Pekan lalu, Majelis Hakim Rokan Hilir, Riau, juga memvonis Asisten Kepala Kebun perusahaan sawit, PT Jatim Jaya Perkasa yang membakar lahan. Bahkan, KLHK membidik menyidik pemimpin perusahaan dan korporasi. Selain pidana, KLHK juga menggugat perdata.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Balige, Sumatera Utara, menyatakan PT Gorda Duma Sari (GDS), terbukti meyakinkan melanggar perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Hutan Tele, Samosir. Sang Direktur, Jonni Sihotang, divonis 4,6 tahun denda Rp5 miliar.
Dalam amar putusan, majelis hakim diketuai Riana Pohan, menyatakan, dari pemeriksaan saksi dan barang bukti, perusahaan terbukti melanggar UU 32 Tahun 2009, khusus pelanggaran izin pemanfaatan kayu di hutan Samosir, mengakibatkan kerusakan kawasan cukup luas.
Perusahaan yang dipimpin Jonni berusaha tanpa izin lingkungan dan sengaja melakukan perbuatan melampaui baku mutu udara ambien, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
“Kami majelis hakim yang menangani perkara ini, memutuskan, mengadili terdakwa Jonni Sihotang, terbukti sah dan meyakinkan melanggar UU 32 Tahun 2009 dan dijatuhi penjara 4 tahun enam bulan kurungan, denda Rp5 miliar susider satu tahun kurungan.”
Usai mendengarkan putusan, Jonni menyatakan banding dan mengaku tak bersalah. Putusan itu dianggap tak berkeadilan.
Jaksa penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pangururan, Lamhot Sagala, menyatakan berpikir-pikir, apakah menerima putusan majelis hakim atau menolak.
Kerugian Rp100 miliar lebih
Dalam perkara ini, JPU melampirkan penghitungan kerugian perusakan lingkungan oleh GDS, sejak 2012-2013. Ada beberapa perhitungan, yaitu kerugian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, kerusakan penebangan pohon dan pembukaan lahan, serta kerusakan ekonomi dan pemulihan ekologi.
Hasil kerugian itu, berdasarkan perhitungan tim ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Basuki Wasis, melalui penelitian Laboratorium Pengaruh Hutan Bagian Ekologi Hutan, Departeman Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB pada 11 April 2014.
Disebutkan, kerugian akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup, karena penebangan pohon dan pembukaan lahan seluas 400 hektar, mengakibatkan kerusakan ekologi. Dinilai dengan mata uang Rp76, 510 miliar. Dampak perbuatan GDS, terjadi kerusakan ekonomi Rp 38, 400 miliar, dan pemulihan ekologi Rp34, 986miliar. Jadi total kerugian kerusakan mencapai Rp149, 896 miliar.
Keputusan hakim diapresiasi kelompok Save Lake Toba Foundation (SLTF), yang mengadukan dan membongkar kasus perusakan hutan Tele seluas 800 hektar.
Adikara Hutajulu, Ketua Dewan Pengurus Cabang Toba Samosir, SLTF, mengatakan, putusan ini, bukti keadilan lingkungan hidup dan kehutanan masih ada di negeri ini. Apalagi majelis hakim mengenakan pidana tambahan untuk memperbaiki kerusakan di hutan Tele. Namun, masih disesalkan, Jonni menyatakan diri tidak terbukti bersalah dengan banding.
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Kami berharap pengadilan tinggi hingga ke Mahkamah Agung tetap memutuskan bersalah terdakwa dan memberikan hukuman lebih tinggi lagi, karena terdakwa tetap bersikeras tidak bersalah. Padahal, perbuatan merusak ekosistem.”
Menurut dia, dampak kerusakan Hutan Tele, mengakibatkan debit dan serapan air menurun. Ada beberapa desa dan kecamatan merasakan langsung. Dia mencontohkan, Kecamatan Sianjur Mulamula, dan Harian, merasakan dampak langsung. Daerah ini bergantung suplai air dari Hutan Tele.
“Jonni, putra asli Samosir, namun bukan menjaga lingkungan, justru sebaliknya, merusak diduga dibantu sejumlah oknum pejabat. Kami akan surati kejaksaan agar mengusut Bupati Samosir Mangindar Simbolon, dan oknum Dinas Kehutanan yang memberikan izin kepada GDS. ”
Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Muhammad Yunus mengatakan, penyidikan kejahatan perusakan lingkungan Jonni Sihotang dilakukan penyidik PNS KLHK.
“Kami sangat mengapresiasi putusan ini. Putusan hakim ini menunjukkan perusakan lingkungan hidup dan hutan merupakan kejahatan luar biasa. Sudah sepantasnya pelaku kejahatan ini dihukum seberat-beratnya,” kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani kepada Mongabay.
Keputusan Majelis Hakim ini, katanya, sejalan komitmen Menteri LHK, Siti Nurbaya menindak tegas tanpa kompromi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan.
Dirjen yang akrab disapa Roy ini berharap, putusan ini memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan lain.
Dua tahun buat perusahaan pembakar hutan Riau
Pekan lalu Asisten Kepala Kebun PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) di Rokan Hilir, Riau, Kosman Vitoni Imanuel Siboro mendapat vonis dua tahun penjara, denda Rp1 miliar, subsider tiga bulan atas kejahatan pembukaan kebun sawit dengan membakar lahan seluas 120 hektar. Majelis Hakim PN Rokan Hilir Riau terdiri dari Saidin Bagariang, Zia Uljannah, dan Dewi Hesti Indria.
Pembakaran terjadi pada Juni 2013, saat itu masyarakat Riau mengalami kabut asap sangat parah, menyebabkan gangguan kesehatan dan aktivitas.
Yunus mengatakan, menindaklanjuti putusan hakim PN Rokan Hilir ini, KLHK akan melakukan pengembangan penyidikan kasus. “KLHK akan menyidik pimpinan tertinggi JJP dan meminta pertanggung jawaban korporasi,” katanya.
Pengembangan kasus kepada pimpinan dan korporasi, kata Yunus, perlu dilakukan agar ada efek jera pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. Dia yakin, ada kaitan pertanggungjawaban pimpinan dan korporasi terhadap kasus pembakaran lahan ini.
Pertanggungjawaban pimpinan dan korporasi terhadap kejahatan lingkungan ini, dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dimungkinkan. Ia tertera pada Pasal 116 ayat 1 huruf b, apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana. Atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana itu.
Tak hanya itu. KLHK juga gugatan perdata terhadap JJP di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK, Jasmin Ragil Utomo mengatakan, KLHK menuntut ganti rugi lingkungan Rp119, 88 milia dan biaya pemulihan lingkungan Rp371,13 miliar. “Persidangan saat ini memasuki tahapan penyerahan replik dari KLHK kepada pengadilan.”
Menurut Roy, keputusan majelis hakim ini memberikan harapan bagi masyarakat akan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Terlebih, katanya, di tengah ancaman kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Dengan putusan ini, dia sangat optimistis upaya penegakan lingkungan hidup dan kehutanan bisa memberi rasa keadilan bagi semua pihak.
“Keputusan majelis hakim tidak hanya menyelamatkan kerugian negara dan masyarakat dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan tetapi memberikan rasa nyaman bagi masyarakat.”
Dia berharap, keputusan ini menjadi pertimbangan majelis hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus sama, termasuk perkara perdata pembakaran lahan JJP yang persidangan berlangsung di Jakarta Utara dan pembakaran lahan PT. Bumi Mekar Hijau di Pengadilan Palembang.