,

Kaleidoskop Tata Kelola Hutan di Indonesia: Hutan Masih Ter-(di)Bakar (Bagian-2)

Membakar hutan dan lahan gambut adalah perbuatan melanggar hukum di Indonesia. Sesuai dengan UU No 41/1999 tentang kehutanan, mereka yang sengaja membakar hutan bisa menghadapi 15 tahun penjara dan bisa didenda Rp 5 miliar,sementara mereka yang sengaja membakar hutan akan menghadapi 5 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.

Namun demikian, kenyataannya selama tahun 2012, kebakaran hutan dan lahan masih saja terus berlangsung. Tidak saja di kawasan APL (Area Peruntuntukan Lain) dan areal pertanian, maka hutan-hutan di kawasan konservasi pun terbakar.  Sebagai contoh, maka Hutan Konservasi di TN Danau Sentarum mengalami kebakaran parah pada tahun ini.

Pulau Sumatera dan Kalimantan masih menjadi juara dimana tempat titik-titik api terus berlangsung.  Berdasarkan Kemenhut titik panas (hotspot) di Indonesia dari Januari hingga September 2012 mencapai 24.663 titik. Data itu diambil dari hasil deteksi satelit NOAA-18.  Propinsi dengan konsentrasi titik panas terbanyak adalah Kalimantan Barat 5.027 hotspot, Riau 4.318, Sumatera Selatan 4.297, Jambi 1.895, Kalimantan Tengah 1.736, dan Kalimantan Timur 1.058 hotspot.

Kabut asap yang diakibatkan oleh kebakaran lahan dan hutan telah menyebabkan gangguan transportasi udara, penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).  Negara-negara tetangga Indonesia pun telah mendesak agar Pemerintah Indonesia segera meratifikasi perjanjian tentang kabut asap lintas negara.

Problem kabut asap, karena pembakaran hutan dan lahan di Indonesia, merupakan masalah tahunan yang terus berulang. Seperti yang dilansir dari Nature Climate Change edisi Oktober 2012, maraknya pembukaan perkebunan sawit skala besar telah menjadi sumber pelepasan emisi dan pelepasan karbon akibat kebakaran lahan dan hutan yang terjadi.

Hingga tahun 2010 saja, pembabatan lahan untuk memenuhi kebutuhan kebun kelapa sawit telah menyebabkan emisi karbon sebesar 140 juta metrik ton karbondioksida, jumlah ini setara dengan emisi sekitar 28 juta buah mobil. Secara global, ekspansi perkebunan sawit ini diprediksi akan menyumbang 558 juta metrik ton karbon ke atmosfir hingga tahun 2020. Sudah barang tentu, pelepasan emisi ke udara ini turut mendorong terjadinya efek gas rumah kaca dan pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dunia.

Menariknya, menurut penelitian Erin Bohensky dari CSIRO-Australia, mayoritas penduduk Indonesia, atau sekitar 82% responden telah mengamati terjadinya perubahan iklim ini, sementara 71% menganggapnya sebagai sebuah resiko. Namun hanya kurang dari 40% responden yang melakukan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim ini.

Jadi, apakah di tahun depan kita masih akan terus menjumpai lahan-lahan hutan yang terbakar?

Perkebunan Sawit Pemicu Utama Emisi dan Kebakaran Lahan Hutan dan Gambut

Pada akhir April 2012, Kim Carlson dari Yale and Stanford University dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menyebutkan konversi di lahan gambut untuk perkebunan sawit telah mendorong perusakan hutan dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Carlson menyebutkan bahwa konversi gambaut akibat pembukaan perkebunan baru di lahan gambut telah memacu emisi karbon dioksida yang cukup besar. Pada 2008, hampir 70 persen dari perkebunan baru ada di lahan gambut, penelitian menunjukkan 90 persen emisi dari perkebunan sawit berada di lahan gambut hingga tahun 2020.

Ratusan Titik Api Terdeteksi di Riau, Termasuk di Konsesi APP

Pada 22 Juni 2012, ratusan titik api kembali dideteksi oleh berbagai peta pemantau deforestasi dunia. Berdasar pantauan satelit Terra Modis Aqua oleh NASA, 1573 titik panas ditemukan di propinsi Riau, 613 titik api tersebut berada di kawasan konsesi perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH),  Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Guna Usaha (HGU) , Kawasan Lindung dan lainnya. Pada tiga minggu pertama bulan Juni, yaitu antara 1-20 Juni 2012, dari 613 titik api yang terdeteksi, 225 diantaranya berada di wilayah konsesi grup Asia Pulp & Paper (APP/Sinarmas) Group yaitu PT. Satria Perkasa Agung (bekas HPHTI PT. Inti Palma / afiliasi APP).

