

KKP memberi kesempatan tersebut, menurut Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja, Jumat (17/6/2016), tidak lain karena kapal-kapal tersebut dinyatakan tidak masuk dalam daftar hitam berdasarkan hasil analisis dan evaluas (Anev) yang dilakukan tim KKP seperti yang tertuang dalam surat tertanggal 16 Juni 2016.

Sjarief mengatakan, dilakukannya penghapusan kepemilikan, dimaksudkan agar industri perikanan bisa lebih tertib lagi dalam menjalankan usahanya. Karena itu, kapal yang beroperasi disyaratkan harus menggunakan modal dan kapal buatan dalam negeri.

Puluhan kapal penangkap ikan yang bersandar di di Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta Utara pada Selasa (19/01/2016) siang. Kapal-kapal tersebut tidak beroperasi karena tidak mempunyai izin atau sedang mengurus izin melaut dari KKP. Foto : M Ambari
Puluhan kapal penangkap ikan yang bersandar di di Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta Utara pada Selasa (19/01/2016) siang. Kapal-kapal tersebut tidak beroperasi karena tidak mempunyai izin atau sedang mengurus izin melaut dari KKP. Foto : M Ambari

7.   Susi Pudjiastuti: Hanya Presiden yang Berhak Batalkan Perpres Sarbagita

Keberadaan Peraturan Presiden Nomor 45 jo. Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) menjadi kunci penerbitan izin lokasi untuk reklamasi Teluk Benoa di Bali. Perpres tersebut dinilai menjadi pemicu mulusnya jalan izin lokasi untuk tetap terbit.

Pernyataan tersebut diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastutidi Jakarta, Selasa (26/07/2016). Dia mengatakan, karena Perpres tersebut ada, maka perpanjangan izin lokasi untuk reklamasi Teluk Benoa tidak bisa ditolak.

“Jika memang izin lokasi bermasalah, maka itu kuncinya ada di Perpres Nomor 51 Tahun 2014. Yang berhak membatalkan Perpres tersebut hanya Presiden RI. Jadi, perubahan perpres tersebut harus didasarkan pada perintah Presiden,” ucap dia.

Pemimpin desa adat melarung sesajen dan uang hasil sumbangan ke laut dalam aksi menolak reklamasi Teluk Benoa, Bali. Foto : Anton Muhajir
Pemimpin desa adat melarung sesajen dan uang hasil sumbangan ke laut dalam aksi menolak reklamasi Teluk Benoa, Bali. Foto : Anton Muhajir

8.  Susi Pudjiastuti Semakin Meradang Sikapi Wacana Perikanan Tangkap untuk Asing

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menolak dengan tegas wacana dibukanya kembali izin investasi untuk sub sektor perikanan tangkap kepada penanam modal asing (PMA). Sub sektor perikanan, saat ini hanya dibuka dan terbuka untuk investor dari dalam negeri saja.

Pernyataan Susi tersebut diungkapkan lebih dari dua kali setelah berkembang di publik tentang pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut B Panjaitan tentang keinginannya untuk membuka kembali sub sektor perikanan tangkap kepada investor asing.

“Hampir dua dekade PMA (penanaman modal asing) diperbolehkan investasi 100 persen di perikanan tangkap. Departemen KP (kelautan dan perikanan) keluarkan izin tangkap untuk sekitar 1.300 kapal dari Tiongkok, Thailand, Taiwan, Jepang, dan lain-lain,” ungkap dia dalam keterangan resminya, Selasa (09/08/2016).

Sektor perikanan akan terpengaruh perpindahan spesies di lautan yang terus bergeser ke wilayah yang lebih dingin. Foto: Rhett A. Butler
Sektor perikanan akan terpengaruh perpindahan spesies di lautan yang terus bergeser ke wilayah yang lebih dingin. Foto: Rhett A. Butler

9.  PBR Benjina Beroperasi Lagi, Benarkah Ada Oknum KKP Tidak Beres?

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengonfirmasi bahwa PT Pusaka Benjina Resources (PBR) yang beroperasi di Benjina, Maluku, kini sudah kembali beroperasi secara penuh. Pengoperasian tersebut, melanggar peraturan perikanan di Indonesia, karena status perusahaan tersebut sudah dilarang untuk beroperasi.

Kabar tersebut terungkap setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberikan keterangan kepada media di kantornya di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurutnya, PBR sudah beroperasi sejak awal September ini dengan mengandalkan pasokan ikan dari nelayan yang ada di sekitar Benjina.

“Kalau kedengaran dunia (beroperasi kembali) berarti kita restui proses perbudakan. Ini bahaya untuk produk (perikanan) Indonesia di dunia. Ini sudah jadi perhatian dunia, perbudakan jelas diekspos di Benjina,” ungkap dia.

