- Cabang Dinas Kelautan (CDK) Mamminasata menyelenggarakan aksi bersih pantai melibatkan puluhan penyelam berhasil mengangkut satu ton sampah dari dasar laut sekitar Pulau Barrang Lompo, Makassar, Sulawesi Selatan.
- Melalui aksi underwater clean up yang dibarengi dengan edukasi mikro debris, pemerintah ingin mengubah mindset masyarakat agar tidak lagi menjadikan laut sebagai tempat buangan sampah.
- Sampah laut (marine debris) saat ini menjadi salah satu masalah global karena dapat membunuh biota laut.
- Sampah laut dan microdebris ini bisa berdampak bagi ekologi laut ekosistem perairan, karena dapat menggantikan peran fitoplankton/zooplankton yang kemudian dimakan ikan kecil.
Pulau Barrang Lompo ramai dibanding hari biasanya pada Minggu pagi (3/9/2023). Sepanjang pantai, 50 orang penyelam dari berbagai komunitas selam bersiap-siap menyelam ke dasar laut. Bukan untuk berwisata, namun mengangkut sampah yang telah lama tertimbun di dasar laut.
Tak butuh waktu lama, sampah-sampah mulai terkumpul yang disimpan dalam karung. Hasilnya, puluhan karung sampah terkumpul dengan berat sekitar 1.000 kg atau 1 ton. Kondisi laut dan pantai yang tadinya penuh tumpukan sampah menjadi sangat bersih.
Aksi pagi itu adalah bagian dari kegiatan tahunan “Pantai Berseri” yang diadakan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel melalui Cabang Dinas Kelautan (CDK) Mamminasata di pulau yang termasuk dalam wilayah administratif Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Ilyas, Kepala DKP Sulsel mengatakan bahwa penanganan sampah memang memerlukan kerja sama dan sinergitas dengan beberapa elemen, tidak hanya mengandalkan pemerintah.
“Sampah adalah ancaman nyata terhadap pencemaran hingga bencana yang membahayakan umat manusia,” katanya.
Ilyas berharap kerja sama antara lima unsur yaitu pemerintah provinsi, kabupaten/kota, masyarakat, perusahaan, LSM, dan media harus terus diperkuat. Terutama dalam hal mempertahankan lingkungan. Sehingga kegiatan bersih sampah di bawah laut tersebut harus terus dilanjutkan.
baca : Makassar dan Masalah Darurat Sampah

Melalui aksi underwater clean up yang dibarengi dengan edukasi mikro debris, pemerintah ingin mengubah mindset masyarakat agar tidak lagi menjadikan laut sebagai tempat buangan sampah.
“Karena sampah itu bukan hanya di permukaan laut, tetapi di dasar laut pun perlu jadi perhatian. Makanya kita ingin bagaimana caranya ada kapal untuk konservasi, mengangkut sampah dari pulau-pulau ke daratan,” tambahnya.
Hal itu sejalan harapan Pemerintah Pusat melalui program Bulan Cinta Laut (BCL). Sehingga mulai dari sekarang harus sama-sama perlu dipikirkan jalan keluarnya.
Ditegaskan Ilyas, masyarakat harus bisa mengembalikan kesadaran mereka tentang laut yang merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Merusak laut sama halnya dengan membuat satu wilayah, bahkan negara bisa menjadi miskin.
“Semakin padat penduduk semakin terbatas sumber daya yang diperebutkan. Maka tidak boleh memperparah keadaan dengan merusak ekosistem laut. Penting kiranya agar konservasi dan pengawasan untuk digelorakan dengan membawa kembali potensi sumber daya alam kita, terutama perikanan daerah Sulsel,” katanya.
Andi Januar Jaury, anggota DPRD Sulsel yang turut andil ikut serta menjadi salah satu penyelam mengapresiasi kegiatan ini dan berjanji akan mengawal proses penganggaran agar lebih banyak diarahkan terhadap kegiatan-kegiatan positif.
“Tahun-tahun selanjutnya kita akan perjuangkan anggaran agar lebih banyak dialokasikan untuk program-program yang memiliki dampak langsung terhadap hidup orang banyak. Terutama terkait konservasi,” katanya.
baca juga : Upaya Penanganan Sampah Laut: dari Plastik hingga Mikroplastik

Bahaya Sampah Plastik
Menurut Mudasir Zainuddin, peneliti dari Global Geoscience Indonesia (GGI) Scuba, sampah laut (marine debris) saat ini menjadi salah satu masalah global karena dapat membunuh biota laut, seperti yang terjadi dengan kasus paus terdampar di beberapa daerah beberapa tahun terakhir.
Sampah laut hasil aktivitas manusia yang sangat sulit terurai ini dimungkinkan berasal dari daratan yang terbawa oleh aliran air sungai dan terbawa hingga ke laut.
“Sampah laut ini harus menjadi perhatian penuh karena akan membahayakan ekologi dan ekosistem di laut.”
Dijelaskan Mudasir, sampah laut sangat sulit terurai dan melalui proses yang panjang dan terpapar ultraviolet sehingga mengalami dekomposisi menjadi partikel-partikel yang lebih kecil yang disebut microdebris.
“Partikel kecil ini dapat menjadi masalah bagi kesehatan manusia secara tidak langsung tanpa disadari,” tambahnya.
Selain memengaruhi kesehatan manusia, sampah laut dan microdebris ini bisa berdampak bagi ekologi laut ekosistem perairan, karena dapat menggantikan peran fitoplankton/zooplankton yang kemudian dimakan ikan kecil.
Sampah kantong plastik di laut juga juga bisa dimakan penyu yang mengira sebagai ubur-ubur makanannya.
Ketidakseimbangan rantai atau jaring makan di perairan akan mengakibatkan menurunnya jumlah suatu spesies hingga akan sampai pada sebuah kematian dan bisa saja akan sampai pada hilangnya suatu spesies di muka bumi ini. (***)