Puluhan Titik Panas Terdeteksi di Jambi

Citra satelit North Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) pada hari Jumat 22 Juni 2012, telah mendeteksi 40 titik panas yang terletak di enam dari 11 kabupaten di propinsi Jambi. Titik-titik panas tersebut ditemukan sekitar Batanghari (satu hot spot), Bungo (enam), Merangin (delapan), Sarolangun (satu), Tanjungjabung Barat (satu) dan paling di Tebo (23). Propinsi Jambi sangat rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan gambut selama musim kemarau tahunan di pertengahan tahun seperti saat ini, terutama di hutan kemasyarakatan (APL) dan hutan produksi (HP).

Kualitas Udara di Riau Berbahaya bagi Kesehatan Manusia

Pada 27 Juni 2012, Kabid Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan di Dinas Kesehatan Riau, Tengku Zul Effendi menyebutkan kualitas udara di Riau saat ini berada pada ambang batas tidak sehat, karena telah memasuki angka antara 100 hingga 200. Diatas angka tersebut adalah kategori berbahaya dan sangat berbahaya.  Ambang batas kualitasnya di atas angka 100 amat berbahaya bagi kesehatan manusia. Kualitas udara di propinsi Riau kini semakin merosot seiring dengan kabut asap yang terus melanda salah satu propinsi penghasil minyak di Indonesia ini.

kebakaran-lahan-riau
Kebakaran lahan di Riau. Foto: Aji Wihardandi (Mongabay.co.id)

Riau dan Kalbar Rawan Kebakaran Lahan Gambut

Dari hasil pantauan itu oleh Fire Danger Rating System (FDRS) pada 15 Juli 2012 menunjukkan bahwa Propinsi Riau dan Kalimantan Barat sangat mudah kebakaran, dan jika terjadi kebakaran lahan dan hutan (gambut) tersebut akan sangat sulit sekali untuk dikendalikan.  Kebakaran akan memacu penurunan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).  Di Propinsi Riau sendiri jumlah titik api terbanyak terdistribusi di Kabupaten Pelalawan yang tertinggi (527), Bengkalis (420) dan Rokan Hilir (405).

Tingkat Kekeringan Udara Bawa Potensi Ancaman Kebakaran

Potensi kebakaran hutan dan lahan di berbagai wilayah di Indonesia seperti yang terungkap oleh hasil pantauan satelit NOAA 18 akan terus terjadi selama tahun 2012.  Puncak kebakaran hutan dan lahan diperkirakan akan terjadi di bulan Oktober mendatang, dan akan mempengaruhi tingkat kekeringan udara berbagai wilayah tanah air akibat dipacu oleh El Nino.

Kebakaran Hutan di Jawa

Kebakaran lahan dan hutan juga terjadi di Jawa. Termasuk kebakaran yang terjadi di lereng Gunung Slamet yang telah mencapai 50 hektar hingga tanggal 26 Agustus 2012, dan juga sejumlah wilayah di Jawa Tengah yaitu hutan di lereng Gunung Petarangan, Dataran Tinggi Dieng.  Diduga api muncul akibat dari gesekan ranting kering dampak dari musim kemarau.

enggangkepak3-_20092012_12
Kebakaran lahan gambut di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Foto: Greenpeace

Kawasan Moratorium Tidak Lepas dari Pembakaran dan Deforestasi

Pada 21 September 2012, Anggota Tim Kepak Sayap Enggang dan Juru bicara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Tumpak Winmark Hutabarat mengatakan, saat tim tiba di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, maka hawa panas dari pembakaran hutan dan lahan sangat terasa. “Suhu sampai 42 derajat celcius. Kabut asap pekat menyelimuti. Terdapat aktivitas land clearing dengan pembakaran di kebun sawit dan aktivitas pertambangan. Begitu juga di Palangkaraya ,” katanya kepada Mongabay.  Lanjutnya, “Fakta lapangan memperlihatkan bagaimana salah satu daerah masuk kawasan moratorium masih tetap terjadi pembakaran dan deforestasi. Moratorium tak efektif di Kalteng.”

Indonesia Didesak untuk Meratifikasi Persetujuan Kabut Asap Lintas Negara

Kabut asap akibat kebakaran hutan di wilayah Sumatera yang berdampak terhadap polusi di Singapura dan Malaysia semakin memicu negara-negara tetangga untuk terus mendesak Indonesia meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution atau persetujuan negara-negara ASEAN tentang kabut asap lintas negara, secepat mungkin. Hal ini disampaikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura di sela-sela pertemuan para menteri lingkungan hidup se-ASEAN tanggal 26 September 2012 di Bangkok, Thailand.