323 ABK WN Myanmar, Laos dan Kamboja di PT. PBR Benjina tiba di PPN Tual, Sabtu (04/04/2015) dengan menggunakan 6 kapal Antasena milik PT. PBR dan di kawal oleh KRI Pulau Rengat dan Kapal Pengawas Hiu Macan 004 milik PSDKP, sambil menunggu proses pemulangan oleh pihak Ke Imigrasian. Foto : KKP
323 ABK WN Myanmar, Laos dan Kamboja di PT. PBR Benjina tiba di PPN Tual, Sabtu (04/04/2015) dengan menggunakan 6 kapal Antasena milik PT. PBR dan di kawal oleh KRI Pulau Rengat dan Kapal Pengawas Hiu Macan 004 milik PSDKP, sambil menunggu proses pemulangan oleh pihak Ke Imigrasian. Foto : KKP

10.   Kenapa 1.600 Kapal dan 61 Perusahaan Pengolahan Perikanan Berhenti Operasi?

Ancaman mogok operasional yang dikumandangkan para pengusaha dan pemilik kapal di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Jakarta Utara, akhirnya diwujudkan mulai Senin (10/10/2016). Mogok tersebut meliputi berhentinya operasional 61 pabrik pengolahan perikanan dan 1.600 kapal perikanan yang ada di Muara Baru.

Untuk pabrik pengolahan, mogok akan berlangsung selama sepekan atau 7 hari. Sementara, untuk kapal perikanan, penghentian operasional akan dilakukan selama sebulan penuh atau sekitar 30 hari lamanya. Selama aksi tersebut, tak akan ada operasional dalam bentuk apa pun.

Lebih jauh Tahcmid menjelaskan, keputusan untuk melakukan aksi mogok operasional, dilakukan karena hingga kini para pengusaha tidak diberi kesempatan untuk dicarikan jalan keluar. Pertimbangan yang paling utama, karena para pengusaha saat ini sudah merasa seperti diusir secara tidak langsung.

Sebanyak 61 pabrik pengolahan perikanan dan 1.600 kapal perikanan yang ada di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Muara Baru Jakarta Utara, mogok operasional Senin (10/10/2016). Mogok operasional yang dikumandangkan para pengusaha dan pemilik kapal tersebut sebagai protes kepada KKP dan Perindo. Foto : M Ambari
Sebanyak 61 pabrik pengolahan perikanan dan 1.600 kapal perikanan yang ada di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Muara Baru Jakarta Utara, mogok operasional Senin (10/10/2016). Mogok operasional yang dikumandangkan para pengusaha dan pemilik kapal tersebut sebagai protes kepada KKP dan Perindo. Foto : M Ambari

11.   Amanat Inpres : Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Harus Segera Dimulai. Ada Masalah Apa?  

Sejak Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional tiga bulan lalu, hingga saat ini implementasinya dinilai banyak kalangan masih berjalan di tempat. Padahal, Presiden memberi waktu selama enam bulan untuk menjalankannya sebelum ada evaluasi.

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Sri Adiningsih di Jakarta, Senin (7/11/2016) mengatakan, sejak keluar pada tiga bulan lalu, Inpres masih belum terlihat ada perkembangan signifikan. Padahal, enam bulan setelah Inpres keluar, Presiden akan meminta evaluasi kinerjanya.

“Paling lambat enam bulan, harus dilaporkan kepada Presiden. Sekarang sudah masuk tiga bulan, berarti tinggal tiga bulan waktu tersisa sebelum melaporkannya kepada Presiden,” ucap dia.

Aneka ikan yang ditangkap di Selat Alas Lombok Timur, NTB. RIbuan nelayan di perairan Lombok Timur terancam mata pencahariannya karena rencana pengerukan pasir laut oleh PT DAR untuk reklamasii Teluk Benoa Bali. Foto : Anton Muhajir
Aneka ikan yang ditangkap di Selat Alas Lombok Timur, NTB. RIbuan nelayan di perairan Lombok Timur terancam mata pencahariannya karena rencana pengerukan pasir laut oleh PT DAR untuk reklamasii Teluk Benoa Bali. Foto : Anton Muhajir

12.   Benarkah Pemberlakuan Permen No 2/2015 Timbulkan Kerugian Ekonomi Nasional?

Pemberlakuan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seinen Nets) yang akan dimulai pada 1 Januari 2017 mendatang, dinilai akan menimbulkan kerugian secara ekonomi, khususnya bagi nelayan yang biasa menangkap ikan di laut.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan, meski peraturan tersebut baru akan berlaku pada 2017, namun nelayan sudah merasakan keresahan sejak peraturan tersebut disahkan. Hal itu, karena Pemerintah hingga saat ini belum memberikan solusi bagi pengguna alat tangkap yang akan dilarang tersebut.

“Para nelayan terus mengeluhkan akan diberlakukannya Permen tersebut. Di sisi lain, Pemerintah belum memberikan solusi atas penerapan Permen tersebut,” ujar dia, kemarin.

Nelayan Aceh yang telah memiliki aturan adat yang dipatuhi oleh seluruh nelayan. Foto: Junaidi Hanafiah
Nelayan Aceh yang telah memiliki aturan adat yang dipatuhi oleh seluruh nelayan. Foto: Junaidi Hanafiah
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,