GlofDAS
GlofDAS, citra pelacak titik api yang dikembangkan oleh NASA untuk Mongabay, menemukan banyak titik api di Sumatera

Balita, Penderita ISPA utama di Jambi

Pada 26 September 2012 dilaporkan bagi masyarakat Jambi, ketebalan asap dan kandungan yang dibawanya telah membawa dampak buruk bagi kesehatan mereka.  Seperti yang dilaporkan oleh Klik-galamedia.com, maka penderita Infeksi Saluran Pernapasan Bagian Atas (ISPA) yang berasal dari Kota Jambi pada minggu ke-33 tercatat sebanyak 681 orang, minggu ke-34 555 penderita dan minggu ke-35 meningkat 1.592 penderita dengan sebagian besar penderita adalah balita.

Kabut Asap Ganggu Jadwal Penerbangan di Jambi

Pada akhir September 2012, lima penerbangan menuju Jambi tertunda akibat jarak pandang yang kurang dari 2000 meter. Kondisi ini sangat tidak aman bagi penerbangan, karena pilot tidak bisa mendaratkan pesawat saat memasuki wilayah udara Jambi.  Perkembangan terakhir dari serangan kabut asap di Jambi akibat kebakaran hutan dan lahan semakin mengkhawatirkan. Kabut yang diharapkan bisa mereda, nampaknya belum menunjukkan tanda-tanda ke arah lebih baik. Warga masih terus terganggu dengan kondisi asap yang semakin parah. Sekolah-sekolah diliburkan. penerbangan tertunda hingga menimbulkan penumpukan penumpang, sampai kasus kebutuhan masker yang masih kurang untuk mengurangi dampak asap.

Kabut Asap Ganggu Jadwal Penerbangan di Sumatera Selatan

Pada akhir September 2012, demikian pula kabut asap mengganggu penerbangan di Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), diprediksi berakhir akhir Oktober. Operator bandara pun terpaksa mengurangi jadwal penerbangan pagi hari.  Berdasarkan pantauan satelit Terra/Aqua modis milik NASA yang mengidentifikasi titik api dengan luasan kebakaran satu hektare atau lebih menemukan titik api di daerah itu hingga akhir September 2012 sudah 500 titik. Kendati dalam beberapa minggu belakangan hujan sempat turun beberapa kali. Hingga memadamkan titik api, namun kembali muncul beberapa hari setelah itu.

Ijin Dicabut, Kawasan Kalista Alam Masih Terbakar

Meskipun izin PT Kalista Alam sudah dicabut oleh Gubernur Aceh pada akhir September 2012. Namun, ancaman ekologi Rawa Tripa, masih terjadi karena perusahaan-perusahaan lain masih beroperasi. Kebakaran hutan gambut pun terus berlangsung.  Tokoh Masyarakat Pantai Barat Selatan Aceh, Adnan NS meminta semua pihak dapat  menghentikan semua kegiatan operasi perkebunan di Rawa Tripa, sebab hingga awal Oktober ini, asap masih saja mengepul.

Hujan Buatan untuk Padamkan Api

Hasil pantauan satelit NOAA dan MODIS menunjukkan titik api (hotspot) di Kalimantan selama awal Oktober 2012 tetap tinggi. Jumlah hotspot di Kalimantan Barat ada 152 titik, Kalimantan Selatan 163 titik, Kalimantan Tengah 525 titik, dan Kalimantan Timur 159 titik. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho dalam rilis kepada media mengatakan, mengatasi bencana asap, BNPB bersama BPPT menggelar hujan buatan untuk memadamkan kebakaran.

Bukit Tekenang-TNDS
Bukit Tekenang di TN Danau Sentarum terbakar, petugas mencoba untuk memadamkan sisa-sisa api kebakaran

Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Terbakar

Bukit Tekenang, salah satu bagian kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS), Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, nyaris musnah terbakar sejak awal September 2012. Ratusan hektar kawasan hutan yang dijadikan Posko Balai TNDS ini tak luput dari amukan api. Pantauan Satelit Terra dan Aqua milik NASA mendeteksi terdapat 34 titik panas (hotspot) di kawasan TNDS sejak Juni hingga Oktober 2012.  Pantauan memperlihatkan hotspot tersebar di berbagai tempat, diantaranya: Desa Empanang, Pega, Leboyan, Sambar, Pulau Majang, Danau Bekuan dan Sekulat. Diperkirakan sudah ribuan hektar kawasan TNDS musnah dilalap si jago merah.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,